Oleh: @ziatuwel
Jumat menjadi momen kerianggembiraan bagi anak-anak KBQT. Sebab di hari itu agenda mereka adalah gerak badan dengan keceriaan. Mereka menyebutnya 'Harkes' alias Hari Kesehatan. Kalau di sekolahmu mungkin disebut sebagai 'mapel olahraga'.
Jadi ingat jaman sekolah dahulu. Mapel favorit lintas jenjang adalah olahraga. Baik di SD, SMP, maupun SMA. Menu olahraga masa SD yang paling menancap di memori adalah bola kasti. Masa SMP, memori olahraga adalah main bola di lapangan yang diawali tiga kali lari keliling lapangan. Kalau jaman SMA, yang paling kuingat adalah ketika kami -para cowok- menari lincah ala cheerleader dengan lagu Bye-Bye-Bye-nya N'Sync.
Dahulu, Harkes digagas ketika Pak Din selaku 'kepala sekolah' lepas kena typhus. Dokter yang merawatnya tertarik untuk ngobrol materi tentang kesehatan bersama warga belajar KBQT. Maka jadilah, tiap Jumat digelar 'hari kesehatan' dengan mengobrolkan berbagai tema medis bersama ahlinya.
Tema pun berkembang, mulai dari kesehatan cerna, anatomi tubuh manusia, kebugaran, hingga periode kewanitaan dan kecantikan. Tentu difasilitasi oleh orang-orang yang memang ahli dalam bidang tersebut. Intinya, agenda Harkes adalah menggugah kesadaran dan memahami pengetahuan dasar tentang kesehatan.
Saat ini, kegiatan dominan Harkes adalah bersenang-senang dengan permainan. Tiap pekan berubah-ubah menunya. Terkadang berupa permainan tradisional di depan gedung Resource Center KBQT, semisal boyboy atau gobak sodor. Terkadang senam diiringi musik menghentak semacam SKJ. Terkadang main bola atau voli di lapangan desa. Terkadang renang di embung mata air Senjoyo.
Sebagai 'hari pendek' karena ada shalat Jumat, maka hari Jumat memang dikhususkan untuk kegiatan gerak badan ini. Alih-alih sebagai mata pelajaran, kulihat kegiatan ini lebih nampak sebagai agenda dolanan. Tapi memang bukankah begitu sejatinya kehidupan kita di desa? Anak-anak bermain ceria, tanpa menyadari bahwa mereka sedang berolahraga. Anak-anak dolanan menjelajah ke sawah dan kali, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang belajar.
Begitulah lenturnya agenda belajar di KBQT, termasuk olahraga. Namun jangan salah, meski tak ada formalitas pelajaran olahraga, tercatat beberapa warga belajar KBQT yang menonjol dalam kompetisi olahraga. Beberapa minggu lalu ada yang menjuarai wushu dalam porseni tingkat provinsi. Dulu ada juga yang pernah menjuarai pertandingan wushu tingkat nasional.
Ada satu kisah menarik dari Pak Din. Saat sekolah dahulu, ia pernah dapat nilai jelek di mata pelajaran olah raga. Sebabnya, ia tak tahu ukuran-ukuran baku mistar gawang sepak bola, lebar lapangan voli, dan semacamnya dalam ujian. Padahal saat itu dia juara Taekwondo tingkat provinsi.
Namun berkompetisi memang tidak menjadi perhatian besar di KBQT. Tak seperti di sekolah lain pada umumnya, yang punya target dan anggaran khusus untuk keikutsertaan dalam lomba. Di sini, yang dituju adalah pengembangan diri masing-masing anak sesuai bakat dan minatnya.
Jika ada momen lomba atau pertandingan, misalnya olahraga, warga belajar dipersilakan ikut dengan tujuan mengaktualisasikan dirinya sebaik mungkin, bukan untuk mengalahkan peserta lainnya. Bagiku, budaya belajar semacam ini adalah budaya yang sangat sehat.
_______
Kalibening, 2112-2018 #KBQTDiary - 7
Jumat menjadi momen kerianggembiraan bagi anak-anak KBQT. Sebab di hari itu agenda mereka adalah gerak badan dengan keceriaan. Mereka menyebutnya 'Harkes' alias Hari Kesehatan. Kalau di sekolahmu mungkin disebut sebagai 'mapel olahraga'.
Jadi ingat jaman sekolah dahulu. Mapel favorit lintas jenjang adalah olahraga. Baik di SD, SMP, maupun SMA. Menu olahraga masa SD yang paling menancap di memori adalah bola kasti. Masa SMP, memori olahraga adalah main bola di lapangan yang diawali tiga kali lari keliling lapangan. Kalau jaman SMA, yang paling kuingat adalah ketika kami -para cowok- menari lincah ala cheerleader dengan lagu Bye-Bye-Bye-nya N'Sync.
Dahulu, Harkes digagas ketika Pak Din selaku 'kepala sekolah' lepas kena typhus. Dokter yang merawatnya tertarik untuk ngobrol materi tentang kesehatan bersama warga belajar KBQT. Maka jadilah, tiap Jumat digelar 'hari kesehatan' dengan mengobrolkan berbagai tema medis bersama ahlinya.
Tema pun berkembang, mulai dari kesehatan cerna, anatomi tubuh manusia, kebugaran, hingga periode kewanitaan dan kecantikan. Tentu difasilitasi oleh orang-orang yang memang ahli dalam bidang tersebut. Intinya, agenda Harkes adalah menggugah kesadaran dan memahami pengetahuan dasar tentang kesehatan.
Saat ini, kegiatan dominan Harkes adalah bersenang-senang dengan permainan. Tiap pekan berubah-ubah menunya. Terkadang berupa permainan tradisional di depan gedung Resource Center KBQT, semisal boyboy atau gobak sodor. Terkadang senam diiringi musik menghentak semacam SKJ. Terkadang main bola atau voli di lapangan desa. Terkadang renang di embung mata air Senjoyo.
Sebagai 'hari pendek' karena ada shalat Jumat, maka hari Jumat memang dikhususkan untuk kegiatan gerak badan ini. Alih-alih sebagai mata pelajaran, kulihat kegiatan ini lebih nampak sebagai agenda dolanan. Tapi memang bukankah begitu sejatinya kehidupan kita di desa? Anak-anak bermain ceria, tanpa menyadari bahwa mereka sedang berolahraga. Anak-anak dolanan menjelajah ke sawah dan kali, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka sedang belajar.
Begitulah lenturnya agenda belajar di KBQT, termasuk olahraga. Namun jangan salah, meski tak ada formalitas pelajaran olahraga, tercatat beberapa warga belajar KBQT yang menonjol dalam kompetisi olahraga. Beberapa minggu lalu ada yang menjuarai wushu dalam porseni tingkat provinsi. Dulu ada juga yang pernah menjuarai pertandingan wushu tingkat nasional.
Ada satu kisah menarik dari Pak Din. Saat sekolah dahulu, ia pernah dapat nilai jelek di mata pelajaran olah raga. Sebabnya, ia tak tahu ukuran-ukuran baku mistar gawang sepak bola, lebar lapangan voli, dan semacamnya dalam ujian. Padahal saat itu dia juara Taekwondo tingkat provinsi.
Namun berkompetisi memang tidak menjadi perhatian besar di KBQT. Tak seperti di sekolah lain pada umumnya, yang punya target dan anggaran khusus untuk keikutsertaan dalam lomba. Di sini, yang dituju adalah pengembangan diri masing-masing anak sesuai bakat dan minatnya.
Jika ada momen lomba atau pertandingan, misalnya olahraga, warga belajar dipersilakan ikut dengan tujuan mengaktualisasikan dirinya sebaik mungkin, bukan untuk mengalahkan peserta lainnya. Bagiku, budaya belajar semacam ini adalah budaya yang sangat sehat.
_______
Kalibening, 2112-2018 #KBQTDiary - 7