![]() |
Treasure Hunt, by Aimee Stewart |
Sejilid buku kuanggap sebagai sepotong puzzle. Ia hanya satu
anggota pelengkap dari sebuah gambar besar berjudul pengetahuan. Maka ia
membutuhkan potongan-potongan puzzle lain untuk melengkapi kekosongan ruang.
Makin banyak potongan puzzle, makin jelas gambarnya, makin terbaca pula
maksudnya.
Kehidupan adalah gambar besarnya. Buku-buku, pengalaman, dan
input-input lainnya adalah potongan puzzle yang saling berkaitan. Apa yang kita
baca, kita lihat, kita dengar dan kita alami menjadi bekal untuk memahami
gambar besar kehidupan.
Maka kita tak bisa mengklaim sesuatu hanya berdasarkan dari
sepotong puzzle saja.
Akibatnya, ada seekor pemuda mengatakan bahwa langit itu
hitam. Mungkin karena dia tidur sepanjang siang dan begadang di kala malam. Padahal
langit bisa putih, biru, bahkan oranye. Di kutub sana, bahkan ada aurora yang begitu
mempesona dan tak dilihat penduduk katulistiwa.
Apakah pemuda itu salah? Tidak, dia benar. Tapi belum
lengkap. Kebenarannya parsial-temporal. Bukan kebenaran sejati yang normalnya hanya
bisa diraih dengan perjalanan panjang. Maka klaim kebenaran adalah hal yang
wajar. Namun pemaksaan pemahaman terhadap suatu pandangan adalah
ketidakwajaran. Dan penyakit semacam ini biasanya diidap oleh bocah puber nan
kuper.
Istilahnya; katak dalam tempurung.
Untuk itulah, apa yang kita pahami sebagai kebenaran tak
selayaknya kita paksakan bagi orang lain. Di dalam beragamapun tiada paksaan. Karena
Tuhan paham betul karakter manusia yang mengalami fase-fase perkembangan. Seiring
waktu, jika sesosok manusia mau mencari, tentu ia akan sampai pada tahap kedewasaan.
Sambil tidurpun usia tetap menua, tapi untuk menjadi dewasa perlu upaya.
Nah, untuk menuju kedewasaan pemahaman diperlukan berbagai
potongan puzzle. Pengalaman adalah yang utama. Bergaul dengan berbagai orang
dari bermacam latar belakang bisa meruntuhkan benteng ego-sentrisme yang selama
ini dianut. Memahami berbagai rupa wacana ilmu pengetahuan bisa menuntun kita
pada pandangan yang ‘jangkep’ terhadap sesuatu.
Jujur saja, anak muda seperti saya pernah suatu saat merasa tahu
segala hal. Padahal apa yang dilihat baru setetes embun dari samudera
pengetahuan. Kadang ketika kau belajar tentang suatu tema, Agama misalnya, kau
merasa sudah jago dalam segala sisi ilmu kehidupan. Sehingga sikap jumawa
begitu kentara.
Di dalam Kitab Suci terkandung ‘clue’ atas segala misteri
kehidupan dan kematian. Kita membutuhkan berbagai macam input informasi dari
disiplin ilmu lain untuk memahami kalam Tuhan. Paling sederhana, untuk mengerti
maksud literal sebuah ayat, kita butuh ilmu bahasa.
Satu disiplin ilmu adalah puzzle bagi disiplin ilmu lainnya.
Satu buku adalah pelengkap bagi buku-buku lainnya. Dan suatu pengalaman adalah
penyempurna bagi pengalaman-pengalaman lainnya, agar gambar kehidupan bisa
terlihat jelas.
Sebagaimana ritual thawaf. Yakni ketika seorang hamba
mengitari satu obyek berkali-kali, sehingga ia bisa melihat, mengamati, dan
memahaminya dari berbagai sisi kemanusiaan. Searah dengan putaran semesta raya.
Dampaknya, kita bisa memandang suatu hal secara jujur, memahami
keteraturan pola hukum alam, dan bersikap bijak atas segala fenomena kehidupan.
~
Tegal, 26 Maret 2014
sukaaaa mas zia ^_^
ReplyDeletelagi lagi :) heuheu