Mau Bela Agama? Ya Ngaji!

Oleh: @ziatuwel

Belakangan umat Islam di Indonesia makin akrab dengan istilah ghirah, bela agama, jihad, dan semacamnya. Belakangan ini pula saya jadi paham pesan para guru bertahun-tahun lalu. Bahwa kalau ingin membela agama, ya mengaji!

Jangan tertipu dengan anggapan bahwa; tak apa bodoh dan tidak paham ilmu agama, asalkan punya semangat dalam membela agama. Betapa banyak mereka yang tercatat dalam sejarah menjadi perusak agama sebab kebodohan berselimut bela agama. Mengaku bodoh itu baik, tapi harus dilengkapi dengan ngaji. Para santri paham betul bahwa salah satu tujuan ngaji adalah 'ngilangi kebodoan'. Sebab kebodohan itu racun mematikan;

السم القاتل للدين هو القول؛ "انا الجاهل لا اعرف احكام الدين بل لي غيرة كبيرة للدفاع عن ديني!" فكيف تدافع عن دينك بغير علم؟
-- Racun mematikan itu berupa ucapan; "Aku memang bodoh, tak paham hukum-hukum agama. Tapi aku punya semangat yang besar unthk membela agamaku!" Bagaimana bisa kau membela agamamu tanpa ilmu? --

Silakan mengaku bodoh jika sudah atau sedang dalam proses mengaji. Malah bagus, itu termasuk akhlak terpuji dalam tasawuf. Sebagaimana mengaku pendosa ketika sudah optimal melaksanakan kewajiban shalat lima waktu dan shalat sunnah lainnya. Jika mengaku bodoh tapi enggan mengaji, itu namanya bangga dengan kesombongannya. Jika mengaku pendosa tapi enggan memperbaiki diri semampunya, itu berarti menantang murka-Nya.

Itulah mengapa Baginda Nabi menyabdakan bahwa orang yang dikehendaki oleh Allah kebaikan akan di-faqih-kan dalam hal agama. Istilah faqih di sini bukan sekedar tahu dan bersemangat secara emosional, melainkan memahami secara ilmiah.

Apakah berarti semua orang Islam harus pakar dalam ilmu agama? Ya tidak juga. Minimal seorang muslim paham dasar-dasar keislaman, terutama dalam cakupan arkanuddin. Yakin akidah atau ilmu tauhid, syariah atau ilmu fikih, akhlak atau ilmu tasawuf, dan sekelumit tentang tanda-tanda akhir zaman.

Saat ini kita bisa lihat di berbagai media sosial, khususnya kawan-kawan yang kukenal. Mereka sibuk mengomentari hal-hal besar berskala nasional dan internasional namun tidak punya kapasitas keilmuan maupun kiprah dalam bidang tersebut. Begitupun dalam isu-isu agama, mereka ribut perihal tema-tema besar namun menyucikan pakaian sesuai fikih saja tak paham.

Pernah suatu kali Imam Ahmad bin Hanbal ditanya orang, "Kiai, Ya'juj dan Ma'juj itu muslim atau kafir?" Disahut oleh Imam Ahmad, "Kamu tahu doa masuk masjid?" Dijawab, "Tidak, Kiai." Lalu Imam Ahmad menimpali, "Mustinya hal-hal semacam itu yang kamu tanyakan."

Saya tidak sedang menghalangi semangat Anda untuk mengetahui dan membahas hal-hal besar. Silakan. Tapi mbokyao diimbangi dengan semangat mengaji sesuai dengan kondisi, profesi, peran, dan kebutuhan Anda. Mungkin Anda tidak bisa mendalami semua cabang ilmu agama, tapi setidaknya Anda perlu menguasai bidang yang bersangkut-paut dengan profesi Anda.

Akhirnya saya mulai paham kenapa para kiai sepuh menganjurkan santri untuk setia ngaji. Pokoknya ada dua hal yang tidak boleh lepas dari hidup santri, baik semasa mondok maupun sudah terjun bermasyarakat. Yani jamaah dan ngaji. Jamaah bisa diartikan sebagai aktivitas memakmurkan masjid, baik dengan shalat jamaah lima waktu maupun kegiatan-kegiatan lain. Sedangkan ngaji bisa berarti menggelar ruang keilmuan sesuai kebutuhan masyarakat.

Kiai Dimyathi Banten, seorang waliyyullah dan mursyid thariqah Syadziliyyah, masyhur dengan ungkapannya, "Thariqah aing mah ngaji (tarekatku adalah mengaji)". Begitu pula Kiai Jazuli Ploso, pendiri pesantren Al-Falah Kediri, menegaskan bahwa tarekat santri Ploso adalah ngaji, ngaji, dan ngaji. Semua kiai sepuh setelahnya pun selalu mewasiatkan hal yang sama; ngaji.

Kiai Ahmad Giren malah lebih spesifik. Saat haul Giren tahun 2009 beliau bilang, "Ngaji ya, ngaji. Jangan cuma ngaji yang model ceramah-ceramah. Ya itu boleh. Tapi yang penting ngaji kitab." Artinya, kalau Anda masih muda dan punya energi, tidak cukup Anda sekedar ngaji kuping seminggu sekali atau bahkan sebulan sekali. Anda perlu mengaji ilmu-ilmu agama secara intensif dari literatur salaf bersama guru yang otoritatif.
Istri sedang mengaji bersama santriwati MHM Kalibening
Intinya, ayo ngaji! Lalu bagaimana bagi muslim awam yang ingin mengaji tapi bingung apa saja hal minimal yang harus dikaji? Sudah kubuatkan daftarnya dalam Kurikulum Hijriyah. Silakan dibaca dan selamat mengaji.

_________
Kalibening, 5 November 2018

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya