Mbah Yai Najib dikenal sebagai sosok yang begitu tawadhu, rendah hati. Bahkan gestur tubuh beliau pun menunjukkan hal itu. Beliau selalu nampak menunduk.
Bahkan Kiai Musthofa Bisri menyebut beliau sebagai 'hamilul Quran yang tak pernah menatap langit'. Tentu ini bahasa sastrawi, kiasan atas kerendahhatian beliau. Juga betul bahwa beliau jarang sekali ketahuan mendongak.
Tapi pernah ada kejadian saat beberapa santri melihat beliau menatap langit. Ya, beliau mendongak ke atas, ke langit. Hal ini terjadi di halaman (parkiran) komplek Madrasah Huffadh, musim hujan, di awal-awal masa pembangunan komplek Ribath al-Quran.
Pagi itu Mbah Yai ada keperluan di Madrasah Huffadh. Sebelum beranjak kembali ke ndalem, beliau sempat mendongak ke atas. Langit terlihat mendung, gelap, padahal siang itu ada agenda pengecoran dak gedung Ribath. Para santri khawatir hujan, sebab memang tiap sore hujan, bahkan sering hujan selepas dzuhur.
Saat itulah beliau melihat ke arah langit, mengibaskan tangan ke atas, sambil berlalu dan bergumam lirih tapi masih bisa didengar, "Kalau bisa hujannya ditunda dulu saja."
Siangnya, mendung tebal masih menggelayut. Agenda pengecoran tetap dilaksanakan lepas dzuhur. Hujan masih belum juga turun. Betul-betul aneh. Bahkan sampai malam tiba pun belum turun hujan. Barulah pada dini hari keesokan harinya, hujan mengguyur pondok begitu deras.
__
Pasca gempa Jogja, ndalem Mbah Yai rusak berat. Di awal masa pembangunan ndalem baru, banyak besi cor-coran berserakan. Mbah Yai minta tolong seorang santri untuk mengambilkan gergaji besi di komplek Madrasah Huffadh.
Si santri kemudian mencari benda itu, tapi tak ketemu. Maklum saja, lagi banyak yang butuh. Mungkin sedang dipakai orang lain. Ia pun berkeliling dari satu komplek ke komplek lain untuk meminjam gergaji besi. Cukup lama ia berkeliling.
Setelah dapat, si santri kembali ke ndalem untuk menyerahkan gergaji besi itu. Sesampainya di sana, ia kaget. Besi cor-coran tebal itu sudah patah semua, tanpa ada alat apapun di sekitar Mbah Yai.
"Wis, Kang," kata beliau.
__
Lahul Fatihah.
Kalibening, 15-1-2021