Mbombong Anak Atas Tiap Potensinya - KBQTDiary #66

"Nggak usah resah kalau nilai di rapot anak nggak memuaskan," ujarku di hadapan para guru dan wali murid MI Tarbiyah Islamiyah Noborejo pada momen 'nampa rapot' akhir tahun pelajaran, 20 Desember 2023.

"Anak njenengan suka dolanan karo pitik? Suka dandan? Suka penekan wit? Suka mbongkar pasang mainan? Suka ceriwis? Atau bahkan suka ngelamun menyendiri? Itu semua jenis-jenis potensi kecerdasan yang perlu dikenali, dikawal, dibombong, sukur-sukur difasilitasi. Minimal, tidak dipaido dan dibikin mati. Siiiaaaaap?!"

"Siaaaap!" seru ibu-ibu dan bapak-bapak dengan begitu bersemangat.

"Sebagai guru, kita ini kebanyakan membimbing dan kekurangan membombong," lanjutku, mengutip kata Pak Din, yang kata beliau dikutip dari Mokhtar Bukhari, "Orang membimbing punya perasaan sudah benar, sudah bisa, sudah pantas untuk kemudian mengatur orang yang dibimbing, yang dianggap masih salah. Sedangkan membombong itu menghargai proses yang dilalui anak dan menerima hasil yang ia capai."

Lalu kuutarakan bagaimana teori kecerdasan jamak (Multiple Intellegences) ala Howard Gardner bahwa tiap manusia punya delapan (disempurnakan jadi sembilan) jenis kecerdasan khas. Anak yang suka bergerak dia cerdas kinestetik, suka ngobrol berarti cerdas verbal, suka mikir dan menata pola berarti cerdas logis, suka hewan dan tumbuhan berarti cerdas natural, suka suka bergaul berarti cerdas interpersonal, suka merenung menyendiri berarti cerdas intrapersonal, suka bermusik berarti cerdas musikal, suka menggambar berarti cerdas spasial, suka ritual ibadah berarti cerdas eksistensial.

Jika memakai teori ini, maka tidak ada anak yang tidak cerdas. Tinggal bagaimana kita mbombong mereka, mendampingi mereka mengembangkan kecerdasannya. Untuk kemudian seiring bertambahnya usia mereka bisa tekun dan fokus di dalam bidang ia minati dan kuasai.

Jangan sampai anak-anak kita jadi seperti kita yang sebagian besar salah jurusan. Ssbagaimana hasil riset Irene Guntur yang menyimpulkan bahwa lebih dari 80% mahasiswa salah pilih jurusan. Sebab sejak dini mereka tidak paham apa kemampuan dan kemauannya.


Mas Arfian Fuadi, sudah terbukti inovasi karyanya secara internasional melalui DTech Engineering. Makanya dia bisa bikin kampus teknik mesin dan produknya dipesan negara, meskipun "hanya" lulusan SMK.

Gus Bahaudin Nursalim, sudah terbukti nyata kealimannya dalam ilmu Quran melalui pengajian-pengajiannya yang tidak hanya otoritatif, tapi juga analitik. Makanya bisa diundang mengisi kajian Quran di kampus-kampus, meskipun "hanya" jebolan pesantren.

Kesamaan dari Mas Arfian dan Gus Baha adalah kesungguhan belajar yang sesuai dengan minat dan bakatnya.

"Jadi, ibu bapak guru dan wali murid sekalian," ajakku, "Mari kita upayakan, bagaimana agar proses belajar bisa berpihak pada jenis kecerdasan khas tiap anak. Sehingga mereka bisa fokus dan sungguh-sungguh dalam belajar. Yang penting tujuan belajarnya jelas: manfaat. Dan itu bisa diukur dengan karya nyata."

Noborejo, 20-12-2023

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya