tag:blogger.com,1999:blog-9746800902819386522024-02-25T19:15:46.899-08:00ziatuwelgaleri perjalanan dan gagasanZia Ul Haqhttp://www.blogger.com/profile/03495539890782745988noreply@blogger.comBlogger518125tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-88521563708440355562024-02-25T19:12:00.000-08:002024-02-25T19:15:14.863-08:00Gus Dur dan Pendidikan Alternatif - KBQTDiary #67<p>Jumat malam kemarin, mbadali Pak Din, saya ikut nimbrung jagongan di Pesantren Edi Mancoro Bandungan tinggalan Kiai Mahfud Ridwan rahimahullah, nyimak Gus Hanif Mahfud, Pendeta Eben, Pak Lukman DPR, dan teman-teman pegiat kerukunan Salatiga lainnya berbincang tentang Gus Dur.</p><p>"Pikiran Gus Dur bisa mendalam membaca masa lalu, sekaligus terang memprediksi masa depan, jauh melampaui zamannya," kata Pak Lukman setelah berkisah tentang pengalamannya nyantri kepada Kiai Mahfud Ridwan, sobat karib Gus Dur.</p><p>"Bagi kita yang tak sempat bertemu langsung dengan Gus Dur, cara terbaik memahami pikiran-pikirannya adalah dengan membaca tulisan-tulisan langsung beliau. Misalnya yang tercetak di majalah Prisma," tutur Gus Hanif usai bercerita perjalanan Gus Dur era Baghdad-Den Haag, dengan sanad kisah dari Pak Hambali, sobat karib Gus Dur yang kini tinggal di Belanda.</p><p>Kebetulan, sore sebelumnya saya baru tuntas baca sepuluh halaman kata pengantar tulisan Gus Dur atas buku 'Pendidikan Sebagai Praktek Pembebasan'-nya Paulo Freire. Saya penasaran, bagaimana pandangan Gus Dur tentang pendidikan pembebasan ala Freire yang selama ini jadi mazhab Pak Din di Qaryah Thayyibah.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikQ9wJ3BUD-WemxFyfIL62iOqO_5GXI-pVHHntJd3VK04wV2sNFtWdB8qDUgyXmsZAdclDQ1LdnBC0Ts3EOwSheKW4F9kGLhQ6coGp3gxw3QRjezG5sE4BgyLFj7jnAymj24vglAjQSv67x6WJOI8ySxgK28u8K3GTpHnPAEA6IVXfObqij-s_HRnN70c/s4000/IMG_20240225_082718.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="4000" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikQ9wJ3BUD-WemxFyfIL62iOqO_5GXI-pVHHntJd3VK04wV2sNFtWdB8qDUgyXmsZAdclDQ1LdnBC0Ts3EOwSheKW4F9kGLhQ6coGp3gxw3QRjezG5sE4BgyLFj7jnAymj24vglAjQSv67x6WJOI8ySxgK28u8K3GTpHnPAEA6IVXfObqij-s_HRnN70c/s16000/IMG_20240225_082718.jpg" /></a></div><br /><p>Ternyata benar kata Pak Lukman. Pikiran Gus Dur jauh melampau zamannya. Meskipun tulisan tersebut bertanggal 6 Maret 1984, atau sekitar 40 tahun yang lalu di awal 'Era Kurikulum CBSA', namun gagasan Gus Dur tentang pendidikan sangatlah segar dibaca di 'Era Merdeka Belajar' ini.</p><p>Setidaknya ada tiga poin penting yang nyangkut di kepala saat membaca tulisan itu.</p><p>PERTAMA: ARAH PENDIDIKAN. Gus Dur merunut perubahan arah pendidikan di Indonesia sejak masa kemerdekaan, serta keterjajahannya dalam cengkeraman kapitalisme global. Adapun arah pendidikan yang dibutuhkan pasca kemerdekaan, menurutnya, ialah bagaimana memandirikan masyarakat sesuai potensi dan konteksnya masing-masing. Ia menulis;</p><blockquote><p>"Pendidikan lalu mengarah kepada penyediaan tenaga kerja setengah jadi untuk kepentingan produksi barang-barang ekspor murah itu, sedang di saat yang sama ia dituntut pula untuk menyediakan sejumlah sangat kecil tenaga pengelola di tingkat tertinggi dunia usaha. Dengan demikian, dunia profesi dalam arti yang luas menjadi terlalaikan atau, kalau juga diberi perhatian, hanya terbatas pada sejumlah bidang yang ‘laku keras’ seperti kedokteran dan teknik. Sedangkan pendidikan untuk menghasilkan petani yang mandiri, usahawan kecil yang berswadaya, dan pengrajin yang dapat bersaing dengan barang impor boleh dikata tidak pernah dicapai. Padahal itu yang menjadi kebutuhan sebenarnya bagi masyarakat, dan diharapkan dapat dihasilkan oleh dunia pendidikan negara-negara yang belum lama merdeka."</p></blockquote><p>KEDUA: METODE PENDIDIKAN. Gus Dur menegaskan bahwa metode yang perlu ditempuh untuk menapaki arah memandirikan masyarakat ialah pendidikan yang membiasakan kemerdekaan belajar. Ia tuliskan;</p><blockquote><p>"Rakyat sebenarnya memiliki kekuatan potensial untuk membebaskan diri dari belenggu kemiskinan dan kepapaan akibat struktur masyarakat yang pincang. Kekuatan potensial itu bertumpu pada modal-modal kultural yang mereka miliki, salah satu di antaranya adalah kemampuan mendidik diri sendiri untuk melakukan pembebasan atas tenaga sendiri, dengan cara yang mereka pilih sendiri, dan sesuai dengan program yang mereka kembangkan sendiri."</p></blockquote><p>KETIGA: PENDIDIKAN ALTERNATIF. Gus Dur mewanti-wanti agar gagasan apapun yang datang dari luar musti ditinjau dan disesuaikan dengan konteks keindonesiaan. Termasuk pendidikan alternatif bernuansa pembebasan ala Freire. Menurutnya, inti sistem pendidikan alternatif bukanlah melawan kekuasaan yang ada, melainkan mengubah warga masyarakat dala orientasi dan pola hidup yang diikutinya. Maka metode paling pas di Indonesia adalah pendekatan kultural yang berupaya menghilangkan sekat horisontal dan relatif lambat, bukan pendekatan politis yang cepat dan mempertentangkan antar-kelas.</p><p>Gus Dur bahkan mewejangkan suatu kaidah penting bagi pegiat pendidikan alternatif;</p><blockquote><p>"Pada titik ini, sebuah ‘kaidah’ fundamental harus dipahami, yaitu fungsi komplementer antara program pemerintah dan program swasta/masyarakat, dalam artian masing-masing mengakui fungsi dampingan (counterparting functions) yang dimilikinya dalam ‘kerja bersama menyukseskan pembangunan’. .... Dalam pola ‘kerja sama’ seperti itu masing-masing menerima kehadiran yang lain sebagai esensial, namun pada saat yang sama memegang hak untuk mencari jalan sendiri sebagai varian lain dari pencarian ‘teman kolaborasi’nya itu."</p></blockquote><p>Nah, saya justru menyaksikan wujud nyata gagasan Gus Dur di tiga poin tersebut dalam praktik pendidikan di Qaryah Thayyibah. Yakni bagaimana arah pendidikannya ialah memerdekakan warga belajar, metodenya dengan musyawarah dan kemandirian belajar, serta tidak konfrontatif pada otoritas kekuasaan, bahkan memosisikan diri sebagai pelengkap dan penyempurna.</p><p>__</p><p>Salatiga, Nisfu Sya'ban 1445</p><p>*Artikel Gus Dur tersebut bisa dibaca di sini: <a href="https://gusdur.net/pembebasan-melalui-pendidikan-punyakah-keabsahan/">https://gusdur.net/pembebasan-melalui-pendidikan-punyakah-keabsahan/</a></p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-75836544914593582622024-01-04T18:44:00.000-08:002024-01-04T18:50:23.287-08:00Menjadi Guru Tanpa Mengajar [Kompas.id]<p><i>Kolom opini Kompas online berjudul "<a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2023/11/22/menjadi-guru-tanpa-mengajar?open_from=Section_Opini0" target="_blank">Menjadi Guru Tanpa Mengajar</a>"</i></p>
<p dir="ltr">”Boleh gabung di sini, yang penting tidak boleh mengajar,” ujar Ahmad Bahruddin, pendiri ”sekolah alternatif” setara SMP-SMA Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah (KBQT) Salatiga, Jawa Tengah, ketika penulis hendak bergabung sebagai ”pendamping” di komunitas tersebut. Prasyarat ini cukup dilematik sebab penulis merupakan sarjana pendidikan yang dilatih mengajar.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz8fzg468u13pmZlNcNig5PqAqYDnYmKnjeH4X0BSkIwamTDa9FP0FDPuwqKS2iQPHUD3p1m3kosH3DTRsAM-f_KjRZwGM1cPyldEI3PZUKLOknnF3w8l5isLcikoEJwluZ2H49Dqsscd7-1PY3_ly6PoZtK4D5Z0bXJlUiysE921C8NvfcoJuPt8Y-OE/s1280/IMG_20240105_093853_631.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="721" data-original-width="1280" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhz8fzg468u13pmZlNcNig5PqAqYDnYmKnjeH4X0BSkIwamTDa9FP0FDPuwqKS2iQPHUD3p1m3kosH3DTRsAM-f_KjRZwGM1cPyldEI3PZUKLOknnF3w8l5isLcikoEJwluZ2H49Dqsscd7-1PY3_ly6PoZtK4D5Z0bXJlUiysE921C8NvfcoJuPt8Y-OE/s16000/IMG_20240105_093853_631.jpg" /></a></div><br /><p dir="ltr">Guru identik dengan tugas pengajaran, yakni proses transfer pengetahuan satu arah kepada murid. Meskipun strategi dan metodenya bisa berbagai cara, tetap saja posisi guru sebagai pusat dan sumber pengetahuan sangat dominan dalam praktik persekolahan. Hal ini sangat berbeda dengan praktik yang dilakoni para pendamping di KBQT. Tahun pertama gabung di komunitas ini, penulis lebih banyak menyimak dan mengamati untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan ”Kalau tidak boleh mengajar, lalu ngapain?”.</p>
<p dir="ltr">Ternyata menahan diri untuk tidak mengajar justru lebih menantang dan lebih berat daripada mengajar. Baru di tahun kedua penulis bisa memahami dan melakoni peran sebagai pendamping belajar. Pada titik ini penulis mulai paham maksud prasyarat ”tidak boleh mengajar”, yakni agar guru tidak mendominasi proses belajar sebagai satu-satunya sumber pengetahuan dan kebijakan.</p>
<p dir="ltr">Ada dua prinsip utama praktik pendidikan di KBQT. Pertama, pemosisian murid sebagai pelaku utama proses belajar sehingga ia harus aktif. Kedua, proses belajar yang sesuai dengan realitas dan konteks kehidupan, baik keminatan dan potensi pribadi maupun kondisi lingkungan sekitar. Dua prinsip inilah yang menjadikan guru sekadar sebagai pendamping, yang tugasnya sesuai dengan sebutannya; mendampingi kegiatan belajar murid-muridnya.</p>
<p dir="ltr">Siswa Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah belajar dengan cara berdiskusi dengan rekan sekelas di tempat belajar mereka di Kelurahan Kalibening, Tingkir, Salatiga, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.</p>
<p dir="ltr"><b>Pendampingan belajar</b></p>
<p dir="ltr">Berdasarkan pengalaman menjadi pendamping di KBQT, penulis bisa simpulkan bahwa tugas guru sebagai pendamping belajar ada tiga, yaitu memberi dorongan belajar (motivasi), menemani dan membantu proses belajar (asistensi), serta memberi penghargaan atas hasil belajar (apresiasi). Maka praktis, mengajar dan kemampuan mentransfer pengetahuan bukanlah tugas pokok dan fungsi utama bagi guru di sini. Tentu saja muncul pertanyaan; jika tugas utama guru bukan mengajar, lalu bagaimana murid mempelajari sesuatu?</p>
<p dir="ltr">Jawabannya jelas bisa ditebak; murid belajar secara mandiri, baik secara individu maupun berkelompok. Mereka belajar sesuai dengan minat dan kemauan masing-masing. Apa yang mau dipelajari dan dikuasai serta bagaimana proses dan penilaiannya mereka putuskan sendiri. Melalui skema tersebut, maka tiga aspek utama dalam kurikulum pendidikan, yakni perencanaan proses belajar, eksekusi pembelajaran, dan evaluasi hasil belajar mereka laksanakan secara mandiri. Inilah wujud nyata atas teori yang dikenal sebagai pembelajaran metakognisi.</p>
<p dir="ltr">Proses belajar yang aktif dan mandiri oleh murid hanya bisa diimbangi oleh pendampingan belajar yang memerdekakan oleh guru. Kalau guru masih mendikte, membatasi, dan menyeragamkan, tentu kemandirian belajar murid menjadi tidak ada artinya. Kalau guru masih berposisi sebagai sumber utama pengetahuan di kelas, tentu kemerdekaan belajar murid hanya akan jadi slogan belaka. Maka, pendamping belajar harus steril dari watak mendominasi kelas dan serba menyeragamkan.</p>
<p dir="ltr">Praktik pendampingan belajar semacam ini sesuai dengan konsep-konsep pendidikan aktif-progresif yang memosisikan murid sebagai manusia merdeka dan memiliki potensi yang khas. Misalnya teori pendidikan among ala Ki Hadjar Dewantara yang melandaskan praktik belajar kepada dua hal, yaitu kemerdekaan dan kodrat alam. Maksudnya, setiap murid berhak merdeka dalam proses belajar untuk mengeksplorasi potensi dirinya masing-masing (Dewantara: 1977). Tentu hal ini hanya bisa terwujud jika guru tidak bertindak sebagai pengekang dan pendikte yang mendominasi proses belajar.</p>
<p dir="ltr">Apalagi jika merujuk teori Paulo Freire tentang pendidikan kritis bahwa setiap murid harus berperan aktif dalam pembelajaran, tidak pasif, dan sekadar menampung pengetahuan dari guru (Freire: 1970). Maka, guru harus mau memosisikan diri setara dengan muridnya sebagai pendamping belajar sehingga proses dialog bisa berlangsung efektif. Hal ini sulit terwujud jika guru terus-menerus memakai bank style dalam proses belajar.</p>
<p dir="ltr">Demikian juga teori Howard Gardner tentang Multiple Intelegences bahwa setiap murid memiliki delapan potensi kecerdasan yang berbeda dan tak bisa diukur hanya dengan satu cara penilaian. Perbedaan ini butuh pendekatan yang berbeda pula sesuai jenis kecerdasan itu sendiri (Gardner: 1993). Maka jelas, guru harus berperan sebagai pendamping belajar untuk mendorong siswa agar bisa mengoptimalkan potensi kecerdasannya dengan cara masing-masing. Tujuan ini jelas tak bisa tercapai jika guru selalu menyeragamkan materi ajar, cara belajar, hingga metode penilaian.</p>
<p dir="ltr"><b>Merdeka Belajar</b></p>
<p dir="ltr">Gerakan Merdeka Belajar yang sudah menggema sejak beberapa tahun lalu adalah momentum perubahan paradigma para guru dari pengajar menjadi pendamping belajar. Melalui gerakan ini, sekolah, guru-guru, dan muridnya bebas berinovasi dalam proses belajar. Guru dianjurkan untuk tidak menerapkan teacher centered learning yang mana kegiatan belajar berpusat pada guru.</p>
<p dir="ltr">Ujian Nasional (UN) sudah diganti asesmen, Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) sudah dileluasakan kepada tiap entitas sekolah, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) sudah disederhanakan, bahkan penerapan Kurikulum Merdeka pun ada keleluasaan pilihan. Tinggal bagaimana mengubah paradigma para guru dan lembaga sekolah agar tidak selalu melihat dirinya sebagai pusat semesta pembelajaran, tetapi sekadar sebagai pendamping bagi aktor utama proses belajar, yakni murid-muridnya.</p>
<p dir="ltr">Sebenarnya tanpa gerakan Merdeka Belajar sekalipun, paradigma pendampingan belajar adalah keniscayaan. Apalagi jika mempertimbangkan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Sumber-sumber pengetahuan begitu luas tersedia, informasi begitu mudah diakses, kecerdasan buatan mulai mengemuka, sehingga kemandirian belajar bukan hal yang aneh dan sulit. Selain itu, kemampuan metakognisi menjadi salah satu keharusan dalam pendidikan di abad ke-21 ini, selain pengetahuan, keterampilan, dan kemapanan karakter (Bialik & Fadel, 2015). Maka, guru yang masih berkutat pada pengajaran semata jelas ia akan tergerus zaman.</p>
<p dir="ltr">Jika paradigma guru sudah tereformasi, langkah selanjutnya adalah teknis penerapan pendampingan belajar di sekolah sesuai dengan jenjang kelas yang dihadapi, yakni bagaimana guru meleluasakan murid untuk menentukan target belajarnya, kemudian melaksanakan perencanaan tersebut, lalu mengevaluasi hasil belajar mandirinya itu. Serta bagaimana agar guru tidak lagi terbebani tugas mengajar dan formalitas berkas-berkas, tetapi agar ia bisa menikmati proses memotivasi, menemani, dan mengapresiasi pembelajaran mandiri murid-muridnya. Apakah bisa? Jelas bisa! Asal mau saja.</p>
<p dir="ltr">*<i>Penulis: Zia Ul Haq, Pendamping Belajar Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah Salatiga; Mahasiswa Program Pascasarjana Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta. Facebook/Instagram: ziatuwel</i></p>
<p dir="ltr">Editor: YOVITA ARIKA<br />
Link Kompas: <a href="https://www.kompas.id/baca/opini/2023/11/22/menjadi-guru-tanpa-mengajar?open_from=Section_Opini0">https://www.kompas.id/baca/opini/2023/11/22/menjadi-guru-tanpa-mengajar?open_from=Section_Opini0</a></p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-68397234313429743442023-12-21T03:02:00.000-08:002024-01-05T07:00:02.238-08:00Mbombong Anak Atas Tiap Potensinya - KBQTDiary #66<p>"Nggak usah resah kalau nilai di rapot anak nggak memuaskan," ujarku di hadapan para guru dan wali murid MI Tarbiyah Islamiyah Noborejo pada momen 'nampa rapot' akhir tahun pelajaran, 20 Desember 2023.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgCNzI32pb7ugqbyk37gJp6IztZnStdo2_0C29Q4Tz28TM3XUMfXHh6pb28MfAQvhN61tiCLVtsAs0DtOyDzdzgX4clorHavO1dXd4NKHLzNSB_Xp2hhXwAsru-Moez5JZcFzcJLJX49skANZsprQj3-EzjnixDW-LqdzW6gSCOC9BKORbO9EUOigO2vU/s1600/IMG-20231220-WA0004.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1066" data-original-width="1600" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhgCNzI32pb7ugqbyk37gJp6IztZnStdo2_0C29Q4Tz28TM3XUMfXHh6pb28MfAQvhN61tiCLVtsAs0DtOyDzdzgX4clorHavO1dXd4NKHLzNSB_Xp2hhXwAsru-Moez5JZcFzcJLJX49skANZsprQj3-EzjnixDW-LqdzW6gSCOC9BKORbO9EUOigO2vU/s16000/IMG-20231220-WA0004.jpg" /></a></div><p>"Anak njenengan suka dolanan karo pitik? Suka dandan? Suka penekan wit? Suka mbongkar pasang mainan? Suka ceriwis? Atau bahkan suka ngelamun menyendiri? Itu semua jenis-jenis potensi kecerdasan yang perlu dikenali, dikawal, dibombong, sukur-sukur difasilitasi. Minimal, tidak dipaido dan dibikin mati. Siiiaaaaap?!"</p><p>"Siaaaap!" seru ibu-ibu dan bapak-bapak dengan begitu bersemangat.</p><p>"Sebagai guru, kita ini kebanyakan membimbing dan kekurangan membombong," lanjutku, mengutip kata Pak Din, yang kata beliau dikutip dari Mokhtar Bukhari, "Orang membimbing punya perasaan sudah benar, sudah bisa, sudah pantas untuk kemudian mengatur orang yang dibimbing, yang dianggap masih salah. Sedangkan membombong itu menghargai proses yang dilalui anak dan menerima hasil yang ia capai."</p><p>Lalu kuutarakan bagaimana teori kecerdasan jamak (Multiple Intellegences) ala Howard Gardner bahwa tiap manusia punya delapan (disempurnakan jadi sembilan) jenis kecerdasan khas. Anak yang suka bergerak dia cerdas kinestetik, suka ngobrol berarti cerdas verbal, suka mikir dan menata pola berarti cerdas logis, suka hewan dan tumbuhan berarti cerdas natural, suka suka bergaul berarti cerdas interpersonal, suka merenung menyendiri berarti cerdas intrapersonal, suka bermusik berarti cerdas musikal, suka menggambar berarti cerdas spasial, suka ritual ibadah berarti cerdas eksistensial.</p><p>Jika memakai teori ini, maka tidak ada anak yang tidak cerdas. Tinggal bagaimana kita mbombong mereka, mendampingi mereka mengembangkan kecerdasannya. Untuk kemudian seiring bertambahnya usia mereka bisa tekun dan fokus di dalam bidang ia minati dan kuasai.</p><p>Jangan sampai anak-anak kita jadi seperti kita yang sebagian besar salah jurusan. Ssbagaimana hasil riset Irene Guntur yang menyimpulkan bahwa lebih dari 80% mahasiswa salah pilih jurusan. Sebab sejak dini mereka tidak paham apa kemampuan dan kemauannya.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzt29TxYZkBUNQ0k7Sg68mlXjH_Zb_4q564EeGL3OmxbiHyJEoO7CxUX6P3EK1aKEsZxzYeyTBF6fCczdKUergUD1PDTDIGZNxkeJ78th8YyoEH9DNCN5IdEAtS9jD-IryAABt1ej0Ibq1RGpfTihrpPclh5nzLDxiBK8TjsSIKTVZylfTMxRO0eKGqOk/s1597/IMG-20231220-WA0003.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1597" data-original-width="869" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgzt29TxYZkBUNQ0k7Sg68mlXjH_Zb_4q564EeGL3OmxbiHyJEoO7CxUX6P3EK1aKEsZxzYeyTBF6fCczdKUergUD1PDTDIGZNxkeJ78th8YyoEH9DNCN5IdEAtS9jD-IryAABt1ej0Ibq1RGpfTihrpPclh5nzLDxiBK8TjsSIKTVZylfTMxRO0eKGqOk/s16000/IMG-20231220-WA0003.jpg" /></a></div><br /><p>Mas Arfian Fuadi, sudah terbukti inovasi karyanya secara internasional melalui DTech Engineering. Makanya dia bisa bikin kampus teknik mesin dan produknya dipesan negara, meskipun "hanya" lulusan SMK.</p><p>Gus Bahaudin Nursalim, sudah terbukti nyata kealimannya dalam ilmu Quran melalui pengajian-pengajiannya yang tidak hanya otoritatif, tapi juga analitik. Makanya bisa diundang mengisi kajian Quran di kampus-kampus, meskipun "hanya" jebolan pesantren.</p><p>Kesamaan dari Mas Arfian dan Gus Baha adalah kesungguhan belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.</p><p>"Jadi, ibu bapak guru dan wali murid sekalian," ajakku, "Mari kita upayakan, bagaimana agar proses belajar bisa berpihak pada jenis kecerdasan khas tiap anak. Sehingga mereka bisa fokus dan sungguh-sungguh dalam belajar. Yang penting tujuan belajarnya jelas: manfaat. Dan itu bisa diukur dengan karya nyata."</p><p>Noborejo, 20-12-2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-49138024068641413782023-12-12T15:31:00.000-08:002024-01-05T07:00:14.139-08:00Guru Sebagai Pendamping Belajar - KBQTDiary #65<p>"Praktik pendidikan yang dicita-citakan Ki Hadjar Dewantara ya persis yang dilakukan Qaryah Thayyibah itu!" tutur-jujur Pak Iwan, ketua Yayasan Pendidikan Al-Kautsar Temanggung & pegiat Gerakan Sekolah Menyenangkan.</p><p>"Anak bisa mandiri belajar sesuai kenyataan hidup, berkolaborasi dengan lingkungan sekitar, dan berkembang sesuai kodratnya masing-masing. Tapi mungkin perlu ribuan langkah bagi persekolahan formal untuk mengejarnya. Kadohan. Jadi teman-teman guru di sekolah, yang penting saat ini kita mau geser dulu sudut pandang yang usang, yakni bagaimana menciptakan proses belajar yang membahagiakan bagi siswa-siswi kita," pungkasnya.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW9u6Dn_H_RL2ozjohl79Lgtn8YzYjWLAc7TDnU-M6BUVT7HDSHbuAUNxkZkl6VgXgS5ucIg_Gg6N9kGc9Z6lrLIww977nTXv-7F8AyNY_gJBRxsn-_zMso6MogKaJbLm0vc5vyxWScCr4F0qEeCKCd6EW2VQQ00-6_SX1o4TK1vK3CdWqo_3-Cf5jVcI/s828/IMG-20231213-WA0036~2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="588" data-original-width="828" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgW9u6Dn_H_RL2ozjohl79Lgtn8YzYjWLAc7TDnU-M6BUVT7HDSHbuAUNxkZkl6VgXgS5ucIg_Gg6N9kGc9Z6lrLIww977nTXv-7F8AyNY_gJBRxsn-_zMso6MogKaJbLm0vc5vyxWScCr4F0qEeCKCd6EW2VQQ00-6_SX1o4TK1vK3CdWqo_3-Cf5jVcI/s16000/IMG-20231213-WA0036~2.jpg" /></a></div><br /><p>Hari ini, 13 Desember 2023, aku berbagi cerita praktik baik pembelajaran merdeka ala KBQT di hadapan puluhan perwakilan guru SD sekabupaten Boyolali, ditansem bersama Gerakan Sekolah Menyenangkan dan Guru Penggerak. Dalam kesempatan ini kutegaskan dua hal.</p><p>Pertama, bahwa pendidikan yang baik dan benar adalah yang menumbuh-kembangkan, bukan mencetak. Kalau mau mencetak, membentuk, mematuhkan, dan menyeragamkan anak, itu namanya pelatihan.</p><p>Kedua, bahwa tugas utama guru di era generasi Alfa dan Merdeka Belajar ini bukanlah mengajari siswa, melainkan mendampingi mereka belajar. Guru, kalau sekadar berperan sebagai pengajar, akan tersingkir digerus teknologi. Namun guru sebagai pendamping belajar justru akan sangat diperlukan, takkan lekang sepanjang zaman.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFv2fkNQfRJ5IaW0ix7-bFxvBcOf3Mam2P2hpsttpxEFjgIwJtyHt_UvIjX0BWYzQxmwd1y8VCcU6tHJjwMtqOpyIk-fZlsFsDusMfEcTEFEqZPtCHrQ_1A7NxeCe2lVfMoV0_AP6_s-ehfp8tXy3n1cZgy-ViDJDVqtdMwZKdMB7r-FMudfZochAFdL8/s1600/IMG-20231213-WA0026.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1200" data-original-width="1600" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjFv2fkNQfRJ5IaW0ix7-bFxvBcOf3Mam2P2hpsttpxEFjgIwJtyHt_UvIjX0BWYzQxmwd1y8VCcU6tHJjwMtqOpyIk-fZlsFsDusMfEcTEFEqZPtCHrQ_1A7NxeCe2lVfMoV0_AP6_s-ehfp8tXy3n1cZgy-ViDJDVqtdMwZKdMB7r-FMudfZochAFdL8/s16000/IMG-20231213-WA0026.jpg" /></a></div><br /><p>Dalam kesempatan ini aku banyak belajar dari para peserta. Terutama bagaimana praktik Merdeka Belajar daei sudut pandang mereka selaku praktisi di sekolah formal. Juga tentang curhatan mereka tentang rangkap tugas, beban administrasi, capaian mengajar, kekakuan kepala sekolah, hingga tekanan wali murid yang bikin senewen. Ternyata tantangan reformasinya jauh lebih besar dibanding pelaku pendidikan merdeka di lembaga non-formal seperti kami.</p><p>Tapi yang jelas: kurikulum sudah merdeka, sekolah sudah boleh banget berinovasi, tinggal guru-gurunya mau gerak atau nggak dengan segala tantangannya, untuk berani mempraktikkan pembelajaran yang bermakna, berpihak pada anak, mendampingi belajar dan berkarya sesuai kecerdasan khasnya.</p><p>Silakan, bisa contek praktik-praktik baik pembelajaran ala KBQT. Semisal musyawarah agenda belajar, tawasi, hari ide, latsar, proyek karya, dan gelar karya. Yang jelas harus berlandaskan pada dua prinsip; pembelajaran dipusatkan pada anak, bukan dominasi guru, dan hasil belajarnya berupa karya nyata, bukan teori atau tes-tesan belaka. Kuyakin, para guru bisa!</p><p>Boyolali, Rabu 13 Desember 2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-54184355654342835202023-11-23T06:49:00.000-08:002024-01-05T07:00:27.621-08:00Ilmu Pendampingan Belajar - KBQTDiary #64<p>Serombongan orang datang ke Madinah untuk belajar kepada Imam Malik. Setelah beberapa lama, mereka pun pulang ke negara asal kecuali satu orang. Ia tidak ikut pulang. Orang-orang pun penasaran,</p><p>"Kamu nggak ikut pulang? Bukankah sudah khatam ngaji Muwattha' kepada Imam Malik?"</p><p>"Iya memang," jawab orang itu, "Saya sudah khatam kitab Muwattha'-nya Imam Malik. Tapi saya belum puas membaca diri Imam Malik."</p><p>Persis seperti yang dikatakan Habib Jindan tentang pengalamannya mondok di Tarim selama beberapa tahun. Beliau bilang bahwa selama mengaji, selain membaca kitab-kitab salaf, yang lebih pokok justru adalah membaca gurunya, Habib Umar bin Hafizh, sebagai ilmu yang hidup.</p><p>Begitulah. Pendidikan Islam bukan melulu tentang menuntaskan bacaan terhadap wahyu, tapi juga bagaimana menyerap cahaya ilmu dari sang pembawa wahyu. Ada proses yang disebut "suhbah", atau sepadan dengan kata "pendampingan" (companionship).</p><p>Ituah yang kubahas bersama teman-teman tamu dari Fakultas Tarbiyah Pendidikan Bahasa Arab 2022 UIN Raden Mas Said Surakarta dampingan Masdos Besut Suryanto al-Kartosuro. Selama dua hari mereka menyerbu Komunitas Belajar Qaryah Thayyibah untuk kuliah teori "Ilmu Pendampingan Belajar" 2 SKS.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4Rl790TnoHkes71XoQFG87jdU_wEHcnA3-Lf9ew7NOG74lozj2tBLZ5_4InuDKwy0AUJyXMdQYB7Sz5D_ir8uF4CHrAQUsFikJKdroQgwEH-zfksYj9xx4tIMfJyI-GCC5bC3erh-taIU8fjIXW3StKRxWFGnl4HReGn5QYwFL7L6QlxXmLresiiau8o/s1080/FB_IMG_1704457859118.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="810" data-original-width="1080" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi4Rl790TnoHkes71XoQFG87jdU_wEHcnA3-Lf9ew7NOG74lozj2tBLZ5_4InuDKwy0AUJyXMdQYB7Sz5D_ir8uF4CHrAQUsFikJKdroQgwEH-zfksYj9xx4tIMfJyI-GCC5bC3erh-taIU8fjIXW3StKRxWFGnl4HReGn5QYwFL7L6QlxXmLresiiau8o/s16000/FB_IMG_1704457859118.jpg" /></a></div><br /><p>Belajar bukan sebatas pengajaran sebagaimana dipraktikkan di kelas, tapi bagaimana kita menjadi sahabat untuk belajar bersama. Saling tanya-jawab, saling mengingatkan, saling mendengarkan, saling membaca satu sama lain.</p><p>Inilah cara belajar paling orisinil yang disebutkan melalui kisah para nabi di dalam Quran, sekaligus menjadi sunnah Nabi Muhammad. Sebagaimana beliau memosisikan pengikutnya sebagai SAHABAT.</p><p>Tidak semua guru bisa mengajar dengan baik maupun memberi teladan. Termasuk saya. Tapi semua guru pasti bisa mendampingi, yakni sekadar menemani anak berproses. Berupa obrolan, perhatian, dan interaksi alamiah lainnya. Dengan syarat; mau hadir dan mau setara.</p><p>Sayangnya, dalam budaya pendidikan kita, proses pendampingan ini tak begitu diperhatikan. Tidak seperti pengajaran, yang bahkan ada jurusan kuliah dan profesinya.</p><p>Di zaman ini, ketika anak-anak sudah lebih gesit menggali pengetahuan dan keterampilan mereka sendiri, sudah saatnya guru berevolusi dari "pengajar" (teacher; mudarris) menjadi "pendamping belajar" (companion; sahabat). Sebagaimana dilakukan para nabi terdahulu.</p><p>Apalagi di zaman sekarang, ketika Merdeka Belajar lantang digaungkan. Merdeka belajar takkan terwujud selama paradigma gurunya belum pindah dari "beban mengajar" menuju "peran pendampingan belajar". Sedangkan tugas utama pendamping belajar ada tiga. Yakni memotivasi, mengasistensi, dan mengapresiasi.</p><p>Hal yang kuanggap unik di KBQT adalah totalitas dalam pemosisian anak sebagai aktor utama pembelajaran. Padahal itulah resep utama Merdeka Belajar. Nah, pemerdekaan semacam ini tidak bakal efektif kalau dipasangkan dengan pengajaran. Kontraproduktif.</p><p>Kemerdekaan belajar baru bisa terwujud penuh bila ditandem dengan pendampingan belajar. Maka guru perlu memahami posisinya sebagai pendamping belajar, yang ternyata bukan skill yang bisa dikuasai hanya dengan mengubah pola pikir. Butuh latihan, butuh pembiasaan.</p><p>"Anda tidak bisa tiba-tiba jadi pendamping belajar hanya dengan ngobrol sama saya sejam di sini," ungkapku, "Padahal selama belasan tahun Anda diperlakukan sebagai obyek pengajaran, pasti Anda pun akan dipenuhi hasrat untuk mengajari murid-murid Anda. Bahkan saya pun butuh satu tahun penuh di sini untuk memahami bagaimana sebenarnya ilmu pendampingan itu."</p><p>Kukira, Ilmu Pendampingan Belajar ini musti ditularkan secara aktif dan masif. Syukur-syukur bisa jadi mata kuliah di fakultas-fakultas pendidikan sebagai bekal para calon guru masa depan. Kebetulan lagi kutulis naskah buku tentang landasan, tujuan, tahap, dan teknik pendampingan belajar. Semoga bisa terbit tahun ini. Amin.</p><p>23 November 2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-85115310163994129742023-11-17T14:08:00.000-08:002024-01-04T14:12:28.462-08:00Jagongane Wong NU<p>Berikut ini beberapa jenis majlis (jagongan), hasil pengamatanku, yang digelar warga nahdliyyin berdasarkan dominasi isi acaranya. Yakni Majlis Taklim, majlis Quran, Majlis Dzikir, dan Majlis Sholawat.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBHrjS0FAprRC0NcvnDN_MKbzlGfjWVD7u2hABZPWEADLpgDjAo516wRMAYyybeNRDN-9Qzmo0Z8Hd0fRicpX52H8Bd4F5RAmEPA-efbHnr5VNYYISHcm5rIoDJT3Il6rsyz41Td8s_oPu7PPn_b0903dcAR9aCQLpTh-Ae6cZ8bO3fPA75ErbrAux9lA/s1080/FB_IMG_1704406053726.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1080" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhBHrjS0FAprRC0NcvnDN_MKbzlGfjWVD7u2hABZPWEADLpgDjAo516wRMAYyybeNRDN-9Qzmo0Z8Hd0fRicpX52H8Bd4F5RAmEPA-efbHnr5VNYYISHcm5rIoDJT3Il6rsyz41Td8s_oPu7PPn_b0903dcAR9aCQLpTh-Ae6cZ8bO3fPA75ErbrAux9lA/s16000/FB_IMG_1704406053726.jpg" /></a></div><br /><p><br /></p><p><b>MAJLIS TAKLIM</b></p><p>- Pengajian Rutin; berupa kajian keislaman bersama kiai/ustadz. Biasanya berupa penjelasan isi kitab-kitab para ulama terdahulu yang diselenggarakan secara rutin, entah pekanan atau bulanan.</p><p>- Pengajian Umum; biasa disebut "tabligh akbar", berupa penyampaian ajaran Islam secara global yang digelar pada momen-momen tertentu, semisal hari spesial Islam atau hari spesial pribadi/ kelompok. Seperti Maulid Nabi, Isra Mi'raj, Nuzulul Quran, Tahun Baru Hijriah, Wisuda Khataman, Haflah Akhirusanah, atau Haul.</p><p><b>MAJLIS QURAN</b></p><p>- Tadarusan; sebenarnya 'tadarus' artinya 'belajar bareng', tapi lazimnya tadarusan berarti kegiatan membaca Quran bersama-sama secara bergantian atau estafet. Biasanya digelar pada malam-malam bulan Ramadan.</p><p>- Simakan; pembacaan Quran dari awal sampai akhir, atau beberapa juz, oleh satu atau beberapa penghapal Quran dalam suatu momen.</p><p>- Muqoddaman; berupa pembacaan Quran dengan cara dibagi-bagi juznya sesuai jumlah hadirin.</p><p>- Yasinan; membaca surat Yasin secara bersama-sama. Ada juga Waqiahan, Kahfian, Baqorohan, dan lainnya sesuai surat yang dibaca.</p><p>- Tartilan; membaca Quran secara bersama-sama dan pelan-pelan secara rutin, baik oleh para penghapal Quran ataupun bukan.</p><p><b>MAJLIS DZIKIR</b></p><p>- Tahlilan; membaca rangkaian surat-surat Quran, zikir, dan doa bagi kerabat yang sudah wafat. Jenis tahlilan bisa digelar di rumah, masjid, mushalla, atau kuburan sambil berziarah.</p><p>- Istighotsah; membaca rangkaian zikir dan doa yang diajarkan Nabi, maupun susunan para ulama, untuk keperluan tertentu. Bisa juga disebut 'mujahadah' atau 'tirakatan'.</p><p>- Torekotan; berupa pembacaan rangkaian zikir dalam disiplin tarekat tertentu secara eksklusif. Biasanya dipimpin oleh seorang mursyid atau wakilnya.</p><p>- Rotiban; membaca susunan zikir yang direkomendasikan dalam hadits-hadits Nabi (ma'tsurat) secara rutin periodik, entah harian atau pekanan.</p><p>- Manaqiban; membaca prosa riwayat hidup dan keistimewaan tokoh tertentu, serta bertawasul dengan tokoh tersebut, misalnya Syekh Abdul Qodir al-Jailani.</p><p><b>MAJLIS SHOLAWAT</b></p><p>- Nariyahan; membaca shalawat nariyah sebanyak 6666x dengan pembagian sesuai peserta, biasanya dengan tujuan hajat tertentu. Ada juga nama lain, sesuai shighot shalawat yang dibaca, misalnya Ummiyan, Fatihan, atau lainnya.</p><p>- Maulid; pembacaan karya sastra tentang riwayat dan keistimewaan Nabi Muhammad. Penamaan acara bisa disesuaikan judul kitab yang dibaca, semisal Dibahan, Berjanjen, Burdahan, atau Duroran. Biasanya dilengkapi dengan ceramah agama dan ditutup makan bersama.</p><p>- Konser; belakangan ini lagi tren majlis sholawat semarak yang didominasi tetembangan. Biasanya kitab maulid hanya dibaca sedikit, sisanya lebih banyak lagu-lagu (nasyid) pepujian atau kasidah. Tamu utamanya pun penembang populer yang sepaket dengan grup penabuh rebana. Acara semacam ini biasanya jadi alternatif hiburan bagi masyarakat muslim awam.</p><p>Ada lagi?</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-70331292909234577702023-10-15T03:21:00.001-07:002023-10-21T03:44:33.939-07:00Dua Sayap Kelinci Terbang - KBQTDiary #63<p>Kemarin sore, aku sempat nguping para pendekar di UIN Raden Mas Said Solo yang berbincang tentang masalah kesehatan mental. Bahwa tingkat depresi anak muda, khususnya remaja usia sekolah, tahun-tahun ini sungguh sangat mengkhawatirkan.</p><p>Taraf depresi mereka tidak hanya berupa kecemasan dan kemurungan, tapi sudah sampai pada aksi menyakiti diri sendiri, bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Mendengar obrolan itu, semakin kuyakin bahwa sekolah adalah lembaga yang wajib pekerjakan psikolog. Atau minimal kerjasama untuk memberi layanan psikologi kepada siswanya. Syukur kalau mau upgrade kualitas guru BK setara psikolog profesional.</p><p>Lalu bagaimana solusinya? Salah satunya, dalam obrolan itu, adalah dengan menyegarkan dan meluaskan cara pandang generasi muda terhadap hidup. Misalnya dengan menyebarkan ajaran Kawruh Jiwa ala Ki Ageng Suryomentaram melalui berbagai media. Syukur kalau bisa jadi bahan diskusi bersama kawula muda di sekolah-sekolah dan ruang-ruang publik lain.</p><p>Nah, siang ini aku malah ketemu momen semacam itu. Yakni saat mendampingi teman-teman Kelas Literasi KBQT di acara bedah buku "Kelinci Terbang Ingin Pulang" , karya terbaru Mbak Galuh Ayu. Turut hadir Mas Sabar Subardi, pelukis kaki kenamaan Salatiga yang membedah buku ini dari sisi sastra. Juga ada Mas Emannuel Satyo, dosen psikologi UKSW yang membedah buku ini dari sisi kesehatan mental.</p><p>Mbak Galuh mencoba tegaskan bahwa 'kelinci' pun bisa 'terbang', dengan cita-citanya, harapannya, keinginannya, ambisinya. Namun ambisi itu jangan sampai menjadi bumerang yang justru membuat si kelinci jadi tidak bahagia, tidak menerima kegagalan. Tetap harus ada penerimaan atas keadaan, sepahit apapun.</p><p>Mas Sabar mengapresiasi karya ini sebab tidak menyinggung masalah disabilitas fisik, melainkan problem psikis yang bisa menghinggapi semua orang. Ia melengkapi dengan berbagi falsafah hidupnya. Bahwa; nikmatilah apa yang tersaji. Hadirlah di masa kini. Jangan terpuruk atas kesialan di masa lalu, jangan pula terlampau cemas atas apa yang belum terjadi.</p><p>Buku ini, kata Mas Satyo, jelas-jelas adalah buku psikologi yang dibungkus melalui cerita yang sangat menarik dan mudah dicerna oleh siapapun. Ia mendukung pesan-pesan Mbak Galuh dan Mas Sabar dengan mengutip ajaran-ajaran Ki Ageng Suryomentaram tentang penerimaan dan kemasakinian.</p><p>Obrolan ini mengingatkanku tentang konsep roja' dan khouf dalam ilmu tasawuf. Roja' ialah harapan, cita-cita, semangat merencanakan target dan tujuan. Sedangkan khouf adalah kewaspadaan, kesiapan menghadapi kegagalan, kepasrahan, penerimaan atas segala fakta dan keadaan. Dua hal itulah, kata para guru, yang bisa menjadi sayap yang aman bagi kita untuk menghadapi hidup. Agar selamat dan tetap terbang, tidak oleng dan terpuruk ke dalam jurang.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOsG_eGBe2KzVvdQrwVUhrW07qMNqYG_1yJ9MRuDkdHUVyPzXGTnzerNyzSGqgdy71jjeeIs9eLB90TddbmyAM1BWfqQJTsJC7OXIaoXuV9G4J9FVj8vdZVZmIev4roOHeU2h0wvPtJxlKTgM1EEP0iMIdL5FZiDbgM_SKknmvB3oaAC074Jv6TW6vyJY/s1600/IMG-20231015-WA0010.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="1200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiOsG_eGBe2KzVvdQrwVUhrW07qMNqYG_1yJ9MRuDkdHUVyPzXGTnzerNyzSGqgdy71jjeeIs9eLB90TddbmyAM1BWfqQJTsJC7OXIaoXuV9G4J9FVj8vdZVZmIev4roOHeU2h0wvPtJxlKTgM1EEP0iMIdL5FZiDbgM_SKknmvB3oaAC074Jv6TW6vyJY/s16000/IMG-20231015-WA0010.jpg" /></a></div><br /><p><br /></p><p>Hampir semua peserta acara ini adalah anak muda, Gen-Z, termasuk remaja KBQT yang kulihat sangat tersentuh dari ekspresi mereka. Lebih istimewa lagi, acara ini disuguhi monolog teatrikal dari Mbak Maya, yang sangat menghidupkan narasi cerita. Kulihat teman-teman terhanyut berkaca-kaca.</p><p>Kuharap Mbak Galuh bisa safari bedah buku ini di sekolah-sekolah, kampus-kampus, pesantren-pesantren, untuk menjadi cahaya bagi mereka yang mungkin sedang merasa gelap gulita.</p><p>Salatiga, 15 Oktober 2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-17838571528290285922023-10-11T08:33:00.004-07:002023-10-11T08:33:36.587-07:00Mencegah Perundungan (Bullying) di Sekolah - KBQTDiary #62<p>Geram rasanya melihat video beberapa siswa menghajar siswi yang duduk tak berdaya. Apalagi baca berita seorang siswi jadi buta sebab dianiaya temannya, seorang siswa kritis dirundung kawannya, bahkan seorang guru mati dibacok siswanya.</p><p>Selain karena problem psikologis pelaku, perundungan terjadi -salah satunya- sebab faktor relasi kuasa yang tidak sehat. Senior merasa lebih berkuasa atas junior, cowok merasa lebih berkuasa atas cewek, yang kekar merasa lebih berkuasa atas yang kerempeng, yang berduit lebih berkuasa dari yang kere, guru merasa lebih berkuasa atas siswa, pribumi lebih berkuasa dari pendatang. Atau sebaliknya.</p><p>Geram karena kasus beginian selalu terjadi, bahkan sampai ke level fatal; cacat permanen, gangguan jiwa, bahkan kematian. Langkah yang diambil pun selalu top-down berupa penyuluhan dan semisalnya. Bukan langkah yang diupayakan dari akar; yakni budaya belajar yang apresiatif.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbZPym_szGw5Ulv7PTtHOBI9n3ScALKOW-R0dNZ5LDuo2uj0frW8fjTNJZwMMMAIIDSvqfANkC5SUw8udNDD5prpP1uZeHXJ0nxYrIltnh8ocHMYHedCkb2igsLhhGzvD5RVgpHbccT7htaAHOW5IWTthCZ8FiGGF__d205WrV1zbttGghsei6ASHB1cY/s4496/DSC_0017.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="4496" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjbZPym_szGw5Ulv7PTtHOBI9n3ScALKOW-R0dNZ5LDuo2uj0frW8fjTNJZwMMMAIIDSvqfANkC5SUw8udNDD5prpP1uZeHXJ0nxYrIltnh8ocHMYHedCkb2igsLhhGzvD5RVgpHbccT7htaAHOW5IWTthCZ8FiGGF__d205WrV1zbttGghsei6ASHB1cY/s16000/DSC_0017.jpg" /></a></div><br /><p><br /></p><p>Berikut ini langkah sederhana untuk mencegah perundungan dari akarnya, hasil pengalaman praktik baik pendampingan belajar di KBQT. Kebetulan beberapa di antara warga belajar di sini adalah siswa pindahan, yang mereka jadi korban perundungan di sekolah lamanya. Pengalaman traumatik mereka, alhamdulillah, terpulihkan di sini.</p><p>1. Relakan satu hari dalam sepekan untuk tidak menerapkan model pengajaran mata pelajaran yang terpusat pada guru. Tentu saja ini butuh kebijaksanaan dari kepala sekolah.</p><p>2. Sempatkan momen itu untuk diskusi kelompok atau musyawarah. Satu kelompok diisi maksimal 10 anak, dimoderatori satu pendamping (guru, siswa senior, wali murid, mahasiswa KKN, atau siapapun yang lebih dewasa).</p><p>3. Ajak anak-anak melingkar, ngobrol bebas atau tematik, bisa membahas ide, proyek karya, atau kejadian sekitar dan topik-topik yang lagi ramai.</p><p>4. Buat kesepakatan bersama terkait apa yang boleh dan tidak selama bermusyawarah. Setelah sebulan, kelompok bisa diacak dengan kelompok lain, sesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan.</p><p>5. Leluasakan anak-anak untuk menyuarakan isi kepala dan perasaannya. Apresiasi apapun yang mereka sampaikan. Guru pendamping sekadar jadi moderator saja, menengahi obrolan, dan mungkin menindaklanjuti hasil obrolan.</p><p>Sudah itu saja.</p><p>Sesederhana itu?</p><p>Ya! Memang sederhana!</p><p>Kalau mau ditambahi seminar atau workshop bersama psikolog, silakan saja. Tapi langkah paling utama adalah proses diskusi dan komunikasi yang sehat antarsiswa itu sendiri.</p><p>Sebab selama ini mereka terlalu lama berbaris di bangku menghadap papan tulis, sehingga lupa melingkar untuk saling berhadap-hadapan. Sebab selama ini mereka terlalu berlebihan mendengarkan, sehingga terabaikan untuk didengar.</p><p>Jika siswa terbiasa melingkar berhadapan secara setara, saling berbagi cerita, saling menyimak satu sama lain, maka emosi mereka tersalurkan. Potensi perundungan bisa ditekan serendah-rendahnya.</p><p>Apakah di KBQT tidak ada perundungan sama sekali? Ya tetap ada percikan-percikan yang menuju perundungan, baik secara verbal maupun fisik. Namun percikan itu selalu cepat terpadamkan melalui obrolan di tengah lingkaran. Semua problem dibahas dan diurai bersama-sama.</p><p>Yuk teman-teman pengelola sekolah, pesantren, komunitas, atau apapun, budayakan untuk mulai mendengarkan anak, tidak hanya ingin selalu didengarkan oleh mereka. Yuk kita juga perhatikan perkembangan mereka, tidak hanya mengejar perkembangan lembaga.</p><p>Bisa kok, gampang kok. Tidak butuh biaya tambahan. Tidak perlu anggaran atau fasilitas khusus. Bisa dilakukan dimanapun, kapanpun. Kalau masih bingung gimana mulainya, yuk kami bisa bantu!</p><p>Kalibening, Oktober 2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-55308767536405369032023-09-22T11:46:00.008-07:002023-09-23T02:47:47.170-07:00Wirid Terbaik; Rotibul Quran<p>WIRID artinya ritual ibadah yang menjadi rutinitas pada waktu-waktu tertentu. Bisa berupa bacaan Quran, rapalan zikir, salat-salat sunnah, mutalaah kajian kitab, ziarah kubur, atau lainnya.</p><p>Wirid dilakukan tentu saja sebagai sarana untuk berzikir. Sebagai 'jangkar batin' biar kapal kita tidak terombang-ambing diamuk ombak kehidupan. Sebagai 'mata air' untuk menyegarkan diri di tengah teriknya perjuangan. Sebagai 'lentera hati' sehingga tidak gelap dan pengap. Sebagai 'pepaes jiwa' sehingga mencorong bercahaya.</p><p>ROTIB artinya sesuatu yang terurut, maksudnya susunan zikir yang diurutkan atau dirangkai sebagai suatu wiridan.</p><p>HIZIB berarti kelompok, maksudnya rangkaian zikir yang dikelompokkan menjadi suatu wiridan, ya sama saja seperti rotib.</p><p>Lebih luas lagi, hizib bisa juga berarti bagian dari suatu rapalan zikir. Semisal bacaan Quran yang dibagi menjadi beberapa hizib, satu hizib bisa berisi 4-5 juz, untuk mempermudah mewiridkannya tiap hari.</p><p>Baik rotib, wirid, maupun hizib, biasanya dirangkai oleh para ulama terdahulu. Mereka dipercaya sebagai kekasih Allah (waliyullah) atas kealiman dan kesalehanya. Adapun isi rangkaian zikir itu bersumber dari ayat-ayat Quran dan hadits-hadits Rasululah shallallahu alaihi wasallam.</p><p>Sebut saja Rotib Aydrus, Rotib Atthas, Rotib Haddad, Rotib Kubro, Wirdul Latif, Wirdul Kabir, Hizb Nawawi, Hizb Jailani, Hizb Bahri, Jausyan, Dalailul Khairat, Tahlil, Manaqib, Ma'tsurat, dan banyak lagi. Nah, dari segala jenis wiridan itu, mana yang terbaik?</p><p>Pertama, tentu saja, adalah wiridan yang bersumber dari Quran dan hadits-hadits Nabi, secara tersurat ataupun tersirat.</p><p>Kedua, wirid yang didapatkan dari guru. Konon, para wali merangkai susunan zikir mereka sesuai dosis yang pas dengan kebutuhan.</p><p>Ketiga, yang bisa diwiridkan secara konsisten, sesuai dengan kondisi kita masing-masing. Bisa jadi kita dapat banyak ijazah wirid, tapi tak semua bisa diamalkan dengan rutin. Maka sebaiknya kita rutinkan yang paling bisa diistiqamahkan, sesuai kegiatan dan kesibukan masing-masing.</p><p>Gaman terbaik bukan yang paling besar ukurannya, atau paling indah ukirannya, melainkan yang rutin dirawat dan diasah.</p><p>Terlepas dari tiga kriteria itu, ada satu jenis wiridan yang 'lebih dari terbaik'. Yakni wirid Quran, berupa bacaan Quran yang dirutinkan di waktu-waktu khusus, konsisten setiap hari. Teknisnya bagaimana? Ya tinggal baca Quran saja, bisa dari hapalan atau bacaan, sesuai tata cara tajwid dan adab tilawah. Entah satu juz, setengah juz, seperempat juz, atau hanya satu halaman. Semampunya. Yang penting ada wirid Quran tiap hari.</p><p>Jadi, sebanyak apapun amalan ijazah wirid yang kita punya, entah zikir tahlil, tasbih, tahmid, istighfar, rotib, hizib, sholawat, dalail, maulid, dan lain-lain, tetap jadikan Quran sebagai wirid utama! Bahkan bagi wanita yang sedang berhalangan pun bisa tetap menyimak bacaan Quran sebagai 'ganti' wiridnya, atau merapal hapalan Quran -misalnya Yasin, Waqiah, atau lainnya- dengan niat membaca zikir.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb1jpBTSbzG0DkdBG0WEIb7oEyOEt0FizxdHZrx3ylSoksiuStk5ivjdVYIvQMOMwis3TsAxSLelxA9bjivwrlzdo_otZ8XbTYsyNf3oZVgywHBX7xc883JvSZHVFICRwnF9L6K509tGngufy4theWfWhDY97j3mlhGlvyxBMah0DLNAg3XJOi65yS1Q0/s1080/FB_IMG_1695408115669.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="810" data-original-width="1080" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhb1jpBTSbzG0DkdBG0WEIb7oEyOEt0FizxdHZrx3ylSoksiuStk5ivjdVYIvQMOMwis3TsAxSLelxA9bjivwrlzdo_otZ8XbTYsyNf3oZVgywHBX7xc883JvSZHVFICRwnF9L6K509tGngufy4theWfWhDY97j3mlhGlvyxBMah0DLNAg3XJOi65yS1Q0/s16000/FB_IMG_1695408115669.jpg" /></a></div><br /><p><b>ROTIB QURAN</b></p><p>Belakangan ini baru kusadari bahwa almarhum Romo Kiai Najib Krapyak dahulu kerap mewasiatkan satu rotib untuk jadi wiridan. Yaitu membaca Quran setiap hari, minimal sejuz, sehingga bisa khataman sebulan sekali.</p><p>Plus, beliau sudah menunjukkan suatu rangkaian tata cara pembacaannya, meskipun tidak pernah mengijazahkannya sebagai amalan khusus. Yakni dimulai dengan bacaan Fatihah, kemudian beberapa dzikir pembuka, lalu doa tilawah, selanjutnya mulai membaca Quran -misalnya satu juz, dengan tartil. Rangkaian ini persis seperti yang diamalkan Romo Kiai Najib setiap kali simakan malam Sabtu Wage.</p><p>Sebagai pelengkap, rangkaian ini bisa diawali dengan kasidah kalamun dan ditutup dengan shalawat Ismul A'zhom yang pernah beliau ijazahkan. Dengan urutan semacam itu, rangkaian wirid ini bisa kusebut sebagai "Rotib Quran".</p><p>Susunannya adalah sebagai berikut;</p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 10pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 31pt;">رَاتِبُ الْقُرْآنِ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 31pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 9pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">كَلامٌ قَدِيْـمٌ لاَ يُـمَلُّ سَماعُهُ # تَـنَـزَّهَ عَنْ قَوْلٍ
وَ فِعْلٍ وَ نِــيَّـةٍ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">بِهِ أَشْتَـفِيْ مِنْ كُلِّ دَاءٍ وَ نُورُهُ # دَلِيْلٌ لِقَلْبِـيْ
عِنْدَ جَهْلِــيْ وَ حَيْــرَتِـيْ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">فَيا رَبِّ مَــتِّعْنِـيْ بِـسِرِّ حُرُوْفِهِ # وَ نَوِّرْ بِهِ قَـلْبِـيْ
وَ سَـمْعِيْ وَ مُقْلَتِـيْ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">وَ سَهِّلْ عَلَيَّ حِفْظَهُ ثُمَّ دَرْسَهُ # بِـجاهِ
النَّبِي وَ اْلآلِ ثُـمَّ الصَّحابَةِ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 9pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">إلهي أنت مقصودي ورضاك مطلوبي إلى حضرة النبي المصطفى سيدنا محمد صلى
الله عليه وسلم ثم إلى حضرة آبائه وإخوانه من الآنبياء والمرسلين وعلى آلهم و أصحابهم
و الملائكة المقربين عليهم الصلاة والسلام شيء لله لهم الْفَاتِحَة</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 9pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيطَانِ الرَّجِيمِ. بِس</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">للَّهِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لرَّح</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مَٰنِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لرَّحِيمِ. </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ل</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">حَم</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">دُ لِلَّهِ رَبِّ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ل</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">عَٰلَمِينَ. </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لرَّح</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مَٰنِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لرَّحِيمِ. مَٰلِكِ يَو</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لدِّينِ. إِيَّاكَ نَع</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">بُدُ وَإِيَّاكَ نَس</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">تَعِينُ. </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ه</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">دِنَا </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لصِّرَٰطَ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ل</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مُس</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">تَقِيمَ. صِرَٰطَ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لَّذِينَ أَن</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">عَم</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">تَ عَلَي</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">هِم</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;"> غَي</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">رِ </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ل</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">مَغ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">ضُوبِ عَلَي</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">هِم</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt; mso-ascii-font-family: "Times New Roman"; mso-hansi-font-family: "Times New Roman";">ْ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;"> وَلَا </span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;">ٱ</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لضَّآلِّينَ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 9pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
رَسُوْلُ اللهِ ٣</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";">x<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ ٣</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";">x<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً
مِنْ لِسَانِي يَفْقَهُوا قَوْلِي ٣</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";">x<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ العَلِيِّ العَظِيْمِ ٣</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";">x</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p> </o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">أَللّهُمَّ بِالْحَقِّ أَنْزَلْتَهُ وَ بِالْحَقِّ نَزَلَ. أَللّهُمَّ
عَظِّمْ رَغَبَـتِي فِيـهِ وَاجْعَلْهُ نُوراً لِبَصَرِي وَ شِفآءً لِصَدْرِي وَ ذَهاباً
لِهَمِّي وَ حُـزْنِي. أَللّهُمَّ زَيِّنْ بِهِ لِسانِي وَ جَمِّلْ بِهِ وَجْهِي وَ
قُوَّ بِهِ جَسَدِي وَ ثَقِّلْ بِهِ مِيْزانِي وَارْزُقْـنِي حَقَّ تِلاوَتِهِ وَقَوِّنِي
عَلى طاعَتِكَ آناءَ الْلَّيْلِ وَ أَطْرافِ النَّهارِ وَاحْشُرْنِي مَعَ النَّبِيِّ
مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم وَ آلِهِ الأَخْيارِ</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 9pt;"> </span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 24pt;">تِلَاوَةُ الْقُرْآنِ تَرْتِيلًا<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 12pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p> </o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">أَللّٰهُمَّ إِنِّى أَسْـأَلُكَ بِاسْمِكَ الْأَعْظَمِ، الْمَكْتُوْبِ
مِنْ نُوْرِ وَجْهِكَ الْأَعْلَى الْمُؤَبَّدِ، الدَّائـِمِ اْلبَاقِى الْـمُخَلَّدِ،
فِيْ قَـلْبِ نَبِيِّكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ، وَأَسْـأَلُكَ بِاسْمِكَ الْأَعْظَمِ
الْوَاحِدِ، بِوَحْدَةِ الْأَحَدِ، اَلْمُتَعَالِيْ عَنْ وَحْدَةِ الْكَمِّ وَالْعَدَدِ،
الْمُقَدَّسِ عَنْ كُلِّ أَحَدٍ، وَبِحَقِّ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ،
قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدُ، اَللهُ الصَّمَدُ،لَمْ يَلِدْ وَلَم يُوْلَدْ، وَلَمْ يَكُنْ
لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ، أَنْ تُصَلِّيَ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ، سِرِّ حَيَاةِ الْوُجُوْدِ،
وَالسَّبَبِ الْأَعْظَمِ لِكُلِّ مَوْجُوْدٍ، صَلَاةً تُثَبِّتُ فِىْ قَلْبِيَ الْإِيْمَانَ،
وَتُحَفِّظُنِي الْقُرْأنَ، وَتُفَهِّمُنِيْ مِنْهُ الْأيَاتِ، وَتَفْتَحُ لِيْ بِهَا
نُوْرَ الْـجَنَّاتِ، وَنُوْرَ النَّعِيْمِ، وَنُوْرَ النَّظَرِ إِلَىٰ وَجْهِكَ الْكَرِيْمِ،<o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;">وَعَلَى ألِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِّمْ</span></b><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><span dir="LTR"></span><span dir="LTR"></span>.</span></b><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 14pt;"><o:p></o:p></span></b></p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 7pt;"> </span></b></p><p>
</p><p align="center" class="MsoNormal" dir="RTL" style="direction: rtl; line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 21.3pt; margin-right: 20.05pt; margin-top: 0cm; margin: 0cm 20.05pt 0cm 21.3pt; text-align: center; unicode-bidi: embed;"><b><span lang="AR-SA" style="color: #006600; font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh"; font-size: 10pt;">نقل هذا الراتب من ترتيب الاذكار قبل استماع القرأن لشيخنا محمد
نجيب الكرفياكي وكتبه ضياء الحق</span></b><b><span dir="LTR" style="color: #006600; font-size: 10pt; mso-bidi-font-family: "KFGQPC Uthman Taha Naskh";"><o:p></o:p></span></b></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYKe9dkoI5NFzTiKsvnoXm2vgBLJ_1JIxzep1lXhhoa7QMyJALm6dyKGgi23cuYS0AAuisIjPcydKLcmj-X0FJitouu7zfPY9KsY_-5g0yCt4Sa0JELrUqY8FrdoGNq75sy4zQWFcJ-LRIxUJ3T297KMi1QHjyNXNzdUijGLY0qKZykgGDUQZEs8eG6ec/s2339/%D8%B1%D9%8E%D8%A7%D8%AA%D9%90%D8%A8%D9%8F%20%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%82%D9%8F%D8%B1%D9%92%D8%A2%D9%86%D9%90.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2339" data-original-width="1654" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgYKe9dkoI5NFzTiKsvnoXm2vgBLJ_1JIxzep1lXhhoa7QMyJALm6dyKGgi23cuYS0AAuisIjPcydKLcmj-X0FJitouu7zfPY9KsY_-5g0yCt4Sa0JELrUqY8FrdoGNq75sy4zQWFcJ-LRIxUJ3T297KMi1QHjyNXNzdUijGLY0qKZykgGDUQZEs8eG6ec/s16000/%D8%B1%D9%8E%D8%A7%D8%AA%D9%90%D8%A8%D9%8F%20%D8%A7%D9%84%D9%92%D9%82%D9%8F%D8%B1%D9%92%D8%A2%D9%86%D9%90.jpg" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div>Sejak beberapa pekan lalu, kuubah rutinitas nderes sesuai urutan Rotib Quran ini, dan kurasakan energi keayemannya luar biasa. Mungkin karena wirid ini sesuai dengan tiga kriteria 'wirid terbaik' di atas. Untuk kuantitas tilawahnya bisa satu juz, atau minimal seperempat juz jika sedang payah atau lelah. Untuk niatnya, kusertakan doa demi kesejahteraan keluarga, keselamatan umat, dan keberuntungan anak-cucu. Semoga bisa istiqamah sampai mati.<div><br /></div><div>Amin.<p>Kalibening, Mulud 1445 H.</p></div>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-30470140143323634742023-09-22T09:26:00.006-07:002023-09-23T01:28:55.129-07:00Tawaran Untuk Persekolahan di Indonesia #KBQTDiary (61)<p>Ada empat tahap penerapan Kurikulum Merdeka bagi satuan pendidikan sesuai kemampuan dan kondisi. Tahap pungkasan adalah ketika sekolah bisa menyusun kurikulumnya sendiri. Nah, di KBQT malah sudah melampaui itu, sebab setiap individu warga belajarlah yang menyusun kurikulumnya sendiri.</p><p>Begitu kira-kira yang kusampaikan di tengah forum pleno Badan Akreditasi Nasional PAUD Dikdasmen tempo hari (Selasa, 19/9/2023), yang dituanrumahi Pak Bahruddin (pendiri KBQT) dan dimoderatori Pak Totok (Ketua BAN PDM Kemendikbud RI)</p><p>Setelah selesai bercerita, ada banyak pertanyaan penting yang diajukan dari peserta pleno terkait praktik belajar ala KBQT. Namun karena waktu yang singkat, sedangkan masih ada Mas Arfian Fuadi (DTech Engineering) dan Bu Tri Mumpuni (BRIN) yang belum bicara, maka pertanyaan-pertanyaan itu tak sempat kutanggapi.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiymWVTzAYPa5b7f1MOmJfn1DGAp3qYUiPCITPdbUtlEDgzbMlUEpoB4xGqo2JkcCFx2A1IM8jJwQSOMc2CAaprFNWxItAbXCnlez3MCQxFyfCdZwbUx0dbXKm64-GwXi8z4vJo7nkj3fk8lIqylBgZxHVewXWngWHfFtRtRt5xCco2LncAKPCjWhpxi5k/s1920/Screenshot_20230922-232439.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1920" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiymWVTzAYPa5b7f1MOmJfn1DGAp3qYUiPCITPdbUtlEDgzbMlUEpoB4xGqo2JkcCFx2A1IM8jJwQSOMc2CAaprFNWxItAbXCnlez3MCQxFyfCdZwbUx0dbXKm64-GwXi8z4vJo7nkj3fk8lIqylBgZxHVewXWngWHfFtRtRt5xCco2LncAKPCjWhpxi5k/s16000/Screenshot_20230922-232439.png" /></a></div><br /><p>Melalui catatan ini, kucoba sedikit menanggapi pernyataan dan pertanyaan yang masih kuingat.</p><p><b>"SEBAGAI PKBM YANG ANAK-ANAKNYA MENYUSUN KURIKULUM SENDIRI BAHKAN MELAKUKAN EVALUASI SENDIRI, APAKAH KBQT JUGA MENGGUNAKAN STANDAR-STANDAR YANG SUDAH DIBUAT OLEH BADAN AKREDITASI?"</b></p><p>Sejak awal berdiri, sekitar 20 tahun lalu, sebagai lembaga pendidikan nonformal KBQT belum terakreditasi sebab tidak layak. Meskipun pendirinya sudah jadi anggota BAN.</p><p>Kenapa tak layak? Karena instrumen akreditasi saat itu berfokus pada hal-hal administratif. Tentu saja KBQT tidak akan pernah layak jika akreditasi melulu menilai kesediaan meja-kursi, papan tulis, dan plang nama.</p><p>Barulah pada tahun 2022 kemarin, ketika instrumen akreditasi sudah direformasi dengan fokus pada performa, KBQT akhirnya terakreditasi A (unggul). Bagaimana tidak, lha wong karyanya seabreg.</p><p>Untungnya, kegiatan-kegiatan dan karya-karya yang terlahir dari KBQT terdokumentasi dengan apik. Berupa foto, video, maupun cetak, tersimpan di komoputer ataupun terunggah di internet. Semua dokumentasi itu sangat membantu proses visitasi asesor tahun lalu.</p><p>Nah, uniknya, saat asesor menyodorkan 4 poin performa sesuai standar-standar akreditasi terbaru untuk PAUD-PNF, KBQT bisa memenuhi semua poin itu dengan komplit sesuai dokumentasi yang ada. Yakni poin kompetensi peserta didik dan lulusan, poin kebermaknaan bagi masyarakat, poin responsif terhadap kebutuhan warga belajar, serta poin inovasi dan kepeloporan.</p><p><b>"KEMERDEKAAN BELAJAR DI KBQT APAKAH BISA DIREPLIKASI DI TEMPAT LAIN, TERUTAMA DI LINGKUNGAN PERSEKOLAHAN FORMAL?"</b></p><p>KBQT tidak punya gedung yang bagus, ruang kelas yang lengkap, laboratorium yang canggih, apalagi gelora olah raga dan kolam renang. Tapi anak-anak tetap bisa manfaatkan embung Senjoyo jadi kolam renang, lapangan Kalibening jadi GOR, pendopo kelurahan jadi kelas, dan sawah jadi laboratorium. Sedangkan fasilitas paling mewah yang dimiliki KBQT adalah kemerdekaan belajar.</p><p>Justru karena model belajar ala KBQT tidak tergantung pada fasilitas fisik dan keahlian sosok, ia bisa direplikasi dimanapun, seterpencil apapun daerahnya. Bahkan gaya belajar semacam ini tidak hanya cocok untuk lingkup komunitas belajar nonformal, tapi bisa juga diterapkan di lembaga satuan pendidikan formal. Ya kalau mau.</p><p>Tapi memang sekolah formal menghadapi tantangannya sendiri. Selama budaya pendidikannya masih menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran, serta penyeragaman mata pelajaran sebagai proses belajar, maka merdeka belajar yang efektif dan inovatif akan lebih lambat terwujud.</p><p>Syarat utama merdeka belajar ala KBQT adalah pemosisian murid sebagai aktor utama proses belajar. Bukan guru, sekolah, apalagi pemerintah. Keberadaan guru pun bukan menjadi pengajar atau sumber pengetahuan, melainkan sekadar menjadi pendamping belajar yang bertugas memotivasi, menemani, dan mengapresiasi.</p><p><b>"KBQT MENJADI SOLUSI BAGI ANAK-ANAK YANG TIDAK COCOK DENGAN NUANSA BELAJAR AKADEMIK DAN TERSTRUKTUR."</b></p><p>Banyak juga sih warga KBQT yang senang belajar akademik. Seperti matematika, sains, biologi, sejarah, psikologi, dan lainnya. Bedanya, mereka mendalami pelajaran itu atas keminatan mereka sendiri, serta membuat struktur belajarnya sendiri.</p><p>Mereka yang lebih senang belajar keterampilan praktis seperti musik, kerajinan tangan, olahraga, fotografi, atau film juga bukan berarti tidak terstruktur. Mereka menciptakan alur dan strukturnya sendiri.</p><p>Intinya, mau akademik atau skill praktik, warga belajar KBQT secara aktif menciptakan struktur belajarnya sendiri. Mereka tidak menjadi siswa yang pasif dan menjalani struktur yang dibuatkan otoritas persekolahan.</p><p>"<b>APA SARAN YANG BISA DITAWARKAN UNTUK BADAN AKREDITASI DAN PERSEKOLAHAN FORMAL?"</b></p><p>Untuk badan akreditasi, sudah sangat baik untuk tidak terlalu mencampuri dan menstandarkan segalanya, sampai kepada hal-hal detil yang tidak prinsip. Sebagaimana reformasi akreditasi yang sudah berlaku di BAN PAUD-PNF periode yang lalu. Ketika instrumen akreditasi lebih menagih performa, maka semua satuan pendidikan seindonesia akan berlomba menunjukkan performa terbaiknya.</p><p>Untuk persekolahan, segeralah beranikan diri untuk merdeka belajar. Mumpung lagi diberi kesempatan yang sangat luas. Minimal, buatkan momen khusus bagi siswa untuk membuat target belajarnya sendiri, atau untuk berbagi ide atas masalah riil yang dihadapi, atau untuk menyusun proyek karya sesuai minat dan bakatnya.</p><p>Gampang kok! Tidak susah. Luangkan waktu sehari dalam sepekan untuk kegiatan merdeka semacam itu. Bagi tugas satu guru menemani 10-15 siswa sebagai pendamping. Kalau sudah dimulai, lihat saja, kegiatan itu akan jadi bola salju yang terus menggelinding, membesar, hingga melonjakkan kreativitas dan inovasi siswa di sekolah! Tak percaya? Buktikan saja!</p><p>___</p><p>Kalibening, 22 September 2023</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-60657329370998280962023-09-10T19:21:00.004-07:002023-09-10T19:21:47.873-07:00Sufi Eskapis x Sufi Solutif<p>Tasawuf adalah ajaran "eskapisme" yang cenderung mengajak pelakunya untuk kabur (escape) dari realita sosial, dan menyendiri ke dalam kepuasan batinnya sendiri dalam balutan spiritualitas. Begitu kira-kira gugat seorang pengaku "mantan sufi" dalam video pendeknya, sambil menyinggung konferensi para sufi internasional di Pekalongan.</p><p>Entah pintu tasawuf mana yang ia masuki, lingkaran para sufi bagaimana yang ia pergauli, kitab tasawuf apa yang ia pelajari, daerah mana dan tokoh siapa yang ia kunjungi, sehingga muncul kesimpulan semacam itu. Ya terserah saja. Itu pengalaman empiris pribadinya.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhN576_i0KSUhuMeBbXfOG8f6rp2q_kS3iTWYB6DhLEjZAn_bM6iUCrRGG1stjZyDWWzJQ_2KTaow_Ot4kwefQfUrsswNFC6StfSL3UocRtDMDzvQmVrxA7ZfbWbWKs6gHnkc1yz49ZPuBspEJwpEtJ5BwsQoNWVWC1Q6AJFbH2TAu00QyXbWl79u-hs-c/s1001/_MG_2377.JPG" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="667" data-original-width="1001" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhN576_i0KSUhuMeBbXfOG8f6rp2q_kS3iTWYB6DhLEjZAn_bM6iUCrRGG1stjZyDWWzJQ_2KTaow_Ot4kwefQfUrsswNFC6StfSL3UocRtDMDzvQmVrxA7ZfbWbWKs6gHnkc1yz49ZPuBspEJwpEtJ5BwsQoNWVWC1Q6AJFbH2TAu00QyXbWl79u-hs-c/s16000/_MG_2377.JPG" /></a></div><br /><p>Mendengar video pendek itu, naluriku langsung tidak setuju. Tasawuf bukan candu untuk mencapai ekstase, nge-fly, dan kabur dari realita. Tasawuf bukan melulu ritual, nyanyian, tarian, penampilan. Tasawuf adalah akhlak kepada Tuhan maupun kepada makhluk-Nya. Setidaknya itu yang kupahami dari ajaran para guru.</p><p>Namun kukira ia tak sepenuhnya salah. Sebab mungkin memang ada pelaku tasawuf eskapis semacam itu yang -sayang sekali- lebih nampak di permukaan dibandingkan para pelaku tasawuf solutif. Tasawuf yang menjadi solusi problem umat, atau minimal problem kehidupannya sendiri.</p><p>Kita lebih mengenal Imam Al-Ghazali sebagai kiblat tasawuf sunni dengan Ihya-nya. Tapi mungkin tidak tahu bahwa beliau berhasil menengahi konflik keagamaan antar-mazhab maupun antara fuqaha dan sufi, yang dahulu kerap bentrok dan baku hantam.</p><p>Kita lebih mengenal Syekh Abdul Qodir al-Jailani sebagai sosok sakti dengan segala keramat melalui manaqibnya. Tapi tidak tahu bahwa beliau adalah tokoh sentral jejaring reformer sosial di masanya. Sehingga melalui kaderisasi yang beliau bina, muncul pejuang-pejuang tangguh semisal Nuruddin Zanki dan Shalahuddin al-Ayyubi.</p><p>Belum lagi para tokoh pembesar sufi kontemporer pasca kemunculan lembaga tarekat. Semisal Amir Abdul Qodir Jazairi pemersatu dan pemimpin besar Algeria, Syekh Omar Mukhtar sang singa padang pasir Libya, Hazrat Husain Shah arsitek dan pembangun danau irigasi di India.</p><p>Ada pula Syekh Ibrahim Niasse pendamping para petani di Senegal, Syaikhah Nana Asmau feminis dan penyair progresif Nigeria, Babaji Barkat Ali penyedia layanan operasi mata gratis dari Ludhian, Abah Anom pemrakarsa rehabilitasi candu di Suryalaya, Nyai Thobibah pengayom masyarakat di Bangkalan, Syekh Yusri Rusydi sang dokter bedah kenamaan dari Mesir, dan lainnya.</p><p>Begitulah, sejarah mencatat banyak tokoh tasawuf yang berkiprah dalam peradaban sebagai penggerak sosial, pejuang kemerdekaan, saudagar, bahkan ilmuwan dan inventor. Memang betul sasaran utama tasawuf adalah pemurnian batin pribadi, tapi bukan berarti pelakunya musti kabur dari kenyataan dan permasalahan sosial.</p><p>Mungkin sebab itu pula, setahuku, sang presiden organisasi sufi internasional, Maulana Habib Lutfi bin Yahya, gencar mendorong para pelaku tasawuf melalui lembaga-lembaga tarekat untuk aktif berkiprah di sektor-sektor 'duniawi'. Bagaimana agar peperangan para salik melawan penjajah di masa lalu bisa dilanjutkan di masa kini dengan pemberdayaan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, pengembangan teknologi, peningkatan kualitas pendidikan, dan pelestarian budaya.</p><p>Aku tak tahu apa yang sudah dan sedang diupayakan untuk mewujudkan cita-cita luhur itu. Mungkin pendekatan terhadap penguasa dan pengusaha menjadi salah satu strateginya. Terutama untuk menjaga stabilitas 'mood pemerintahan', merekatkan persatuan kebangsaan, serta memuluskan program-program baik yang tentu saja butuh back-up dan permodalan.</p><p>Namun selain merangkul kalangan birokrat dan penentu kebijakan di atas sana, agaknya organisasi ini juga musti lebih erat merangkul gerakan-gerakan proletar di akar rumput. Dengan basis massa yang loyal, tentu akan sangat dahsyat jika organisasi para sufi ini berkolaborasi dengan gerakan-gerakan sosial aras bawah.</p><p>Seperti gerakan pemberdayaan petani ala Pak Bahruddin melalui Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah. Serikat ini, bersama IUWASH dan masyarakat Patemon, beberapa tahun lalu berhasil mengkonservasi debit mata air Senjoyo dan menyelamatkan wilayah-wilayah sekitarnya dari paceklik.</p><p>Atau gerakan sistem pertanian terpadu ala Haji Sudarmoko, yang sukses meningkatkan hasil panen tiga kali lipat dan mendayagunakan residu hasil pertanian. Melalui Lembah Kamuning, riset terus dilakukan agar bisa menguntungkan petani dan peternak serta mengentaskan mereka dari jerat pemiskinan.</p><p>Atau gerakan pemuliaan disabilitas asuhan Bu Iin, yang setia mendampingi teman-teman difabel untuk berdaya bersama. Melalui Rumah Inklusif, warga difabel difasilitasi untuk berkarya, memasarkan karya, berjejaring, mengaji, hingga advokasi sosial demi kehidupan yang lebih layak.</p><p>Atau gerakan zero waste ala Lurah Wahyudi, yang berupaya mengurai masalah sampah agar selesai di desa. Melalui Kelurahan Panggungharjo, sampah di desa dipilah, dikelola, dimusnahkan, dan didaur ulang sehingga tidak mencemari lingkungan.</p><p>Atau gerakan penyadaran kesehatan sanitasi yang diperjuangkan Dokter Budi Laksono, sampai-sampai ia dijuluki 'dokter jamban' sebab begitu giat mengadakan jambanisasi. Melalui Yayasan Wahana Bakti Sejahtera, proyek jambanisasi sudah merambah ribuan rumah sehingga tercegah dari resiko diare, kolera, hepatitis, dan penyakit berbahaya lainnya.</p><p>Atau gerakan inovasi teknologi ala Mas Arfian bersama nak-anak muda yang giat berkreasi melalui D-Tech Engineering, hingga sanggup menyumbang milyaran rupiah pertahun sebagai pajak kepada negara. Bahkan tahun ini sudah berani membuka kampus gratis bernama Akademi Inovasi Indonesia (AII), yang mengklaim terlahir untuk "menyelesaikan masalah di dunia". Entah disengaja atau tidak, menurutku logo kampus ini mirip kalimat "lillah".</p><p>Selama menyimak obrolan dan kiprah mereka, kusaksikan yang selalu dibahas hanyalah kemaslahatan bersama. Mereka selalu memikirkan bagaimana cara menolong kaum yang terlemahkan (mustadh'afin), serta bagaimana mencegah kerusakan lingkungan (rahmatan lil alamin).</p><p>Mereka tidak menumpuk kekayaan pribadi (wara'). Tidak merasa lebih baik dari orang lain (tawadhu). Sensitif dan peduli nasib sesama makhluk (karom). Memiliki rasa welas asih yang tinggi (rohmah). Tulus melayani tanpa mengharap imbalan (ikhlas). Selalu optimis dan baik sangka pada takdir (husnudzon). Siap menentang kezaliman dan berjuang demi keadilan (jihad). Serta tentu saja konsistensi gerakan tiada henti (istiqamah).</p><p>Bukankah itu semua karakter pengamal tasawuf? Aku yakin mereka ini juga bisa disebut sebagai sufi. Ya, sufi solutif, bukan eskapis.</p><p>___</p><p><i>Salatiga, 4 September 2023</i></p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-11277201624943567302023-09-09T16:25:00.001-07:002023-09-09T16:25:24.072-07:00Caturpusat Ruang ala Pesantren #SeriSantri (5)<p>Dalam teori ilmu geografi, tidak ada satu ruangpun yang berdiri sendiri. Setiap ruang memiliki karakteristiknya masing-masing yang khas, sehingga terjadilah interaksi antarruang. Begitu kata teman saya yang sarjana geografi, Budi Mulyawan. Demikian pula konsep ruang dalam proses pendidikan. Seseorang tidak akan bisa belajar hanya di satu bentuk ruang dan menafikan ruang lainnya. Apalagi pendidikan Islam.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYtS5O31e6ZV_dAHbT5dXGYzXo_UWQjMO8hTnsMEByGy9R3cvbxjzUtN7gIHqoA7yOH_7UeKFAp-qbAlplgYeBP7mc5BhoUcdOQ-vUM8CiRODmxwFPGTbwyzxo_GyV7Wh23MuE5WWHm1D6McNzmyRJg2J47TxGlysr1NFKBRNTj9IlXxbcANens-OR3pk/s1070/121701541_4408302402577083_4254293440966601620_n.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="802" data-original-width="1070" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjYtS5O31e6ZV_dAHbT5dXGYzXo_UWQjMO8hTnsMEByGy9R3cvbxjzUtN7gIHqoA7yOH_7UeKFAp-qbAlplgYeBP7mc5BhoUcdOQ-vUM8CiRODmxwFPGTbwyzxo_GyV7Wh23MuE5WWHm1D6McNzmyRJg2J47TxGlysr1NFKBRNTj9IlXxbcANens-OR3pk/s16000/121701541_4408302402577083_4254293440966601620_n.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>KH. Muntaha al-Hafidz Wonosobo sedang jalan kaki napak tilas bersama para santrinya.</i></td></tr></tbody></table><br /><p>Kiai Ahmad Dahlan punya ideologi menarik yang dikenal dengan sebutan ‘Caturpusat Pendidikan’. Bahwa proses belajar umat Islam berlangsung di empat ruang, yaitu rumah, tempat ibadah, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Nah, ternyata pesantren sudah menjadi miniatur bagi konsep pendidikan empat ruang itu.</p><p>Pesantren punya ruang-ruang yang berperan penting dalam proses pendidikan santri. Ada masjid, ‘dalem’, ‘gothakan’, madrasah, hingga sawah atau kebun. Ibarat anatomi tubuh manusia, ruang-ruang infrastruktur itu laksana jantung, hati, mata-telinga, otak, dan kaki-tangan.</p><p><b>Masjid</b></p><p>Yakni tempat dimana kiai dan santri mendirikan shalat berjamaah, zikir, haflah, maulid, dan ritual lainnya. Bisa berupa masjid, mushalla, langgar, surau, atau apapun sebutannya. Masjid menjadi pusat aktivitas belajar para santri, juga secara umum menjadi pusat perikehidupan umat Islam. Di tempat inilah asal degup nadi kehidupan pesantren. Inilah ‘jantung pesantren’.</p><p><b>Dalem</b></p><p>Yaitu tempat di mana pengasuh beserta keluarganya tinggal dan menerima tamu. Berupa kediaman atau rumah kiai. Termasuk dalam hal ini adalah makam pendiri pesantren. Sosok yang menjadi penawar bagi racun-racun duka santri. Sebagai pengendap bagi keruh-keruh batin santri. Sebagai cermin bagi tingkah laku santri. Inilah ‘hati pesantren’.</p><p><b>Gothakan</b></p><p>Adalah tempat di mana santri tinggal. Di tempat inilah santri meneguhkan tugas mereka untuk menyaksikan teladan, menyimak ujaran, mengucap pemahaman, meraba nilai, dan merasakan hidup. Mereka belajar bersosialisasi bersama sesama santri, berkehidupan secara wajar, sebagai salah satu unsur penting dalam proses belajar. Inilah ‘mata dan telinga pesantren’.</p><p><b>Madrasah</b></p><p>Ialah ruang di mana kiai menggelar pengajian. Dahulu di serambi masjid atau surau, makin lama makin berkembang sehingga butuh tempat khusus berupa aula, joglo, ruang-ruang kelas, lapangan, bengkel, lab, sekolah, sanggar, kampus, dan lain-lain. Di sinilah proses penggalian pengetahuan berlangsung. Inilah ‘otak pesantren’.</p><p><b>Kebun</b></p><p>Suatu tempat di mana kiai dan santri berupaya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka secara mandiri. Biasanya berupa aset pribadi kiai yang digarap bersama. Bisa berupa sawah, kebun, kandang, tambak, warung, toko, koperasi, dan segala jenis unit usaha yang dikelola dengan manajemen profesional sebagai aset yayasan pesantren. Inilah ‘kaki tangan’ pesantren.</p><p>Sejak dahulu pesantren sudah akrab dengan konsep kemandirian. Bagaimana mereka bisa berupaya memenuhi kebutuhan dapurnya sendiri, tanpa bergantung kepada institusi negara. Bukan hanya untuk menjaga martabat dan wibawa pesantren, tapi juga mempertimbangkan kehalalan dan keberkahan asupan yang dikonsumsi.</p><p>Maka aspek ‘kebun’ ini juga menjadi ruang vital dalam proses pendidikan santri. Bahkan di beberapa pesantren, seperti Pesantren Abuya Munfasir Padarincang Banten, santri baru disyaratkan membawa cangkul dan benih buah untuk ditanam, sebagai sumber pangan para santri.</p><p>Dengan ukuran teori ‘Caturpusat Pendidikan’ ala Kiai Ahmad Dahlan, masjid menjadi pusat pertama (tempat ibadah), madrasah menjadi pusat kedua (sekolah), gothakan menjadi pusat ketiga (rumah), ndalem dan kebun menjadi pusat keempat (masyarakat). Empat ruang ini menjalin interaksi yang erat.</p><p>Praktik keterkaitan antarruang pendidikan semacam ini juga warisan dari zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Ketika hijrah ke Madinah dan membangun peradaban kaum muslimin, beliau membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat, memilih rumah tinggal sebagaai tempat sowan para sahabat, menyediakan kamar untuk menginap para santri ahlus-suffah, serta menghidupkan pasar sebagai ruang perputaran ekonomi.</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-11960611287342098002023-08-24T15:20:00.004-07:002023-08-24T15:20:00.149-07:00Faedah Sistem Pondok Menurut Ki Hadjar Dewantara #SeriSantri (4)<p>Model pendidikan asrama menjadi rekomendasi Ki Hadjar Dewantara, yang beliau sebut sebagai ‘pawiyatan’ atau ‘paguron’. Di buku ‘Karja – Bagian Pertama: Pendidikan’, Ki Hadjar menyatakan, “Mulai jaman dahulu hingga sekarang rakyat kita mempunyai rumah pengajaran yang juga menjadi rumah pendidikan. Yaitu kalau sekarang ‘pondok pesantren’, kalau jaman kabudan dinamakan ‘pawiyatan’ atau ‘asrama’.”</p><p>Beliau juga mengatakan, “Pada jaman sekarang pondok itu hanya terpakai buat pengajaran agama saja, tetapi pada jaman asrama rumah guru itu tidak cuma rumah pengajaran agama saja, tetapi juga jadi rumah pengajaran rupa-rupa ilmu, yaitu; agama, ilmu alam, falakia, ilmu hukum, bahasa, filsafat, seni, keprajuritan, dan lain-lain pengetahuan yang dulu sudah dipelajari kaum terpelajar.”</p><p>Belakangan, banyak lembaga pendidikan formal yang mengadopsi model pawiyatan ini dengan mendirikan asrama, menjadi ‘boarding school’. Tentu saja fenomena ini sebab merebaknya kesadaran bahwa ternyata model pendidikan pawiyatan sangat efektif menempa karakter anak.</p><p>Lalu apa keunggulan pendidikan model pawiyatan? Berikut ini beberapa faedah pemondokan menurut Ki Hadjar Dewantara;</p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirCj3GiO7Jv93kkuI4W7CsSbDk71PEtCRePjz6_-SYQzZUjAUCAJRcl8xcjpSR0aaFDJ4rJWXiWryDQYy2BU_cKO2Cy22unZ-zfIrvfr8hKB9bVJCFUlje624dnU04gRvRiaS0bemcWQrw/s1316/121226908_4404162772991046_3410318362859092826_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="932" data-original-width="1316" height="454" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEirCj3GiO7Jv93kkuI4W7CsSbDk71PEtCRePjz6_-SYQzZUjAUCAJRcl8xcjpSR0aaFDJ4rJWXiWryDQYy2BU_cKO2Cy22unZ-zfIrvfr8hKB9bVJCFUlje624dnU04gRvRiaS0bemcWQrw/w640-h454/121226908_4404162772991046_3410318362859092826_n.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto: KH. Ali Maksum Krapyak berpose bersama para santrinya</td></tr></tbody></table><b>Ekonomis</b><p></p><p>Melalui sistem pondok, belanja kebutuhan hidup relatif lebih murah karena ditanggung bersama. Bangunan juga tergunakan dengan efektif, tidak seperti bangunan sekolahan atau pabrik yang jadi 'rumah hantu' di waktu malam. Ki Hadjar berkata, “Menurut faham saya, sistem pondok dan pawiyatan itu besar sekali faedahnya sebagai usaha pengajaran nasional. Faedah yang pertama yaitu karena murahnya belanja,” Beliau juga mengatakan, “Rumah sekolah seperti itu tidak bedanya dengan kantor, toko, stasiun, gerdu atau gedung-gedung lainnya semacam itu yang tidak didiami orang. Di waktu malam menjadi sarang gendruwo.”</p><p><b>Kesederhanaan</b></p><p>Para penghuni pondok –lazimnya- makan minum dan berbusana seadanya, sekadarnya, semampunya. Ki Hadjar berkata, “Hidup dalam pawiyatan atau pondok itu tidak begitu mentereng seperti hidup secara priyayi atau secara orang kaya, tetapi orang-orang yang suka masuk ke dalam dunia pawiyatan itu seharusnya dan nyatanya berani mengorbankan dirinya.”</p><p><b>Sosialisasi</b></p><p>Merasa senasib sepenanggungan bersama teman-teman pondok, berhubungan intensif bersama seluruh penghuni pondok. Ki Hadjar berkata, “Dengan cara pondok, pawiyatan kita dapat mengadakan dunia kesiswaan atau pecantrikan, yaitu dunia pendidikan. Oleh karena guru-guru dan murid-murid itu tiap hari hidup bersama-sama, siang-malam bersama-sama makan, bermain, belajar, bergaul.”</p><p><b>Realistis</b></p><p>Penghuni pondok mengalami kehidupan nyata, mempraktikkan ilmunya secara langsung dalam keseharian. Ki Hadjar berkata, “Dengan sistem demikian maka anak-anak kita tidak akan berpisahan dunia dengan orang-orang tuanya; lahirnya tidak, batinnya pun juga tidak. Anak-anak sehari-harinya terus merasa anak rakyat, terus insyaf akan kemanusiaan, karena senantiasa hidup dalam dunia kemanusiaan.”</p><p><b>Keteladanan</b></p><p>Murid menyaksikan langsung laku hidup guru, sehari semalam, tidak dibuat-buat. Ki Hadjar berkata, “Sifatnya pesantren atau pondok dan asrama yaitu rumahnya kyai guru (ki hadjar), yang dipakai buat pondokan santri-santri (cantrik-cantrik) dan buat rumah pengajaran juga. Di situ karena guru dan murid tiap-tiap hari, siang-malam berkumpul jadi satu, maka pengajaran dengan sendiri selalu berhubungan dengan pendidikan. Sudah teranglah di sini anak akan terdidik dengan sempurna, tidak menurut buku-buku pedagogik, tetapi menurut pedagogik yang hidup, yaitu menurut cara hidup yang baik.”</p><p><b>Spiritual</b></p><p>Pengajaran yang berlaku antara guru dan murid di pondok tidak sekadar pengetahuan dan pemahaman, tapi juga memantapkan batin, emosi, kedewasaan, dan rasa kejiwaan. Ki Hadjar berkata, “Pengajarannya haruslah kita terus berhubungan dengan keadaan sekarang, mengindahkan barang yang nyata dan harus bermaksud mendidik lahir dan batin, mematangkan anak untuk hidup sebagai manusia utama dalam dunia raya.”</p><p>Itulah faedah sistem pendidikan model pondok menurut Ki Hajar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional kita. Sayangnya, rekomendasi beliau ini tidak dipraktikkan dalam kebijakan pendidikan nasional. Pelaku pendidikan model pawiyatan justru kalangan pesantren dengan model pemondokannya sejak jaman dahulu kala hingga saat ini.</p><div><br /></div> <iframe allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/KXNS9SkoDZg" title="YouTube video player" width="560"></iframe>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-15235655652703777102023-08-21T15:30:00.010-07:002023-08-21T15:30:00.146-07:00Hubungan Guru-Murid di Pesantren: Sambung Ilmu dan Rasa #SeriSantri (3)<p>Istilah ‘guru’ konon berasal dari bahasa Sansekerta, berupa dua kata yang digabung jadi satu; ‘gu’ yang berarti ‘gelap’ dan ‘ru’ yang berarti ‘terang’. Maknanya ialah orang yang berperan mengantar dari kegelapan menuju terang.</p><p>Pengertian ini menunjukkan bahwa peran ‘guru’ tak sekadar ‘pemberi informasi’, melainkan juga menumbuhkan kesadaran, dan mengantar si murid keluar dari gelapnya kebodohan menuju terangnya ilmu. Seperti kata Rabindranath Tagore, bahwa pendidikan tertinggi bukanlah yang sekadar memberikan kita informasi, tetapi membuat hidup kita harmonis dengan segala yang ada.</p><p>Hubungan guru-murid semacam itu sangat jelas terlihat dalam interaksi antara kiai dengan para santri. Hubungan yang tak sekadar belajar-mengajar dengan kegiatan intelektual (ta’lim), tetapi juga pembudayaan adab melalui aktivitas sosial (ta’dib) dan keterpautan batin atau spiritual (rabithah). Berikut ini penjelasan tiga jenis hubungan tersebut;</p><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1nLI9MCiNWqiwbnVFJ4ePftx8Dr9Rx73tQklKev9rZKpoaQAl4qi-FHtrtxdVudUXTi8vpgDO2RorG-raH07sxCFhlXG65RZCOXcd5efKGSo44nMV8vLdixTfEbEwZZ4HGROSJlJI5SrK/s1168/121183460_4399947830079207_7898597634183009492_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="778" data-original-width="1168" height="426" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1nLI9MCiNWqiwbnVFJ4ePftx8Dr9Rx73tQklKev9rZKpoaQAl4qi-FHtrtxdVudUXTi8vpgDO2RorG-raH07sxCFhlXG65RZCOXcd5efKGSo44nMV8vLdixTfEbEwZZ4HGROSJlJI5SrK/w640-h426/121183460_4399947830079207_7898597634183009492_n.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;">Foto: KH. Abdullah Faqih Langitan sedang santap bersama cucu-cucunya</td></tr></tbody></table><b><br /></b><p></p><p><b>Intelektual (ta’lim)</b></p><p>Ialah hubungan yang terjalin sebab adanya proses pengajian. Apapun bentuk pengajiannya, entah berupa pembahasan suatu kitab secara intensif, atau pengajian umum sekadar mendengarkan (jiping; ngaji kuping). Proses ini disebut dengan ‘ta’lim’, yang menyambungkan rantai keilmuan si santri kepada gurunya, kepada gurunya guru, dan seterusnya hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.</p><p><b>Sosial (ta’dib)</b></p><p>Berupa hubungan manusiawi antara guru dan murid sebagai sesama makhluk sosial. Hubungan ini tercipta melalui proses pergaulan alamiah sehari-hari. Mulai dari sowan, shalat berjamaah, bermasalah, berdiskusi, sampai berkhidmah. Santri bisa melihat langsung praktik kebaikan dari kitab-kitab yang ia pelajari dalam keseharian kiainya. Karakter santri banyak terbentuk dari proses penyaksian dan pengalaman ini. Biasanya ada hal-hal dari diri guru yang akan melekat dan ditiru si murid secara sukarela, bukan sebab pamrih atau terpaksa. Inilah yang disebut dengan proses ‘ta’dib’.</p><p><b>Spiritual (rabithah)</b></p><p>Yakni keterikatan batin antara murid kepada gurunya secara spiritual. Ikatan ini terjalin, utamanya, melalui proses saling mendoakan dan kirim Fatihah. Jika hubungan intelektual menyambungkan aspek akal, hubungan sosial membersamakan aspek raga, maka hubungan spiritual ini menautkan aspek jiwa. Inilah yang disebut ‘rabithah’.</p><p>Tiga bentuk hubungan ini betul-betul menunjukkan makna 'guru' sesuai istilah aslinya dalam bahasa Sansekerta di atas. Yakni orang yang mengajarkan pengetahuan, mencontohkan keteladanan, dan menuntun perjalanan spiritual seorang murid dari gelap (‘gu’) menuju terang (‘ru’), minazh-zhulumati ilannur.</p><p>Hebatnya, tiga jenis hubungan ini tidak hanya berlangsung saat si santri masih tinggal di pesantren saja. Tetapi juga lestari sampai santri ‘boyong’, bermasyarakat, bahkan setelah kiainya meninggal pun hubungan itu masih terjalin secara aktif.</p><p>Banyak alumni pesantren yang tetap mengaji kitab kepada kiainya, meskipun hanya sebulan sekali. Banyak alumni pesantren yang intensif sowan kepada kiainya untuk mohon doa dan petunjuk, meskipun hanya setahun sekali. Banyak alumni pesantren yang kerap didatangi kiainya ketika menghadapi persoalan-persoalan tertentu, meskipun hanya melalui mimpi.</p><p>Hubungan semacam ini membuat kiai menyayangi santrinya, dan para santri menghormati kiainya, sehidup semati. Seperti orang tua dan anak. Bukan hubungan transaksional ‘jual beli pengetahuan’, bukan pula hubungan insidental yang hanya berlaku saat berada di pesantren.</p><p>Semua jenis hubungan antara kiai-santri tersebut menjadi bentuk pelestarian hubungan antara Rasulullah dengan para sahabatnya. Sebab kita semua tahu bahwa para sahabat tersambung kepada Rasulullah tidak hanya secara pengetahuan, tetapi juga kebiasaan hidup dan keterpautan jiwa. Kita semua paham bahwa Rasulullah mendidik para sahabat tidak hanya dengan mengajar dan dhawuh-dhawuh, tetapi juga mencontohkan keteladanan dan selalu mendoakan.</p><p>Demikian pula semestinya hubungan kita, umat akhir zaman, dengan Rasulullah. Jangan sampai kita memosisikan Rasulullah hanya sebagai ‘sumber ilmu agama’, untuk dikutip hadits-haditsnya, kemudian diperdebatkan tafsirannya. Lebih dari itu, beliau menjadi teladan bagi nilai-nilai kehidupan kita, juga muara bagi kerinduan jiwa-jiwa kita.</p><iframe allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/yNQvUTosi1k" title="YouTube video player" width="560"></iframe>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-51437244697612581062023-08-17T15:12:00.008-07:002023-08-17T15:12:00.179-07:00Baca Teks Ala Pesantren: Dari Logis Sampai Mistis #SeriSantri (2)<div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Charles Van Doren dan Mortimer J. Adler di dalam buku How To Read A Book mengklasifikasi metode pembacaan teks menjadi empat level. Pembagian tingkatan ini berdasarkan pada tingkat kemampuan si pembaca sekaligus kerumitan prosesnya. Yaitu elementary, inspective, analytic, dan syntopic.</div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both; text-align: left;">Entah kebetulan atau tidak, empat model pembacaan teks tersebut lestari dipraktikkan di pondok-pondok pesantren salaf secara alamiah. Berupa pembacaan yang sesuai dengan kapasitas santri menurut kelasnya, dan sangat membantu santri memahami teks-teks turats masa lalu serta mengamalkannya secara kontekstual sesuai zaman di masa kini. Mari kita kupas satu persatu.</div><p></p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEV10qTNxwxayh36dxCO_lVbAZqdKnZ7jAYevvViYxrHYFbxNOsPyOG1yCB_LUM8k418MI0KRz9PIMHmzlRmx4omCwrj8aycvNJx-znnihfl-vrNRBHRSezdI01BCfe6V1OSWGOdghQlyh/s926/121453306_4395342687206388_111354719456801994_n.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="676" data-original-width="926" height="468" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEV10qTNxwxayh36dxCO_lVbAZqdKnZ7jAYevvViYxrHYFbxNOsPyOG1yCB_LUM8k418MI0KRz9PIMHmzlRmx4omCwrj8aycvNJx-znnihfl-vrNRBHRSezdI01BCfe6V1OSWGOdghQlyh/w640-h468/121453306_4395342687206388_111354719456801994_n.jpg" width="640" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>Abuya Dimyathi (Banten) bersama tumpukan kitab dan lampu teploknya</i></td></tr></tbody></table><p><b><br /></b></p><p><b>Elementer (pengejaan)</b></p><p>Model pembacaan elementer adalah cara membaca suatu teks yang paling dasar. Yaitu tentang bagaimana mengeja rangkaian huruf dan membaca kata-kata. Praktik pembacaan ini dilakukan saat santri mulai belajar membaca huruf hijaiyah (Arab), terutama untuk kepentingan membaca Quran, melalui buku ‘turutan’.</p><p>Pembacaan elementer ini juga dipraktikkan saat santri mulai belajar ilmu Nahwu dan Sharaf. Yakni ketika mereka berlatih membaca teks ‘gundul’, berupa rangkaian kalimat bahasa Arab tanpa syakal atau harakat. Mereka berlatih membacanya sesuai dengan kaidah-kaidah gramatika bahasa Arab.</p><p><b>Inspeksif (pemahaman)</b></p><p>Model pembacaan selanjutnya adalah inspeksif, yakni ketika santri mulai belajar memahami makna kalimat dalam teks yang dibaca. Santri sudah mulai membuka kamus untuk mencari arti kata-kata, kemudian menelaah posisinya di dalam rangkaian kalimat.</p><p>Biasanya praktik pemaknaan teks ini dilakukan dengan cara ‘ngapsahi’ dalam pengajian ‘bandongan’. Yaitu saat kiai membacakan suatu kitab, menerangkan artinya kata perkata, kemudian santri menyimak sambil menuliskan arti setiap kata tepat di bawahnya.</p><p><b>Analitik (penelitian)</b></p><p>Setelah belajar memahami teks, santri mulai berlatih meneliti aspek-aspek di dalamnya secara intensif, inilah yang disebut model pembacaan analitik. Santri menelaah teks mulai dari tata dan gaya bahasa, hingga susunan dan konteks kalimat. Bahkan sampai menemukan kesalahan cetak suatu teks.</p><p>Praktik ini biasa dilakukan saat santri ‘sorogan’ kitab di hadapan gurunya. Yakni saat santri membaca suatu kitab di hadapan guru secara mandiri, kemudian guru mengapresiasi dan mengoreksi. Sebelum ‘sorogan’, santri akan terlebih dahulu mempersiapkan diri. Entah dilakukan sendiri, atau dengan musyawarah bersama kawan-kawan sekelas, atau berkonsultasi dengan kakak kelas yang lebih paham. Proses semacam ini menumbuhkan kemandirian belajar santri sekaligus mengasah kemampuan pembacaannya secara efektif.</p><p><b>Sintopik (perbandingan)</b></p><p>Model pembacaan paling tinggi adalah sintopik, yakni ketika santri tidak hanya mengeja, memahami, dan meneliti suatu teks. Tetapi juga menyandingkan satu teks dengan teks-teks lain untuk menemukan jawaban atas suatu masalah, atau merumuskan ide-ide baru. Nah, praktik ini sangat terlihat dalam kegiatan bahtsul masail, maupun penyusunan karya tulis.</p><p>Itulah empat level pembacaan yang semuanya ada dalam praktik belajar di pesantren. Tapi menurut saya ada satu lagi model pembacaan ala pesantren yang tidak masuk dalam teori Van Doren dan Adler, yakni satu model pembacaan yang menjadi ciri khas pesantren salaf dan tidak ditemukan di lembaga pendidikan sekular. Yaitu;</p><p><b>Mistik</b></p><p>Yakni model pembacaan teks secara mistis. Bahwa membaca kitab ala santri bukan sekadar upaya memahami pengetahuan. Tapi juga menjadi bentuk sambung rasa dengan guru, gurunya guru, dan seterusnya sampai penulis kitab. Maka di awal pembacaan pasti ada ritual kirim Fatihah kepada penulis kitab, diiringi doa sebelum membaca teks kitab, “Qaalal muallifu rahimahullahu ta’ala wanafa’ana bihi wa bi’ulumihi fid daroini (telah berkata sang penulis, semoga Allah Ta’ala merahmatinya, serta memberi kita manfaat dan berkah sebabnya di dunia dan akhirat).”</p><p>Lalu setelah tuntas pembacaan kitab dari awal sampai akhir, diadakan khataman, dilengkapi pengakuan transmisi ilmiah karya tulis tersebut berupa ‘ijazahan’. Yaitu momen sakral ketika kiai menyampaikan rantaian sanadnya atas kitab tersebut kepada santri-santri yang telah mengkhatamkannya.</p><p>Nah, level kelima ini –sayangnya- tak kita jumpai di luar budaya pesantren. Entah di sekolah dasar, menengah, bahkan kuliah; baik saat menelaah buku-buku agama maupun bukan. Padahal berkah adalah kunci. Lha wong sebelum diasupi rejeki makanan zhahir ke perut saja kita berdoa minta berkah. Masa’ iya mau diasupi rejeki makanan batin berupa ilmu ke akal dan jiwa kita tidak butuh berkah?</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><iframe allowfullscreen="" class="BLOG_video_class" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/lyCgPje9210" width="548" youtube-src-id="lyCgPje9210"></iframe></div>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-29085767536417313632023-08-16T23:27:00.003-07:002023-08-19T08:33:57.742-07:00Syiiran Manthiq<p>Iki syiiran manthiq kanti basa Jawa aksara pegon cacahipun sekawan dasa bait, ingkang kasusun dening Zia bin Taufiq kangge kanca-kanca santri kelas tiga aliyah Madrasah lan Ma'had Hidayatul Mubtadiin Kalibening, Tingkir, Salatiga. Kasusun wonten ing sasi Sura tahun 1445 hijriah. Mugi berkah lan manfaat.</p><p>Dene seratan PDF saget dipun unduh wonten mriki: <a href="https://archive.org/download/syiiran-manthiq/Syiiran%20Manthiq.pdf">SYIIRAN MANTHIQ PDF</a></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlionQB8UgCE6lnE-T_86bNn_Nl70fQ73jNWykvvxKzTpZIM1D3-SAgHe79WjdczLF3spyJSh-nG7sE-yyQ6rgTf_0_cdfbGzVZyNdEooaSnkDgOSyB_TOqaApYNR2y9WJTHSAa6VIZPTFoPkRgvm9C-6eOimW8ayuvViAKgM0RkZPJBCRw4iImjXyiC0/s2573/Syiiran%20Manthiq_Page_1.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2573" data-original-width="1820" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjlionQB8UgCE6lnE-T_86bNn_Nl70fQ73jNWykvvxKzTpZIM1D3-SAgHe79WjdczLF3spyJSh-nG7sE-yyQ6rgTf_0_cdfbGzVZyNdEooaSnkDgOSyB_TOqaApYNR2y9WJTHSAa6VIZPTFoPkRgvm9C-6eOimW8ayuvViAKgM0RkZPJBCRw4iImjXyiC0/s16000/Syiiran%20Manthiq_Page_1.jpg" /></a></div><br /><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0uBqB2WU1Q0hQDOszbn6i2CvvfQThTcHyEq4UK0OFOAJ0Uc5WSwk6FBrQ51O8DQ5_8ds9X_SAB9UxfJUr_ScLi-1AIy3MJf8YQd8xBjG_hVgHq-LJM1vRTbuclhNRLowG9cDMNq5wXGXMNggbXIm9aWmE6O31IiZIBmhSbmMHxvGF36W-y86tZHVVeBg/s2456/Syiiran%20Manthiq_Page_2.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2456" data-original-width="1530" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0uBqB2WU1Q0hQDOszbn6i2CvvfQThTcHyEq4UK0OFOAJ0Uc5WSwk6FBrQ51O8DQ5_8ds9X_SAB9UxfJUr_ScLi-1AIy3MJf8YQd8xBjG_hVgHq-LJM1vRTbuclhNRLowG9cDMNq5wXGXMNggbXIm9aWmE6O31IiZIBmhSbmMHxvGF36W-y86tZHVVeBg/s16000/Syiiran%20Manthiq_Page_2.jpg" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7k8-5xnU186bR9gIPmatkmRHLVJycZuGqfApLnvD_qCfiFw9fqYDOtos0g2MCAIlGVKnJ6vdIKHNDU5wg0IsOAxBv06S3cxtWOx9nikX1UFyD_d7pRYNA30qMM1I2sL3Q0J6NACxpfBYDDM5jCj1oMRnrPgHsOXyA8_p1_puLBZLG6Lf6-FI_y7OojLI/s2339/Syiiran%20Manthiq_Page_3.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2339" data-original-width="1654" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7k8-5xnU186bR9gIPmatkmRHLVJycZuGqfApLnvD_qCfiFw9fqYDOtos0g2MCAIlGVKnJ6vdIKHNDU5wg0IsOAxBv06S3cxtWOx9nikX1UFyD_d7pRYNA30qMM1I2sL3Q0J6NACxpfBYDDM5jCj1oMRnrPgHsOXyA8_p1_puLBZLG6Lf6-FI_y7OojLI/s16000/Syiiran%20Manthiq_Page_3.jpg" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkpNqb7YAiYFK8zx0PZ9eIRbP3qoTjYybqypH08_sLwoAWBpBofmMsIvI5yfyvtECkM_7jWO-l2J5v7tzT1u8G_H_3biQg52hcvRqDWuYE5xlXP4cgl8w5MzGoT7v9THzSfRY4s0wqjM8BTzF3kKzkF3re-9uHDXNWZAiflSD_SX6YzW3zskkF4yBlZt0/s2339/Syiiran%20Manthiq_Page_4.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="2339" data-original-width="1654" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgkpNqb7YAiYFK8zx0PZ9eIRbP3qoTjYybqypH08_sLwoAWBpBofmMsIvI5yfyvtECkM_7jWO-l2J5v7tzT1u8G_H_3biQg52hcvRqDWuYE5xlXP4cgl8w5MzGoT7v9THzSfRY4s0wqjM8BTzF3kKzkF3re-9uHDXNWZAiflSD_SX6YzW3zskkF4yBlZt0/s16000/Syiiran%20Manthiq_Page_4.jpg" /></a></div><iframe allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/sXNhaftKZW8" title="YouTube video player" width="560"></iframe><br /><p><br /></p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-9603246061485732052023-08-15T02:12:00.007-07:002023-08-15T02:16:44.956-07:00Tiga Aspek Kurikulum Pesantren: Ngaji, Adab, Roan! #SeriSantri (1)<p>Ada tiga aspek perkembangan pendidikan yang sangat terkenal, hasil ijtihad dari Benjamin Bloom, sehingga disebut ‘Taksonomi Bloom’. Berupa hierarki yang digunakan untuk mengklasifikasikan perkembangan pendidikan anak secara objektif, yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Nah, tiga aspek inilah yang digunakan untuk menyusun rancangan kurikulum dimana-mana.</p><table align="center" cellpadding="0" cellspacing="0" class="tr-caption-container" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><tbody><tr><td style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjplTV0VI8z9X5iByEMToYOAUHyHtBU8L4iiY7CdWB6E69XG0PSugA3TT-TNAFg0EHXsnDEqT3X5itkEmckpXKFLvTAM6OZ5wRbtp3-zejcA35Qf-hMZ4oEaMXchuNd03spccB7owS6IaQ5ZCWRPiWeQHZ-THXlalBjGNAdZL5HmT5qgDis6FIJ8_6cClw/s720/A.jpg" style="margin-left: auto; margin-right: auto;"><img border="0" data-original-height="346" data-original-width="720" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjplTV0VI8z9X5iByEMToYOAUHyHtBU8L4iiY7CdWB6E69XG0PSugA3TT-TNAFg0EHXsnDEqT3X5itkEmckpXKFLvTAM6OZ5wRbtp3-zejcA35Qf-hMZ4oEaMXchuNd03spccB7owS6IaQ5ZCWRPiWeQHZ-THXlalBjGNAdZL5HmT5qgDis6FIJ8_6cClw/s16000/A.jpg" /></a></td></tr><tr><td class="tr-caption" style="text-align: center;"><i>KH Imam Yahya Mahrus kerja bakti bersama para santri Lirboyo</i></td></tr></tbody></table><br /><p>Kognitif berasal dari bahasa latin, cognitio, artinya pengenalan, yang mengacu kepada proses mengetahui maupun kepada pengetahuan itu sendiri. Aspek kognitif berkaitan dengan nalar atau proses berpikir, yaitu kemampuan dan aktivitas otak untuk mengembangkan kemampuan rasional.</p><p>Afektif adalah aspek yang berkaitan dengan emosi seperti penghargaan, nilai, perasaan, semangat, minat, dan sikap terhadap suatu hal. Sedangkan psikomotorik meliputi perilaku gerakan dan koordinasi jasmani, keterampilan motorik dan kemampuan fisik.</p><p>Pendidikan yang sukses, menurut konsep Taksonomi Bloom ini, adalah yang sanggup menggarap ketiga aspek tersebut. Baik sisi keterasahan nalarnya, kemuliaan sikapnya, juga kecakapan fisiknya. Otomatis, lembaga pendidikan yang bagus harus bisa menggarap seluruh aspek tersebut melalui kurikulum belajarnya.</p><p>Nah, entah bagaimana, model pendidikan pesantren sudah sejak dahulu kala menggarap keseluruhan aspek tersebut. Sehingga normalnya, seorang santri pesantren akan secara otomatis terdidik nalarnya, sikapnya, dan kecakapannya. Hal ini sangat nampak –terutama- di pesantren-pesantren salaf (kuno) yang mempraktikkan kemandirian dan kesederhanaan hidup.</p><p>Bagaimana penjelasannya? Begini:</p><p><b>Kognitif</b></p><p>Aspek kognitif di pesantren digarap melalui banyak aktivitas intelektual berupa pengajian kitab-kitab salaf. Di pesantren ada pengajian bandongan kitab, berupa pembacaan secara intensif (intensive reading) suatu kitab oleh guru dari awal sampai khatam. Ada juga pendalaman ilmu-ilmu alat yang menjadi bekal dasar bagi santri untuk mengasah nalar dalam mengupas kitab-kitab dan fenomena-fenomena kehidupan, berupa pelajaran bahasa dan mantik (liberal arts).</p><p>Ada pula aktivitas sorogan kitab, berupa pembacaan suatu kitab secara aktif dan mandiri (active learning) oleh santri di hadapan guru. Ada juga kegiatan musyawarah (interactive discussion) suatu kitab tertentu, hingga pembahasan masalah kontekstual berupa bahtsul masail. Juga ada praktik ngaji pasanan, yakni studi kunjung (exchange study) lintas pesantren selama bulan Ramadan.</p><p><b>Afektif</b></p><p>Aspek afektif santri terdidik melalui tradisi pemuliaan adab, unggah-ungguh, atau etika bertingkah laku (manner) yang sangat kental antara santri dengan sumber-sumber ilmu. Ada juga budaya hidup bersama atau berkomunitas (communal livehood), mau tak mau, santri harus berbagi ruang dan privasi dengan santri lain selama bertahun-tahun. Juga –tentu saja- praktik pembelajaran sehari penuh (full day education) yang berlangsung tidak hanya di kelas tapi juga di kamar dan seluruh wilayah pesantren. Serta keteladanan guru yang bisa disaksikan langsung oleh santri.</p><p><b>Psikomotorik</b></p><p>Aspek psikomotor santri terlatih melalui pembiasaan roan, berupa aktivitas fisik (physical activities) kerja bakti bersama atau piket terjadwal. Ada pula kebiasaan melakukan ‘pekerjaan rumah’ secara mandiri, seperti mencuci, memasak, bertukang, berladang, dan beternak, yang merupakan kecakapan hidup dasar (daily basic skills).</p><p>Selain itu ada juga praktik bela diri (self defense) yang tentu saja sangat berpengaruh pada fisik santri, ceramah atau penyampaian materi di depan khalayak (public speech), hingga tugas tabligh dan pendampingan dakwah di tengah masyarakat (society accompany).</p><p>Ringkasnya, pesantren-pesantren salaf sudah menggarap semua aspek pendidikan itu secara efektif, melalui kegiatan-kegiatan yang alamiah dan terukur. Kalau ada pesantren zaman sekarang punya semua kegiatan itu, berarti itu pesantren paket komplit yang istimewa.</p><iframe allow="accelerometer; autoplay; clipboard-write; encrypted-media; gyroscope; picture-in-picture; web-share" allowfullscreen="" frameborder="0" height="315" src="https://www.youtube.com/embed/B2MjNKjyebY" title="YouTube video player" width="560"></iframe>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-17110571581215096522022-08-06T08:25:00.002-07:002023-08-14T13:40:35.467-07:00Pernyataan Netral - #KelasLogika (06)<p>PERNYATAAN NETRAL #KelasLogika (6)</p><p><br /></p><p>Suatu pernyataan berupa kalimat majemuk yang netral, bisa betul atau tidak betul, disebut dengan qodliyah. Bisa juga disebut sebagai kalimat khobar (informatif).</p><p><br /></p><p>Qodliyah ada kalanya menunjukkan hubungan persyaratan (syarthiyyah), seperti kalimat, "Husna akan menikah kalau sudah boyong." Artinya, kondisi unsur pertama (Husna akan menikah) terjadi jika unsur kedua (sudah boyong) terwujud.</p><p><br /></p><p>Kalau tidak menunjukkan hubungan persyaratan, maka suatu qodliyyah pasti menunjukkan hubungan penyandaran keadaan (khamliyyah). Misalnya kalimat "Santri adalah manusia," atau "Bojoku galak." Qodliyyah khamliyyah ini tersusun dari dua unsur, yakni mawdhu' dan makhmul.</p><p><br /></p><p>Mawdhu' adalah lafazh yang menjadi sasaran suatu kondisi. Sedangkan makhmul adalah lafazh yang mengandung suatu kondisi. Contoh dalam kalimat "Bojoku galak," maka lafazh "Bojoku" adalah mawdhu' yang menjadi sasaran kondisi "galak", atau kata yang diterangkan. Adapun lafazh "galak" adalah makhmul yang mengandung suatu kondisi, atau kata yang menerangkan.</p><p><br /></p><p>Jika mawdhu' dalam qodliyyah khamliyyah berupa lafazh parsial spesifik (juz'iyyah) maka disebut qodliyyah syakhshiyyah (individu). Misalnya kalimat "Irfan bisa menulis." Dalam kalimat ini, lafazh "Irfan" adalah mawdhu' berupa nama orang yang tentu saja spesifik.</p><p><br /></p><p>Adapun jika mawdhu' dalam qodliyyah khamliyyah berupa lafazh universal maka disebut qodliyyah kulliyyah. Misalnya kalimat "Santri adalah manusia." Dalam kalimat ini, lafazh "santri" sebagai mawdhu' adalah kata yang bersifat universal, karena masih memiliki varian-varian lagi.</p><p><br /></p><p>Jika qodliyyah kulliyyah menyertakan cakupan (suur), maka ia disebut qodliyyah musawwaroh. Jika tidak menyertakan cakupan, seperti contoh di atas, ia disebut qodliyyah muhmalah.</p><p><br /></p><p>Qodliyyah musawwaroh bisa menggunakan cakupan seluruh (kull) seperti kalimat "Semua santri sedang tidur." Bisa juga menggunakan cakupan sebagian (juz'), contohnya "Sebagian santri sedang tidur."</p><p><br /></p><p>Hubungan antarunsur dalam seluruh jenis qodliyyah khamliyyah di atas bisa bernilai afirmatif (mujibah) atau negatif (salibah). Baik itu dalam qodliyyah syakhsiyyah, muhmalah, musawwarah kulli, maupun musawwarah juz-i.</p><p><br /></p><p>Mujibah adalah ketika kondisi yang dikandung lafazh makhmul diterima (diafirmasi) oleh lafazh mawdhu'. Sedangkan salibah adalah ketika kondisi tersebut tidak diterima (dinegasi).</p><p><br /></p><p>Berikut ini contohnya:</p><p><br /></p><p>QODLIYYAH KHAMLIYYAH</p><p><br /></p><p>1. Syakhshiyyah (individu);</p><p>a. Mujibah: "Husna sangat rajin."</p><p>b. Salibah: "Husna tidak rajin."</p><p><br /></p><p>2. Muhmalah (tanpa cakupan);</p><p>a. Mujibah: "Santri adalah manusia."</p><p>b. Salibah: "Manusia bukan santri."</p><p><br /></p><p>3. Musawwaroh Kulli (cakupan seluruh);</p><p>a. Mujibah: "Seluruh santri tidur."</p><p>b. Salibah: "Seluruh santri tidak tidur."</p><p><br /></p><p>4. Musawwaroh Juz-i (cakupan sebagian);</p><p>a. Mujibah: "Sebagian santri mengantuk."</p><p>b. Salibah: "Sebagian santri tidak mengantuk," atau "Tidak semua santri mengantuk."</p><p><br /></p><p>Ada contoh unik dalam hubungan mujibah-salibah atau afirmasi-negasi antara mawdhu' dan makhmul ini. Misalnya kita gunakan lafazh "santri" dan "manusia", maka kita bisa temukan beberapa kemungkinan qodliyyah dalam contoh berikut;</p><p><br /></p><p>"Santri adalah manusia (1), tapi manusia bukanlah santri (2). Artinya, seluruh santri ialah manusia (3), tapi tidak semua manusia adalah santri (4). Maka sebagai santri kita musti bersikap sebagaimana manusia. Tapi jangan memperlakukan semua manusia sebagai santri."</p><p><br /></p><p>Coba tebak, qodliyyah apa saja dalam kalimat nomor 1, 2, 3, dan 4?</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVlKewhqtgXOCXqHrDc5PSTLLlkClLRUpkD_U_plUGoAN0cBhMmbKW-9bzFJq6UIf6yWUw-LChqkkjsRT29rRAfHvD41gGAgQmMI-f-vHqQRnduWNhaWZRBgsKp2PYFJ13ZPtpEi6yHkMOLIo1Bz4iJ44964MRbzEQWUv2J8WaR53RHd_sKrRbpQnO/s4000/IMG_20220806_150834.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4000" data-original-width="3000" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVlKewhqtgXOCXqHrDc5PSTLLlkClLRUpkD_U_plUGoAN0cBhMmbKW-9bzFJq6UIf6yWUw-LChqkkjsRT29rRAfHvD41gGAgQmMI-f-vHqQRnduWNhaWZRBgsKp2PYFJ13ZPtpEi6yHkMOLIo1Bz4iJ44964MRbzEQWUv2J8WaR53RHd_sKrRbpQnO/s320/IMG_20220806_150834.jpg" width="240" /></a></div><br /><p><br /></p><p>___</p><p>ISTILAH:</p><p>Qodliyyah: pernyataan netral</p><p>Syarthiyyah: hubungan persyaratan</p><p>Khamliyyah: hubungan penyandaran</p><p>Mawdhu': sasaran kondisi (diterangkan)</p><p>Makhmul: penunjuk kondisi (menerangkan)</p><p>Mujibah: afirmasi</p><p>Salibah: negasi</p><p>Kulliyyah: universal</p><p>Syakhshiyyah: individu</p><p>Suur: lafazh cakupan</p><p>Qodliyyah Musawwar: bercakupan</p><p>Kulli: seluruh</p><p>Juz'i: sebagian</p><p>Qodliyyah Muhmalah: tidak ada cakupan</p><p><br /></p><p>__</p><p>Catatan ngaji manthiq Sullamul Munawraq kelas III Aliyah Madrasah Hidayatul Mubatadiin Kalibening</p><p>Sabtu 6 Agustus 2022 / Tasu'a 1444</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-86094382518117259682022-07-30T16:04:00.003-07:002023-08-14T13:40:35.467-07:00Membuat Definisi - #KelasLogika (05)<p> MEMBUAT DEFINISI - #KelasLogika (05)</p><p>@ziatuwel</p><p><br /></p><p>Apa itu manusia? Apa itu santri? Untuk mengetahui makna kata-kata tersebut kita butuh ta'rif atau definisi. Ada tiga jenis pendefinisian suatu lafazh; khad, rosmi, lafzhi.</p><p><br /></p><p>1. TA'RIF KHAD</p><p><br /></p><p>Yakni definisi dengan menggunakan fashl (diferentia). Kalau disertai jinis qarib (genus) maka ia disebut ta'rif khad yang sempurna (tam). Kalau hanya fashl saja, atau fashl disertai jinis ba'id maka disebut ta'rif khad yang tidak sempurna (naqish). Berikut ini contohnya (definisi atau ta'rif terletak setelah kata "adalah")</p><p><br /></p><p>Tam</p><p>- Jinis qarib + fashl qarib</p><p>Contoh:</p><p>- Manusia adalah hayawan yang berpikir</p><p>- Santri adalah manusia yang mengaji</p><p><br /></p><p>Naqish:</p><p>- Fashl qarib</p><p>Contoh:</p><p>Manusia adalah yang berpikir</p><p>Santri adalah yang mengaji</p><p><br /></p><p>- Jinis ba'id + fashl qarib</p><p>Contoh:</p><p>Manusia adalah materi yang berpikir</p><p>Santri adalah makhluk yang mengaji</p><p><br /></p><p>2. TA'RIF ROSMI </p><p><br /></p><p>Yakni definisi dengan menggunakan khash (kondisi khusus spesifik). Kalau disertai jinis qarib (genus) ia disebut ta'rif rosmi yang sempurna (tam). Kalau hanya khash saja, atau khash disertai jinis ba'id maka disebut ta'rif rosmi yang tidak sempurna (naqish). Berikut ini contohnya (definisi atau ta'rif terletak setelah kata "adalah")</p><p><br /></p><p>Tam:</p><p>- Jinis qarib + khash</p><p>Contoh:</p><p>Manusia adalah hayawan yang merusak</p><p>Santri adalah manusia yang lalaran</p><p><br /></p><p>Naqish:</p><p>- Khash</p><p>Contoh:</p><p>Manusia adalah yang merusak</p><p>Santri adalah yang lalaran</p><p><br /></p><p>- Jinis ba'id + khash</p><p>Contoh:</p><p>Manusia adalah materi yang merusak</p><p>Santri adalah makhluk yang lalaran</p><p><br /></p><p>3. TA'RIF LAFZHI</p><p><br /></p><p>Yakni definisi suatu lafazh dengan menggunakan satu lafazh lain yang setara maknanya (murodif). Atau bisa disebut sebagai sinonim.</p><p><br /></p><p>Contoh:</p><p>Insan adalah manusia</p><p>Santri adalah pelajar</p><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-bVGxg5JrN-iOxqizoqhL53EPkSK11YeGsMUFNJ4smjPIjgwlHZcyv3eqCfug8U7SpxjzFr1Cqkr_ebL9scAYEzUow4kIm9RMHhtKIZ6t-Vw999Px5-KbAM918DEfFOV8cByTLOPRR2i7RULhcNqn9dAK5pgg5HfeBkFePTk2m6xdoe19AW6rlJMb/s4000/IMG_20220726_091940.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4000" data-original-width="3000" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-bVGxg5JrN-iOxqizoqhL53EPkSK11YeGsMUFNJ4smjPIjgwlHZcyv3eqCfug8U7SpxjzFr1Cqkr_ebL9scAYEzUow4kIm9RMHhtKIZ6t-Vw999Px5-KbAM918DEfFOV8cByTLOPRR2i7RULhcNqn9dAK5pgg5HfeBkFePTk2m6xdoe19AW6rlJMb/s320/IMG_20220726_091940.jpg" width="240" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p><p>SYARAT TA'RIF</p><p><br /></p><p>Ketiga jenis ta'rif di atas harus memenuhi beberapa syarat. Yaitu:</p><p><br /></p><p>1. JAMI' MANI'</p><p><br /></p><p>Jami' berarti sesuatu yang mengumpulkan atau menghimpun. Mani' berarti sesuatu yang menolak atau membatasi. Jadi, suatu ta'rif harus jami' mani' (menghimpun jenis yang sama, sekaligus membatasi dengan pembeda).</p><p><br /></p><p>Contoh:</p><p>- Manusia adalah hayawan (jami') yang berpikir (mani')</p><p>- Gula adalah bahan makanan manis (jami') hasil olahan tanaman (mani')</p><p><br /></p><p>Mani' dalam suatu definisi harus bersifat netral, tidak terlalu umum maupun terlalu khusus. Contoh:</p><p>- Manusia adalah hayawan yang menulis (terlalu khusus, karena tidak semua manusia bisa menulis), atau; Manusia adalah hayawan yang mengindra (terlalu umum, karena hayawan lain juga mengindra)</p><p>- Gula adalah bahan makanan manis hasil olahan tebu (terlalu khusus)</p><p><br /></p><p>2. DZAHIR</p><p><br /></p><p>Syarat lain sebuah ta'rif haruslah jelas. Tidak menimbulkan gambaran yang lebih samar, setara, majaz, siklus daur, maupun ambigu. Contoh-contoh pendefinisian yang tidak memenuhi syarat sebab tidak jelas:</p><p><br /></p><p>- SAMAR: Santri adalah sufi (kata "sufi" lebih samar dari kata "santri" sebab perlu didefinisikan lagi).</p><p><br /></p><p>- SETARA: Bergerak adalah tidak diam; Sakit adalah tidak sehat (tidak adanya pemahaman baru dari kalimat ini, masih musawi atau setara).</p><p><br /></p><p>- MAJAZ: Orang bodoh itu kerbau; Ulama adalah purnama (kalimat semacam ini disebut perumpamaan, bukan definisi)</p><p><br /></p><p>- DAUR: Santri adalah penghuni pesantren (kata "pesantren" jika didefinisikan akan butuh kata "santri", yakni: "pesantren adalah tempat tinggal santri", maka terjadilah siklus daur), atau; Matahari adalah bintang siang (kata "siang" jika didefinisikan akan membutuhkan kata "matahari")</p><p><br /></p><p>- AMBIGU: Arloji adalah pukul yang dipakai di tangan; Jeda adalah selang (sebuah definisi tidak boleh menggunakan kata musytarok atau ambigu, yakni suatu kata yang memiliki banyak makna)</p><p><br /></p><p>Demikianlah syarat suatu definisi atau ta'rif. Sebenarnya tidak hanya dalam membuat definisi, saat berinteraksi dengan orang lain pun kita musti jami' (menghimpun hal-hal yang bisa mempersatukan), mani' (membatasi diri dari hal-hal yang berpotensi merusak), dan zhohir (jelas, tidak berputar-putar dan ambigu sehingga bisa menimbulkan masalah baru).</p><p><br /></p><p>Wallahu a'lam.</p><p><br /></p><p>___</p><p>ISTILAH</p><p>Ta'rif: definisi/pengertian</p><p>Mu'arrif: lafazh yang mendefinisikan</p><p>Ta'rif Khad: definisi esensial</p><p>Ta'rif Rosmi: definisi aksidental</p><p>Ta'rif Lafzhi: sinonim</p><p>Muththorid Mun'akis / Jami' Mani': penghimpun dan pembatas</p><p>Zhohir: jelas</p><p>Majaz: perumpamaan</p><p>Musawi: setara</p><p>Daur: siklus</p><p><br /></p><p>___</p><p>Kelas Manthiq Sullamul Munawraq</p><p>Madrasah Hidayatul Mubtadiin</p><p>Kalibening, 23 & 30 Juli 2022</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-23695246432253356752022-07-30T02:32:00.003-07:002023-08-14T13:43:41.362-07:00Hijrah Masa Kini - MajlisanKBQT #3<p>Pada masa Rasulullah, ada tiga tahap proses hijrah. Yakni hijrah para sahabat ke Habsyah, hijrah Nabi Muhammad ke Thaif, dan hijrah pungkasan ke Madinah.</p><p><br /></p><p>1. Hijrah ke Habsyah</p><p><br /></p><p>Ketika penindasan kafir Quraisy sudah keterlaluan, Rasulullah menitahkan para sahabat hijrah ke Habsyah, dan berlindung di naungan Ash-hamah an-Najasyi, seorang raja Kristen yang dikenal tidak akan membiarkan seorang pun dizalimi dalam wilayah kerajaannya. Hijrah pertama ini terjadi di tahun ke-5 pasca kenabian.</p><p><br /></p><p>2. Hijrah ke Thaif</p><p><br /></p><p>Pada tahun ke-10 kenabian, Rasulullah memutuskan hijrah ke Thaif, dimana beliau pernah lalui masa kecilnya bersama keluarga ibu susu, Halimah as-Sa'diyah. Beliau tinggal di Thaif selama 10 hari sambil terus berdakwah di sana. Namun beliau ditolak, bahkan kemudian beliau dihina, diusir, dan disakiti. Orang-orang zalim melempari Sang Nabi dengan batu hingga kaki beliau berdarah. Di sinilah terucap munajat beliau yang sangat terkenal; Du'au Robbil Mustadh'afin (Permohonan kepada Tuhan orang-orang yang tertindas dan terlemahkan).</p><p><br /></p><p>3. Hijrah ke Madinah</p><p><br /></p><p>Setelah bertambah sengitnya teror, bahkan adanya percobaan pembunuhan kepada Rasulullah, maka pada tahun ke-14 beliau berhijrah ke Yatsrib. Perjalanan ini dilakukan setelah komunitas muslim di sana terkondisikan melalui baiat Aqabah. Kota ini kemudian lebih dikenal sebagai "Madinatun Nabi" (Kota Sang Nabi) atau "Madinah" saja. Kaum muslimin mulai mengokohkan diri di fase ini.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkadK984A8QipcGE1UhvRiDX30gfmcI7cVPelhreWDRkwdJ6jopF4O_kF4GKdLIl7u0n5VWOCIvrO6323FZOMVTc5JVm2_MbAGOSafi8W2ZTsEeGP4PxAOqIUAUeLuPMAPh_rB4uqjBdnymzl5gxLa_JS-oB1rSy-lyErzpdC0ELK6MZ-KWpQvhDHY/s4000/IMG_20220730_133358.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="4000" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjkadK984A8QipcGE1UhvRiDX30gfmcI7cVPelhreWDRkwdJ6jopF4O_kF4GKdLIl7u0n5VWOCIvrO6323FZOMVTc5JVm2_MbAGOSafi8W2ZTsEeGP4PxAOqIUAUeLuPMAPh_rB4uqjBdnymzl5gxLa_JS-oB1rSy-lyErzpdC0ELK6MZ-KWpQvhDHY/s320/IMG_20220730_133358.jpg" width="320" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p><p>KOMENTAR:</p><p><br /></p><p>Ziki: "Kita harus pintar-pintar cari circle dan support system yang baik. Kita mungkin punya banyak teman, tapi tidak semua orang mau menemani saat kita susah."</p><p><br /></p><p>Nabih: "Pindahlah dari kebiasaan buruk menuju hal-hal yang baik."</p><p><br /></p><p>Naufal: "Sangat penting kita punya keyakinan yang kuat dalam setiap langkah yang kita pilih. Seperti kaum muhajirin yang sanggup meninggalkan harta benda, keluarga, pekerjaan, dan segalanya untuk hijrah menuju hari esok yang belum jelas."</p><p><br /></p><p>Mada: "Semangat hijrah hari ini adalah dengan terus berpindah menuju kebaikan. Terus bertobat dari dosa-dosa. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin. Bersaing dengan diri kita sendiri."</p><p><br /></p><p>Kayla: "Sebagai manusia kita harus saling menolong dan melindungi, terutama terhadap mereka yang tertindas."</p><p><br /></p><p>Kharina: "Jangan melihat dari luarnya saja. Saat tahap hijrah ke Ethiopia di Afrika, tujuannya adalah negeri yang asing dan rajanya beragama Kristen, tapi ternyata umat Islam disambut baik dan dilindungi. Saat tahap hijrah ke Thaif, tujuannya adalah tempat Nabi pernah tinggal sewaktu masih kecil, sama-sama orang Arab, tapi ternyata Nabi malah ditolak dan dilempari batu."</p><p><br /></p><p>Zia: "Aksi pertama yang dilakukan Nabi pada masa awal hijrah di Madinah adalah menjalin persaudaraan antara Muhajirin dan Anshor, mengikat persatuan suku dan agama, serta membangun kemandirian masyarakat dengan membuka pasar."</p><p><br /></p><p>Ahimsa: "Allohu Akbar Allohu Akbar!" (Adzan dzuhur 😅)</p><p><br /></p><p>___</p><p>Kalibening, Sabtu 1 Muharram 1444 H.</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-690838463707497322022-07-16T16:32:00.002-07:002023-08-14T13:40:35.467-07:00Berdakwah dan Merendah - #KelasLogika (04)<p>Lafadz atau pernyataan ada kalanya berupa lafadz tunggal (mufrod) atau lafadz majemuk (murokkab). Dilihat dari maknanya, lafadz tunggal universal (mufrod kulliy) bisa mengandung berbagai varian makna. Yaitu;</p><p><br /></p><p>HUBUNGAN KATA DENGAN MAKNA</p><p><br /></p><p>1. MUTAWATHI; lafadz yang mengandung kesamaan makna secara total. Misalnya kata "manusia" (insan), dan kata-kata yang termasuk dalam kategori manusia di antaranya; Labib, Husna, Farid, Lurah Yasin. Makna ke-"manusia"-an yang dimiliki empat orang itu sama. Meskipun berbeda jenis kelamin, beda suku, beda pangkat, beda status sosial, beda kekayaan, tetap setara dalam kemanusiaan secara mutlak.</p><p><br /></p><p>2. MUSYAKKIK; lafadz yang mengandung kesamaan makna namun berbeda dalam kenyataannya. Misalnya kata "putih" (bayadh), dan kata-kata yang termasuk kategori putih di antaranya; susu, awan, kapur, gading. Makna dan sifat ke-"putih"-an yang dimiliki empat benda itu berbeda-beda dalam hal tarafnya. Maka ada istilah "putih susu" atau "putih gading".</p><p><br /></p><p>3. MUTAKHOLIF; lafadz yang berbeda dan mengandung makna yang berbeda pula. Misalnya kata "kuda" dan "bunga", atau "gunung" dan "laut", atau "meja" dan "kursi".</p><p><br /></p><p>4. MUTARODIF; lafadz yang berbeda dan mengandung makna yang sama. Misalnya kata "insan", "basyar", dan "naas" yang semuanya berarti manusia.</p><p><br /></p><p>5. MUSYTAROK; satu lafadz dengan banyak makna. Misalnya kata "'ainun" yang bisa berarti "albashor" (penglihatan; mata) atau "aljaariyah" (sumber air). Contoh lain seperti kata "maa" yang bisa berarti "benda" atau "tidak".</p><p><br /></p><p>SUSUNAN KATA MAJEMUK</p><p><br /></p><p>Adapun kata-kata majemuk, yang tersusun dari dua kata atau lebih, bisa berupa susunan kalimat tak sempurna (NAQISH) atau kalimat sempurna (TAAM). Lafadz naqish semisal "rumah baru", "tuan rumah", "langit biru", atau "bojo galak".</p><p><br /></p><p>Sedangkan lafadz taam seperti kalimat "rumah baru itu terbakar", "tuan rumah telah datang", "langit biru sangat indah", atau "bojo galak lagi ngamuk". Nah, lafadz taam ini ada kalanya bersifat informatif (KHOBAR) yang searah, sebagaimana contoh-contoh di paragraf ini. Atau bisa juga berupa kalimat persuasif (THOLAB) yang meminta timbal balik. Ada tiga jenis lafadz tholab dilihat dari posisi penyampai dan sasarannya.</p><p><br /></p><p>1. AMR: kalimat perintah, ditujukan dari pihak yang lebih tinggi kepada pihak yang lebih rendah. Semisal perintah shalat dari Tuhan kepada hamba-Nya, "Aqiimus sholah (Dirikanlah shalat)!"</p><p><br /></p><p>2. DU'A: kalimat permohonan, ditujukan dari pihak yang lebih rendah kepada pihak yang lebih rendah. Semisal permohonan ampunan dari hamba kepada Tuhannya, "Robbighfirlii (Tuhan, ampunilah hamba)."</p><p><br /></p><p>3. ILTIMAS: kalimat ajakan, ditujukan dari pihak yang setara dengan pihak yang dituju. Semisal ajakan seseorang kepada temannya, "Qum wa baadir ya shodiqi (Bangkit dan bergegaslah, kawanku)!"</p><p><br /></p><p>Sebagai anggota masyarakat, kita musti betul-betul bijak kapan memakai lafadz amr, kapan harus berlafadz du'a dan kapan menggunakan pendekatan iltimas. Jika berperan sebagai da'i (pendakwah; orang yang melakukan du'a), apalagi di tengah masyarakat yang sangat awam, maka jangan pernah memakai pendekatan amr (perintah).</p><p><br /></p><p>Jangan sampai merasa lebih tinggi dari masyarakat sehingga berlagak memerintah mereka. Sebaliknya, posisikan diri lebih rendah dan pakailah pendekatan du'a, memohon, selayaknya pelayan bagi mereka. Atau paling pol berposisi setara dengan mereka, dan menggunakan pendekatan iltimas, ajakan, selayaknya teman.</p><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEkR1F45ovRJB9M7vGDg95yJBOi2yDBkQ5mpGatuFsQOrHx7HEfQnBGpVvBKn7DXsVcytotxt6gpHqXx9nLNx5or2BPlNZJfDdsRgvMLMqcf2VJg6VQdnmeDaXWtoTUKCcT5sbFp63uvoVWlidcWG5spcIiv-OfgRfFen4_uaq6aiRiEvJg-8gOI_1/s4000/IMG_20220622_125729.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="4000" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiEkR1F45ovRJB9M7vGDg95yJBOi2yDBkQ5mpGatuFsQOrHx7HEfQnBGpVvBKn7DXsVcytotxt6gpHqXx9nLNx5or2BPlNZJfDdsRgvMLMqcf2VJg6VQdnmeDaXWtoTUKCcT5sbFp63uvoVWlidcWG5spcIiv-OfgRfFen4_uaq6aiRiEvJg-8gOI_1/w400-h300/IMG_20220622_125729.jpg" width="400" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p><p>CAKUPAN MAKNA KATA</p><p><br /></p><p>KULL: kolektif (semua), pernyataan yang bermakna keseluruhan dan berlaku secara bersama-sama. Misalnya; "Para santri menggotong bedug." Artinya, seluruh santri dalam kalimat tersebut melakukan suatu hal secara bersama-sama, yakni menggotong bedug.</p><p><br /></p><p>KULLIYYAH: individual (setiap), pernyataan yang bermakna keseluruhan dan berlaku secara sendiri-sendiri. Misalnya; "Para santri membawa buku." Artinya, seluruh santri dalam kalimat tersebut melakukan suatu hal yang sama secara sendiri-sendiri, membawa bukunya masing-masing.</p><p><br /></p><p>JUZ: pernyataan yang bermakna bagian penyusun dari sesuatu. Misalnya; "Atap adalah bagian dari rumah."</p><p><br /></p><p>JUZ-IYYAH: pernyataan yang bermakna sebagian dari sesuatu. Misalnya; "Kambing adalah bagian dari binatang."</p><p><br /></p><p>Dari kategori ini bisa dipahami bahwa ada saatnya kita semua perlu bergotong royong, melakukan suatu hal secara bersama-sama (kull). Tapi ada saatnya kita lakukan hal yang sama tapi dilaksanakan secara mandiri (kulliyyah). Sebagaimana ibadah, ada yang perlu berjamaah, ada yang cukup diendapkan sendiri.</p><p><br /></p><p>Kita juga musti sadar diri, dan berupaya menjadi bagian penyusun (juz) suatu struktur masyarakat, yang punya peran mengokohkan, melengkapi, atau menghiasi. Tidak sekadar menjadi bagian yang tidak berperan apapun (juziyyah), yang ada dan tiadanya tidak ada bedanya.</p><p><br /></p><p>Wallahu a'lam.</p><p><br /></p><p><br /></p><p>___</p><p>ISTILAH:</p><p>Mufrod: kata tunggal</p><p>Murokkab: kata majemuk</p><p>Mutawathi: kesamaan makna secara mutlak</p><p>Musyakkik: kesamaan makna dengan perbedaan keadaan</p><p>Mutakholif: perbedaan lafadz dan makna</p><p>Mutarodif: perbedaan lafadz dengan kesamaan makna</p><p>Musytarok: satu lafadz dengan banyak makna</p><p>Naqish: kalimat tak sempurna; frase</p><p>Tam: kalimat sempurna</p><p>Khobar: kalimat informatif searah</p><p>Tholab: kalimat timbal balik</p><p>Amr: kalimat perintah</p><p>Du'a: kalimat permohonan</p><p>Iltimas: kalimat ajakan</p><p>Kull: bermakna keseluruhan dan berlaku secara bersama-sama</p><p>Kulliyyah: bermakna keseluruhan dan berlaku sendiri-sendiri</p><p>Juz: bermakna bagian penyusun sesuatu</p><p>Juz-iyyah: bermakna sebagian dari sesuatu</p><p><br /></p><p>__</p><p>Ngaji Manthiq Sullamul Munawraq</p><p>Kelas III Aliyah MHM Kalibening</p><p>Sabtu 16 Juli 2022</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-83966131807319823322022-07-15T20:47:00.002-07:002022-07-30T02:33:05.742-07:00Healing Dengan Zikir - #MajlisanKBQT (1)<p>Secara bahasa, "healing" berarti proses penyembuhan dari luka atau sakit. Tapi ternyata istilah ini lebih ditujukan sebagai proses pemulihan gangguan psikologis.</p><p><br /></p><p>Self healing, demikian lengkapnya, ialah sebuah proses penyembuhan luka batin yang bisa mengganggu kondisi emosi seseorang. Semisal luka yang disebabkan oleh trauma, kekecewaan, atau rasa bersalah.</p><p><br /></p><p>LUKA BATIN</p><p><br /></p><p>Luka batin jika dibiarkan, tidak disembuhkan, atau dipendam dan diabaikan bisa fatal akibatnya. Ibarat luka fisik yang bisa menyebabkan infeksi hingga kematian. Luka batin juga bisa membahayakan jiwa. Bahkan bisa menyebabkan psikosomatik, yakni gangguan kesehatan atau penyakit fisik sebab masalah kejiwaan.</p><p><br /></p><p>Saat luka batin sudah terasa maka healing menjadi penting. Penyembuhan jiwa itu bisa dengan mengasingkan diri dari keramaian, mengendapkan diri senyaman mungkin dalam keheningan, bermeditasi, serta bersyukur dan memaafkan diri sendiri. Intinya adalah menenangkan pikiran dan menjernihkan hati.</p><p><br /></p><p>Sayangnya, bagi kebanyakan orang istilah healing identik dengan plesir. Memang rekreasi bisa jadi salah satu cara healing, tapi bukan jalan-jalannya yang bisa menyembuhkan, melainkan ketenangan pikiranlah penawarnya. Itu pun sebenarnya tidak betul-betul healing dari luka batin, melainkan sekadar pelepas penat dari rutinitas, atau pelarian sementara dari kenyataan hidup.</p><p><br /></p><p>Padahal healing bagi manusia modern menjadi salah satu kecakapan yang perlu dikuasai. Ia menjadi benteng batin saat menghadapi masalah. Ia menjadi solusi saat hidup mentok di jalan buntu.</p><p><br /></p><p>Sebagai tuntunan hidup, Islam memberi tuntunan healing yang sederhana, praktis, ampuh, dan murah meriah. Yaitu tafakur (perenungan) dan tadzakur (berzikir).</p><p><br /></p><p>TAFAKUR</p><p><br /></p><p>Merenung atau berpikir mendalam sangat dianjurkan dalam Islam. Terutama merenungkan keagungan Allah dengan segenap ciptaan-Nya.</p><p><br /></p><p>ان في خلق السموات والارض واختلاف الليل والنهار لايات لأولى الالباب الذين يذكرون الله قياما وقعودا وعلى جنوبهم ويتفكرون في خلق السموات والارض ربنا ما خلقت هذا باطلا سبحانك فقنا عذاب النار</p><p><br /></p><p>Saat disergap kekecewaan, keputusasaan, kesedihan atas masa lalu atau kekuatiran atas masa depan, kita patut merenungkan fenomena di sekitar kita. Lihatlah bagaimana semut-semut saling bahu membahu membangun sarangnya.</p><p><br /></p><p>Atau bagaimana laba-laba bersabar menunggu mangsanya. Atau bagaimana ayam-ayam bersemangat mengais rejekinya. Atau bagaimana cicak yang menempel di tembok menikmati laron-laron yang bersayap.</p><p><br /></p><p>Atau lihatlah bagaimana teraturnya bintang-bintang di cakrawala dan betapa kecilnya kita. Betapa kerdilnya segenap masalah-masalah kita di hadapan singgasana alam raya. Betapa sepelenya keluhan kita di hadapan keagungan dan kemurahan Allah Ta'ala.</p><p><br /></p><p>Maka betullah kata syair;</p><p><br /></p><p>قل يا عظيم انت العظيم قد همنا هم عظيم</p><p>وكل هم همنا يهون باسمك يا عظيم</p><p><br /></p><p>"Katakanlah; wahai Yang Mahaagung, Engkaulah Dzat Yang Mahaagung. Sungguh telah menerpa kami kegundahan yang berat. Namun seluruh kegundahan itu sepele di hadirat Nama-Mu wahai Yang Mahaagung."</p><p><br /></p><p>BERZIKIR</p><p><br /></p><p>Zikir adalah tentang bagaimana batin kita terhubung dengan Allah. Yakni dengan menyebut-nyebut nama-Nya dan menyadari kehadiran-Nya. Bahkan tafakur juga bisa menjadi salah satu bentuk berzikir jika memang puncaknya adalah menyadari keagungan Allah.</p><p><br /></p><p>Jika dihayati betul, maka zikir ini menjadi metide healing yang sangat ampuh. Sebagaimana jelas-jelas disebutkan fek zikir sebagai penenang hati,</p><p><br /></p><p>الا بذكر الله تطمأن القلوب</p><p><br /></p><p>"Ingatlah, dengan mengingat Allah tenanglah batin."</p><p><br /></p><p>Islam memberikan tuntunan zikir dalam kehidupan sehari-hari untuk membiasakan kita agar selalu sadar atas kehadiran Allah.</p><p><br /></p><p>Tiap hendak melakukan segala hal baik, kita dituntun untuk membaca basmalah.</p><p><br /></p><p>بسم الله الرحمن الرحيم</p><p><br /></p><p>"Dengan Nama Allah Yang Maha Penyayang."</p><p><br /></p><p>Selain agar kita selalu menjiwai kasih sayang dalam segala kegiatan, juga supaya jangan sampai putus asa saat malang melanda.</p><p><br /></p><p>ولا تيأسوا من رحمة الله</p><p><br /></p><p>"Dan janganlah kau putus asa dari kasih sayang Allah."</p><p><br /></p><p>Saat merasa bersalah, berdosa, atau kecewa pada diri sendiri, kita diberi resep istighfar; mohon ampun kepada Allah.</p><p><br /></p><p>استغفر الله العظيم</p><p><br /></p><p>"Aku mohon ampun kepada Allah."</p><p><br /></p><p>Sehingga kita tidak terus-terusan terpuruk atas kesalahan yang pernah diperbuat. Kita bisa bangkit bersemangat untuk melanjutkan dan memperbaiki hidup.</p><p><br /></p><p>Kita juga dianjurkan memperbanyak shalawat atas Nabi Muhammad. Sebagai satu upaya menyambungkan batin dengan beliau, sekaligus mengenang betapa tidak mudahnya perjuangan beliau.</p><p><br /></p><p>صلى الله على محمد</p><p><br /></p><p>"Rahmat Allah terlimpah atas Nabi Muhammad."</p><p><br /></p><p>Segala kegundahan kita tidak ada apa-apanya dibanding dengan perjuangan yang beliau hadapi. Sebagai seorang anak yatim yang ditinggal ibu-bapaknya sejak kecil. Sebagai penyeru kebenaran di tengah caci maki dan siksaan. Sebagai pemimpin yang adil dan mempersatukan.</p><p><br /></p><p>Adapun zikir paling utama, tentulah penegasan atas kemahatunggalan Allah, ikrar bahwa dialah satu-satunya sandaran kita, satu-satunya tempat bergantung yang Mahaabadi dan Mahakokoh.</p><p><br /></p><p>لا اله الا الله</p><p><br /></p><p>"Tiada tuhan selain Allah."</p><p><br /></p><p>Kita pula patut banyak bersyukur atas segala anugerah-Nya. Baik yang kita sadari atau tidak. Baik yang sudah dirasakan atau belum. Bahwa segala kenikmatan itu jauh lebih banyak dibanding kesusahan yang kita rasakan.</p><p><br /></p><p>سبحان الله وبحمده</p><p><br /></p><p>"Mahasuci Allah dan segala puji bagi-Nya."</p><p><br /></p><p>Lalu kita juga menegaskan kelemahan diri, ketidaksanggupan daya, keterbatasan upaya, jika tanpa pertolongan dari Allah.</p><p><br /></p><p>لا حول ولا قوة الا بالله</p><p><br /></p><p>"Tiada daya dan kekuatan selain dengan Allah."</p><p><br /></p><p>Zikir ini, kata Nabi, adalah pencegah dari sembilan puluh sembilan ancaman, yang paling ringan adalah ancaman kegundahan dan kefakiran atau rasa tak pernah cukup. Dua hal ini; gundah dan fakir, adalah sumber segala penyakit kejiwaan.</p><p><br /></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgidx98Hc_1D8GwNiTFJghg1eRSYkTKu-sUgIEnGJwEHllGCKXzadviEFbkRzikmu9uffMpizKTxqYDNeTMAPmgSwZI87lNt5D7hB5FKD_LofN7ppHYMC7Yx-9cPdAuhVShWZU2xqVD4Cl3J8ASIYSw0QMAmN5y7Gs25B07OOqtByDv7QwxekXeaetq/s1349/IMG-20220716-WA0003~2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="847" data-original-width="1349" height="201" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgidx98Hc_1D8GwNiTFJghg1eRSYkTKu-sUgIEnGJwEHllGCKXzadviEFbkRzikmu9uffMpizKTxqYDNeTMAPmgSwZI87lNt5D7hB5FKD_LofN7ppHYMC7Yx-9cPdAuhVShWZU2xqVD4Cl3J8ASIYSw0QMAmN5y7Gs25B07OOqtByDv7QwxekXeaetq/s320/IMG-20220716-WA0003~2.jpg" width="320" /></a></div><br /><p><br /></p><p>HEALING PARA NABI</p><p><br /></p><p>Jika jiwa kita sudah mapan dan luka batin kita sudah pulih, baik dengan tafakur maupun berzikir, maka secara alamiah kita akan bertemu jalan keluar. Ibarat terjebak dalam goa yang gelap, tafakur dan zikir adalah lentera penerang.</p><p><br /></p><p>Ketika kita sedang panik, pengap, dan hampir putus asa, lalu menyalakan pelita zikir dan tafakur. Kemudian nampaklah remang-remang lorong menuju jalan keluar.</p><p><br /></p><p>Sebagaimana Nabi Adam ketika menerjang pantangan Tuhan dengan menyantap buah Khuldi. Rasa sesal menyiksa batin beliau, dan diobati dengan pengakuan tulus dan sembah sujud;</p><p><br /></p><p>ربنا ظلمنا انفسنا وان لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين</p><p><br /></p><p>"Duhai Tuhan kami, kami telah menzalimi dirinkami. Jikalau tidak Engkau ampuni dan kasihi kami, tentulah kami termasuk orang-orang merugi."</p><p><br /></p><p>Atau seperti Nabi Ya'qub yang dirundung duka sebab kehilangan putra terkasih, Yusuf. Sampai-sampai menderas tangisnya dan buta penglihatannya. Namun beliau berserah kepada Tuhan,</p><p><br /></p><p>انما اشكو بثي وحزني الى الله</p><p><br /></p><p>"Sungguh semata-mata kuadukan kepedihan dan kesedihanku hanya kepada Allah."</p><p><br /></p><p>Atau seperti Nabi Ayyub yang ditimpa cobaan bertubi-tubi. Harta bendanya ludes, keluarga meninggalkannya, penyakit menjangkiti tubuhnya. Dalam keadaan lemah tak berdaya, beliau bersandar total kepada Allah,</p><p><br /></p><p>اني مسني الضر وانت ارحم الراحمين</p><p><br /></p><p>"Sungguh telah menerpaku penyakit, dan Engkaulah Yang Maha Pengasih."</p><p><br /></p><p>Atau seperti Nabi Yunus yang tak diacuhkan oleh kaumnya, dikucilkan dan dibuang dari kapal, tenggelam di kegelapan samudra, hingga terhimpit di dalam perut ikan. Hampir tiada lagi jalan keluar, sampai beliau membisikkan keberserahan,</p><p><br /></p><p>لا اله الا انت سبحنك اني كنت من الظالمين</p><p><br /></p><p>"Tiada tuhan selain Engkau, mahasuci Engkau. Sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim."</p><p><br /></p><p>Demikianlah. Agama itu solusi dari Tuhan untuk kita. Minimal menjadi solusi bagi peperangan batin di dalam diri kita masing-masing.</p><p><br /></p><p>__</p><p>Tawasi Sabtu</p><p>KBQT Salatiga, 16 Juli 2022</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-10920961427886173962022-07-04T06:34:00.003-07:002023-08-14T13:40:35.467-07:00Perbedaan & Persamaan - #KelasLogika (03)<p>PERBEDAAN DAN PERSAMAAN #KelasLogika (03)</p><p>@ziatuwel </p><p><br /></p><p>Selain berpikir, ada sifat yang hanya dimiliki manusia dan tidak ada pada hayawan lain meskipun sama-sama beranak-pinak, yakni merusak. Salah satu buktinya adalah produksi sampah melimpah yang ujung-ujungnya merusak bumi.</p><p><br /></p><p>Nah, dalam contoh paragraf di atas, kata "manusia" termasuk Nau', kata "hayawan" termasuk Jins, kata "berpikir" termasuk Fashl, kata "beranak-pinak" termasuk 'Am, dan kata "merusak" termasuk "khos". Apa itu nau', jins, fashl, 'am, dan khos itu?</p><p><br /></p><p>LAFZH: MUHMAL - MUSTA'MAL</p><p><br /></p><p>Jadi begini. Untuk menyampaikan suatu kehendak kepada pihak lain, kita menggunakan "lafzh", atau lafal, sebagai medianya. Yakni rangkaian huruf-huruf yang menjadi kata atau ungkapan. Ada dua jenis lafzh, yakni "muhmal" atau kata tak bermakna seperti ocehan bayi, ada juga "musta'mal" atau kata yang bermakna.</p><p><br /></p><p>MUSTA'MAL: MUROKKAB - MUFROD</p><p><br /></p><p>Kata yang bermakna (musta'mal) ada kalanya berupa kata majemuk atau tersusun (murokkab), ada kalanya berupa kata tunggal (mufrod). Contoh murokkab seperti frase "Bangsa Indonesia", "rumah sakit", "pasar kaget", atau dalam bahasa Arab seperti susunan kalimat "zaidun qaimun". Yakni susunan kata-kata yang menghasilkan makna utuh tertentu, dan masing-masing kata penyusunnya memiliki makna sendiri.</p><p><br /></p><p>MUFROD: KULLI - JUZI</p><p><br /></p><p>Sedangkan lafzh mufrod adalah kata tunggal. Semisal "hewan", "manusia", "toko", dan semisalnya. Berdasarkan cakupannya, ada dua jenis kata tunggal; kata universal (kulli) dan kata parsial (juz-i). Lafzh kulli adalah kata yang memungkinkan adanya sekutu, atau masih memiliki varian di bawahnya. Misalnya kata "macan", di bawahnya masih ada varian "macan kumbang", "macan tutul", "macan loreng", dan seterusnya.</p><p><br /></p><p>Sedangkan lafazh juz-i ialah kata yang tak memungkinkan ada sekutu, atau tak ada lagi varian di bawahnya. Seperti nama orang; "Anwar", atau nama tempat; "Alfamart", atau nama hewan tertentu yang sudah sangat spesifik; "Cupang".</p><p><br /></p><p>KULLI: DZATI - 'ARIDHI</p><p><br /></p><p>Lafzh kulli (universal) bisa berupa kata zat esensial (dzati) atau kata kondisi aksidental ('aridhi). Kata kulli dzati semisal "sayur" yang melingkupi varian terong, bayam, dan wortel. Yakni makna sayur sebagai suatu zat ada dalam diri setiap variannya. Artinya, sampai kapanpun dan bagaimanapun si terong, bayam, dan wortel akan tetap menjadi sayur.</p><p><br /></p><p>Atau kata "hayawan" (makhluk hidup yang bebas bergerak dan berkembang biak), di bawahnya ada varian "insan" (manusia) dan "ghonam" (hewan ternak). Maka sampai kapanpun manusia adalah hayawan. Intinya, lafzh kulli dzati terkandung dan terus menetap dalam zat varian-variannya.</p><p><br /></p><p>DZATI: JINS - NAU' - FASHL</p><p><br /></p><p>Dalam contoh lafzh kulli dzati di atas, kata "hayawan" menjadi Jins (genus), yakni kata umum yang mencakup hal-hal berbeda dengan persamaan sifat. Sedangkan kata "insan" dan "ghonam" menjadi Nau' (spesies), yaitu kata spesifik yang mencakup hal-hal dengan persamaan bentuk dan sifat. Sedangkan hal yang membedakan antara nau' insan dengan nau' ghonam disebut Fashl (diferentia) atau pembeda. Dalam hal ini, pembeda antara insan dengan nau'-nau' lainnya adalah "nathiq" (berpikir).</p><p><br /></p><p>'ARIDHI: 'AAM - KHOS</p><p><br /></p><p>Berbeda dengan kata kulli 'aridhi. Yakni kata universal berupa suatu keadaan yang sekadar menempel pada varian-variannya. Misal kata "bergerak" yang mencakup burung, macan, ikan, dan sebagainya. Tapi keadaan "bergerak" hanya menempel pada varian-varian tersebut. Artinya, ketika si macan sedang diam atau mati maka dia tidak lagi dalam cakupan kata "bergerak".</p><p><br /></p><p>Atau kata "mengaum" yang menempel pada si macan. Tapi itu hanya berlaku saat si macan mengaum. Kalau dia sedang diam, tidur, atau mati, tentu predikat "mengaum" tidak lagi menempel padanya. Jadi intinya, lafzh aridhi sekadar menunjukkan kondisi dan tidak menempel terus pada varian-variannya.</p><p><br /></p><p>Nah, dalam contoh di atas, kata "bergerak" menjadi 'aridhi yang bersifat umum atau 'aam (common). Artinya, kondisi "bergerak" tidak hanya dimiliki si macan, tapi juga dimiliki burung dan ikan. Sedangkan kata "mengaum" menjadi 'aridhi yang bersifat khusus atau khos (spesifik), yakni kondisi khas yang hanya dimiliki si macan.</p><p><br /></p><p>Kembali ke contoh di paragraf awal tulisan ini. Mari kita bedah kalimat berikut sesuai kategori lafazh: "Selain berpikir, ada sifat yang hanya dimiliki manusia dan tidak ada pada hayawan lain meskipun sama-sama beranak-pinak, yakni merusak."</p><p><br /></p><p>Maka pembedahannya adalah sebagai berikut;</p><p><br /></p><p>- Jins: hayawan (himpunan yang mencakup berbagai jenis makhluk hidup berakal)</p><p>- Nau': manusia (salah satu spesies makhluk)</p><p>- Fashl: berpikir (pembeda antara manusia dengan spesies lainnya)</p><p>- 'Aam: beranak (kondisi umum yang dimiliki manusia dan spesies lainnya)</p><p>- Khos: merusak (kondisi khas yang hanya dimiliki manusia)</p><p><br /></p><p>Contoh lain; "Dari satu setengah miliar muslim di muka bumi, Anda semua beruntung, sebab diberi anugerah oleh Allah menjadi santri yang mengaji ilmu agama, makan, minum, dan mondok di pesantren."</p><p><br /></p><p>- Jins: muslim (himpunan yang mencakup berbagai jenis orang beragama Islam)</p><p>- Nau': santri (salah satu varian orang Islam)</p><p>- Fashl: mengaji (pembeda antara santri dengan bukan santri)</p><p>- 'Am: makan, minum (kondisi yang dimiliki santri dan selainnya)</p><p>- Khos: mondok (tinggal di pondok pesantren; kondisi khas yang dimiliki santri)</p><p><br /></p><p>Dengan memahami kategori jins, nau', fashl, serta 'aridhi 'aam dan khos ini kita bisa memetakan apa persamaan dan perbedaan di antara hal-hal yang ada di dunia ini. Apa persamaan dalam satu jins yang perlu ditonjolkan saat butuh persatuan, apa perbedaan yang perlu diperjelas untuk mempertegas identitas, serta apa yang musti diendapkan sebagai ciri khas.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaBhgc7Z20oXZGMjiIdjI2RVj99OPThvaVAwkC8snDb9DpGav1r7sRA5sEJIh0NDlJKWd2C3C6CeH_glZhBa5vJWkyHVEJFxT1jO-pC_pc0AlQ9u9lP5Lhd-pwm74z6eMD9fMNmVl75M1CWO4oplLuO0GoygDlVQd0rFsk19qOXlVf-Y_6RQ69ufgx/s4000/IMG_20220702_193349.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4000" data-original-width="3000" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiaBhgc7Z20oXZGMjiIdjI2RVj99OPThvaVAwkC8snDb9DpGav1r7sRA5sEJIh0NDlJKWd2C3C6CeH_glZhBa5vJWkyHVEJFxT1jO-pC_pc0AlQ9u9lP5Lhd-pwm74z6eMD9fMNmVl75M1CWO4oplLuO0GoygDlVQd0rFsk19qOXlVf-Y_6RQ69ufgx/w300-h400/IMG_20220702_193349.jpg" width="300" /></a></div><br /><p><br /></p><p>_____</p><p>ISTILAH</p><p>Lafzh: lafal (rangkaian huruf-huruf)</p><p>Muhmal: kata tanpa makna</p><p>Musta'mal: kata bermakna</p><p>Murokkab: kata-kata yang tersusun/majemuk/frase</p><p>Mufrod: kata tunggal/singular</p><p>Kulli: kata universal (mengandung varian)</p><p>Juz-i: kata parsial (varian spesifik)</p><p>Dzati: zat esensial</p><p>'Aridhi: kondisi aksidental</p><p>Jins: genus (himpunan)</p><p>Nau': spesies (varian)</p><p>Fashl: diferensia (pembeda)</p><p>'Am: kondisi bersama/common aksiden</p><p>Khos: kondisi khusus/proper aksiden</p><p><br /></p><p>___</p><p>Ngaji Sullamul Munawraq</p><p>Kelas III Aliyah MHM Kalibening</p><p>Sabtu 2 Mei 2022</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-55417942465826506632022-06-27T21:28:00.003-07:002023-08-14T14:05:07.294-07:00Al-Fatihah 1-7: Intisari Kitab Suci #TafsirMunir<p>IISARI KITAB SUCI</p><p>@ziatuwel</p><p><br /></p><p>(1) Dengan nama Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim.</p><p><br /></p><p>Kumulai bacaanku, dan segala gerak-diamku, dengan disertai nama Allah, Tuhanku, satu-satunya Dzat yang pantas disembah. Yang Maha Rahman dan Rahim.</p><p><br /></p><p>(2) Segala puji hanya milik Allah, Tuhan yang memelihara seluruh alam.</p><p><br /></p><p>Segala puji dan terima kasih sejatinya hanya milik Allah semata, yang telah mengaruniakan kenikmatan tiada tara, terutama nikmat iman kepada-Nya bagi segenap hamba-Nya.</p><p><br /></p><p>(3) Ar-Rahman Ar-Rahim</p><p><br /></p><p>Dia yang Maha Pengasih kepada siapapun, baik yang saleh maupun yang ingkar, dengan memberikan rejeki dan kehidupan di alam dunia. Serta yang maha pengasih kepada orang-orang beriman, dengan memasukkan mereka ke dalam surga, dan menghindarkan dari siksa neraka kelak di akhirat.</p><p><br /></p><p>(4) Sang pemilik hari pembalasan.</p><p><br /></p><p>Dia yang menguasai segala hal kelak di hari kiamat, hari kebangkitan, hari pembalasan.</p><p><br /></p><p>(5) Hanya kepada-Mu aku menyembah, dan hanya kepada-Mu kumohon pertolongan.</p><p><br /></p><p>Tiada satupun dzat yang kusembah selain Engkau, dan kepada-Mu kumohon pertolongan dalam menyembah-Mu. Agar aku sanggup menghindari maksiat dengan penjagaan-Mu, dan melaksanakan ketaatan dengan petunjuk-Mu.</p><p><br /></p><p>(6) Tunjukkanlah padaku jalan yang lurus.</p><p><br /></p><p>Kumohon pada-Mu hidayah berlipat-lipat untuk melaksanakan ajaran-Mu, dalam beribadah kepada-Mu, dalam keislaman ini, serta kokohkan diriku dalam hidayah yang sudah Engkau anugerahkan itu.</p><p><br /></p><p>(7) Yakni jalan orang-orang yang Engkau karuniai nikmat, bukan orang-orang yang dibenci, maupun orang-orang yang sesat.</p><p><br /></p><p>Sebagaimana Engkau karuniakan pada para pendahulu kami, di jalan para nabi, para wali shiddiq, para syuhada, dan orang-orang saleh. Serta jangan telantarkan kami di jalan orang-orang yang dibenci, yakni orang-orang yang kafir, maupun jalan orang-orang yang sesat, yakni orang-orang munafik.</p><p><br /></p><p>Amin. Kabulkanlah wahai Tuhanku.</p><p><br /></p><p>Tujuh ayat surat Fatihah ini memuat isyarat bagi empat jenis ilmu yang terkandung dalam kitab Al-Quran. Yakni;</p><p><br /></p><p>1. Ilmu Akidah, yakni berkaitan dengan keyakinan terhadap perkara ketuhanan (ayat 2), kenabian (ayat 7), dan keakhiratan (ayat 4).</p><p><br /></p><p>2. Ilmu Ibadah, yakni berkaitan dengan cara peribadatan atau menyembah Tuhan (ayat 5) baik yang mahdhah maupun muamalah.</p><p><br /></p><p>3. Ilmu Akhlak, yakni berkaitan dengan cara menuju kesempurnaan diri sebagai insan dalam rangka menghamba kepada Allah (ayat 5).</p><p><br /></p><p>Ketiga ilmu tersebut berpadu sebagai satu kesatuan tak terpisahkan yang disebut sebagai Jalan Lurus (ayat 6).</p><p><br /></p><p>4. Ilmu Sejarah, yakni tentang kisah umat-umat terdahulu baik yang taat maupun yang ingkar (ayat 6) sebagai peringatan dan pelajaran.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEin_h7eifKbHyqVw9Njro27RKfGL_B4V3rOvrXDH6dzL2O7jh6byAAAoyfqF-yy8cU1jQLSAHJVaVCLBXRCrOvIM3Th3OfF4FqQVdM1hdxCiqErBXhEELDT5jQ5IQHdFUB2plTQB-TYc6CrDZONDnkxa65qgmNhGZYKpKQahRJmg2iYdbRZvfHT9KmV/s4000/IMG_20220628_103032.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="3000" data-original-width="4000" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEin_h7eifKbHyqVw9Njro27RKfGL_B4V3rOvrXDH6dzL2O7jh6byAAAoyfqF-yy8cU1jQLSAHJVaVCLBXRCrOvIM3Th3OfF4FqQVdM1hdxCiqErBXhEELDT5jQ5IQHdFUB2plTQB-TYc6CrDZONDnkxa65qgmNhGZYKpKQahRJmg2iYdbRZvfHT9KmV/s320/IMG_20220628_103032.jpg" width="320" /></a></div><br /><p><br /></p><p><br /></p><p>Wallahu a'lam.</p><p>Salatiga, 1 Dzulhijjah 1443</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-974680090281938652.post-3957628752839315992022-06-19T15:32:00.006-07:002023-08-14T13:40:35.467-07:00Cerdas Menangkap Kode - #KelasLogika (02)<p>Kalau Anda jalan-jalan ke suatu taman di Bulgaria, kemudian kebelet kencing dan bertanya kepada orang sana, "Pak, saya sudah kebelet banget, boleh kencing di semak itu?"</p><p><br /></p><p>Lalu orang yang ditanya kok manggut-manggut, kemudian Anda langsung kencing di sana, bisa-bisa Anda kena gebuk. Sebab manggut-manggut di Bulgaria artinya "tidak".</p><p><br /></p><p>Kalau dia geleng-geleng baru berarti "iya". Begitulah, kode bahasa tubuh di sana berbeda dengan kita. Dalalah-nya berbeda. Apa itu dalalah?</p><p><br /></p><p>Dalalah berarti kode atau petunjuk, petunjuk berarti suatu hal yang menunjuk kepada hal lainnya. Hal yang menunjuk disebut "dalil", yang ditunjuk namanya "madlul".</p><p><br /></p><p>Ada dua jenis dalalah, yakni dalalah lafzhiyyah (kode kata-kata), dan dalalah ghairu lafzhiyyah (kode keadaan). Kedua jenis dalalah itu bisa berupa petunjuk yang masuk akal (aqliyyah), bisa juga berupa petunjuk yang sesuai kebiasaan bawaan alami (thabi'iyyah), atau berupa kesepakatan budaya (wadh'iyyah).</p><p><br /></p><p>Begini contohnya:</p><p><br /></p><p>DALALAH GHAIRU LAFZHIYYAH</p><p>(Kode Keadaan)</p><p><br /></p><p>1. Aqliyyah (masuk akal); ada sandal di depan pintu, berarti ada orang di dalam rumah. Ada suara gemericik di seberang bukit, berarti ada sungai di sana.</p><p><br /></p><p>2. Thabi'iyyah/'Adiyyah (kebiasaan alami); setelah mendung biasanya hujan, wajah pucat biasanya sakit.</p><p><br /></p><p>3. Wadh'iyyah (kesepakatan); manggut berarti iya, geleng berarti tidak. Tapi geleng dan manggut di sini bisa berbeda dengan di Bulgaria, seperti contoh di atas.</p><p><br /></p><p>DALALAH LAFZHIYYAH</p><p>(Kode Kata)</p><p><br /></p><p>1. Aqliyyah (masuk akal); al-lafzhu yadullu 'ala al-lafizh; adanya kata-kata menunjukkan ada yang mengatakan.</p><p><br /></p><p>2. Thabi'iyyah/'Adiyyah (kebiasaan alami); merintih menunjukkan rasa sakit, bersorak menunjukkan kegembiraan.</p><p><br /></p><p>3. Wadh'iyyah (kesepakatan); mayoran menunjukkan kegiatan makan bersama di kalangan santri, arti 'jeleh' di Tegal berbeda dengan 'jeleh' di Salatiga.</p><p><br /></p><p>Nah, jenis kode kata-kata yang berdasarkan kesepakatan ini terbagi lagi menjadi tiga jenis. Yaitu;</p><p><br /></p><p>a. Muthabaqah (cocok sepenuhnya); ketika seorang ditanya, "Apa itu rokok?" Kemudian dia menjawab, "Rokok adalah tembakau yang dilinting."</p><p><br /></p><p>b. Tadhammun (mengandung sebagian makna); ketika dia menjawab, "Rokok adalah tembakau."</p><p><br /></p><p>c. Iltizam (bermakna sewajarnya); ketika dia menjawab, "Rokok itu ngebul."</p><p><br /></p><p>Contoh lain kode kata-kata kesepakatan (dalalah lafzhiyyah muthabaqah) adalah seperti ini;</p><p><br /></p><p>a. Muthabaqah; Labib beli mobil; artinya Labib membeli seluruh bagian mobil itu sebagai suatu kesatuan menyeluruh.</p><p><br /></p><p>b. Tadhammun; Husna makan durian; artinya Husna hanya makan sebagian dari keseluruhan buah durian, yaitu dagingnya saja.</p><p><br /></p><p>c. Iltizam; Farid beli galon; artinya Farid sedang membeli air mineral untuk mengisi galon, atau sedang menukar galon kosong dengan galon yang masih penuh air mineral.</p><p><br /></p><p>Demikianlah beberapa jenis dalalah atau kode yang perlu kita pahami. Dengan memahami keterangan mengenai dalalah ini, kita melatih akal agar bisa cerdas menangkap kode dalam kehidupan sehari-hari. Baik dalam hubungan keluarga, pertemanan, kerja, maupun masyarakat pada umumnya.</p><p><br /></p><p>Baik kode berupa kata-kata maupun kode berupa keadaan. Selain itu kita juga berlatih untuk menggunakan kode sesuai dengan keadaan maupun budaya sekitar. Sehingga pesan kita bisa tersampaikan dengan efektif, tidak malah menimbulkan masalah.</p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipuTqSJmzkgb7AQIKZP1pItVUofH86AahzZi2xJRni0yaSrKSoyQ43b83eHyO5zllo5YeVGhwV7snV14TdCm5j0pUjvyXn3kh_zhtXeKWOLusIqezodbZ__1nHxCKBchKySJnRYLj72m1QjOFRAZNUj6wT9XTkiXGeUoEFt4dVXJdf4w_ZIDQ-QKyz/s4000/IMG_20220616_122241.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="4000" data-original-width="3000" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipuTqSJmzkgb7AQIKZP1pItVUofH86AahzZi2xJRni0yaSrKSoyQ43b83eHyO5zllo5YeVGhwV7snV14TdCm5j0pUjvyXn3kh_zhtXeKWOLusIqezodbZ__1nHxCKBchKySJnRYLj72m1QjOFRAZNUj6wT9XTkiXGeUoEFt4dVXJdf4w_ZIDQ-QKyz/w300-h400/IMG_20220616_122241.jpg" width="300" /></a></div><br /><p><br /></p><p>__</p><p>ISTILAH</p><p>Dalalah: kode (petunjuk)</p><p>Lafzhiyyah: perkataan</p><p>Ghairu Lafzhiyyah: keadaan</p><p>Aqliyyah: masuk akal</p><p>Thabi'iyyah/Adiyyah: kebiasaan alami</p><p>Wadh'iyyah: kesepakatan budaya</p><p>Muthabaqah: cocok sepenuhnya</p><p>Tadhammun: mengandung sebagian makna</p><p>Iltizam: bermakna sewajarnya</p><p><br /></p><p>___</p><p>Sabtu 18 Juni 2022</p><p>Ngaji Sullamul Munawraq</p><p>Pertemuan ke-3</p><p>Kelas 3 Aliyah</p><p>Madrasah Hidayatul Mubtadiin</p><p>Kalibening Salatiga</p>ziatuwelhttp://www.blogger.com/profile/05491602641212593705noreply@blogger.com0