Tartilan - MbahNajib #18

 TARTILAN #MbahNajib (18)

@ziatuwel


Bakda zhuhur selama bulan Ramadan jadi momen teduh bagi santri Krapyak. Mereka berkumpul di ndalem Mbah Yai Najib. Ada yang di ruang tamu, teras, halaman, masjid, atau di komplek. Bersila menyimak beliau tartilan Quran. Persis burung-burung emprit yang bernaung di kerindangan pohon beringin.


Tartilan ini jadi salah satu 'menu utama' Program Khusus Ramadan (PKR) atau kilatan, atau pasanan, di Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Maka praktis, saat Mbah Yai Najib tartilan tidak ada jadwal ngaji lain di wilayah Al-Munawwir. Kepada teman-teman yang ngaji pasanan di Krapyak, sering kusebut tiga menu utama khazanah Krapyakiyyah.


Tiga menu utama ini tidak boleh ditinggal oleh santri kilatan. Yaitu; (1) ngaji bakda subuh Mbah Yai Zainal, (2) ngaji tartilan Quran bakda zhuhur Mbah Yai Najib, dan (3) ngaji Hujjah Ahlussunnah Waljamaah Mbah Ali Maksum (biasanya bakda tarawih, dulu aku ngaji kepada Kiai Muslih Ilyas hafizhahullah).


Dalam momen tartilan ini, Mbah Yai membaca hapalan Quran sampai satu setengah juz. Dibaca secara tartil berlagu, dengan tempo sedang dan suara beliau yang khas nan mantap. Mbah Yai duduk di ruang tamu ndalem menghadap ke timur. Belakangan, setelah Aula G jadi (pas di depan ndalem), kegiatan tartilan Ramadan dipindah ke gedung baru itu. Beliau duduk di bagian depan ruangan, menghadap barat.


Para santri menyimak sambil memegang mushaf masing-masing. Di antara mereka banyak yang membawa pensil untuk menandai; dimana bacaan boleh berhenti, dimana musti dimulai lagi di tengah ayat. Terutama di surat-surat pendek dengan ayat-ayat pendek di juz-juz akhir. Sehingga mushaf mereka banyak dihiasi tanda-tanda waqaf-washal, persis mushaf cetakan Kudus baru-baru ini.


Salah satu cara baca yang kuingat betul, Mbah Yai selalu mewashalkan akhir ayat menuju ayat berikutnya yang diawali isim maushul (kata sambung), seperti 'alladzi' atau 'alladzina'. Tentu saja hal ini terkait makna yang masih tersambung di antara ayat-ayat tersebut. Juga beberapa hal detail tajwid yang hanya bisa disimak langsung. Semisal makhraj, idgham, izhhar, mad, dan seterusnya.


Tartilan biasa dimulai jam dua siang. Biasanya selesai saat adzan Ashar atau setelahnya. Kadang di tengah pembacaan, Mbah Yai terkantuk. Apalagi jika kondisi beliau sedang lelah. Bahkan kadang beliau hampir terlelap, dengan lisan yang masih terus melafalkan ayat-ayat Quran secara lirih. Luar biasa.


Pada hari kedua puluh, digelar khataman tartilan sekalian buka bersama. Semua penyimak dijamu makan di ndalem Mbah Yai Najib. Mulyo tenan. Ada juga model santri yang cuma nongol pas pembukaan di hari pertama dan khataman makan-makan. Mukiyo tenan.


Aku tak tahu mulai kapan tradisi tartilan ini dimulai di Krapyak. Mungkin para senior berkenan cerita. Yang jelas, Ramadan tahun ini tak ada lagi suara berat tartilan Mbah Yai meneduhkan siang yang terik di Krapyak.


Namun semoga tradisi baik ini tetap dilanjutkan oleh para penerus beliau. Sebagai penaung burung-burung emprit yang berduka ditinggal induknya. Sebagai peneduh suasana dunia yang rasa-rasanya makin terik saja.


___

Kalibening, 25 Sya'ban 1442


Bagi teman-teman yang kangen suara tartilan Mbah Yai, silakan akses di saluran tautan youtube pondok Almunawwir TV berikut ini: https://youtube.com/playlist?list=PLHUsigZtVNul7ySAiS6j-FS_S7dtfc_2Y



Foto: suasana setoran ndalem tengah malam, gambar ini kuambil secara diam-diam saat syuting video profil berjudul 'Rakyat Hufadz' tujuh tahun lalu. Mungkin jadi satu-satunya video yang merekam momen setoran santri kepada beliau. Ini videonya: https://youtu.be/Ek6VNa5gXaI


100 Hari Mbah Yai Najib.

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya