Disuwuk Mbah Yai via Mimpi

Oleh: @ziatuwel

Mbah Yai hadir lagi dalam mimpiku malam ini. Kali ini dalam nuansa yang begitu nyata dan bermakna. Bagi santri, mimpi didatangi guru bukan hal yang sepele dan bukan hal yang maya. Kami meyakini bahwa mimpi haq adalah kenyataan dalam dimensi yang berbeda.

Sudah delapan bulan sejak aku menikah, selama itu pula aku belum kembali mengaji kepada Mbah Yai. Saat menikah aku memang tidak pamit boyong. Saat sowan pasca nikah kunyatakan ingin lanjut mengaji. Namun hingga kini kondisi belum memungkinkan, apalagi istriku tengah hamil lima bulan.

Saat masih mukim di Krapyak dahulu aku juga sering bermimpi Mbah Yai. Yakni saat aku malas ngaji dan berhari-hari tak setoran. Hal ini juga dialami teman-teman santri lain, bahkan juga para alumni.

Seingatku, sudah tiga kali Mbah Yai hadir dalam mimpiku sejak menikah. Namun yang terakhir ini paling gamblang sehingga kurasa perlu untuk dicatat.

Suasananya ramai. Seperti sedang ada acara, di suatu ruangan yang luas semacam aula. Para santri duduk melingkar merapat tembok aula. Sementara Mbah Yai duduk di tengah, agaknya acara simakan Quran.

Aku, dalam mimpi ini, jadi santri ndalem. Tugasku menyuguhkan minuman untuk Mbah Yai. Berupa semangkuk teh dan sebungkus remukan es. Kutuangkan remukan es itu ke dalam mangkok teh, kemudian kuhaturkan kepada beliau.

Mbah Yai, yang duduk bersila menyampingiku, terus memandangiku sambil bertanya padaku kemana saja kok belum juga mengaji. Aku hanya mesam mesem, malu mau menjawab apa. Sejurus kemudian beliau memegang pundakku, merapalkan sesuatu, kemudian meniupkannya ke dahiku. Aku disuwuk!

Sesekali kepalaku ditepuk, diusap, dirapali bacaan-bacaan. Aku tak ingat apa yang Mbah Yai baca dan tuturkan dalam mimpi itu. Yang jelas aku merasa sedang dibersihkan dari segala macam rasa malas mengaji dan ibadah.

Memang sejak dua minggu lalu (setelah mudik ke Tegal) aku selalu telat bangun. Selalu terbangun ketika jamaah subuh masjid sudah usai, itupun harus dibangunkan oleh istriku, dan terasa sangat berat. Padahal sebelumnya, sejak zaman mondok, selalu kuupayakan bangun sejam sebelum subuh. Sejak dua minggu itu pula aku tidak berangkat setoran rutin ke Pakdhe tiap bakda Isya.

Bagi kacamata santri, kemalasan dan rasa berat ibadah semacam ini dipandang sebagai pengaruh hal-hal gaib yang perlu suwukan agau ruqyah untuk menghilangkannya. Nah malam tadi, setelah mimpi disuwuk, aku terbangun jam tiga pagi dengan kondisi begitu segar. Tidak berat seperti dua minggu sebelumnya.

Makin mantap hatiku bahwa Mbah Yai sangat ampuh, menyuwuk santrinya via mimpi. Makin bersyukur masih terpaut rabithah dengan guruku. Dan makin malu aku karena belum juga mulai setoran lagi sampai kini.

Ila hadhratin nabiy wa ila hadhrati syaikhi, Mbah Yai Najib bin Abdul Qadir bin Munawwir, alfaatihah.

___
Kalibening, Salatiga, Selasa 30 Oktober 2018

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya