Pengalaman Dolan ke Malaysia

Sejak kena GERD sepuluh tahun lalu, aku begitu trauma bepergian jauh. Boro-boro ke luar negeri, melancong keluar kota semisal Tegal-Salatiga saja sudah panik dan letih luar biasa.

Dulu, jaman parah-parahnya GERD, aku pernah kram perut di Jalan Bantul sebab kecapekan bersepeda. Pernah juga kram perut malam-malam di dalam mobil dan minta makan di rumah warga wilayah Gombong. Pernah juga minta turun di pom bensin karena panik saat ikut rombongan teman-teman santri kondangan. Pernah juga kumat saat motoran malam-malam di alas Clirit Kalibakung.



Insiden-insiden semacam itulah yang membuatku trauma bepergian, bahkan setelah GERD-ku mulai sembuh. Ketika memutuskan kuliah di Solo dan musti bolak-balik ngebis dua kali seminggu pun kekuatiran itu masih menghantui. Makanya ketika kemarin bisa bepergian ke luar negeri, selama tiga hari dengan jadwal padat, aku sangat bersyukur bisa pulang dengan selamat.


Perjalanan ke Malaysia pada 14-16 Mei 2024 kemarin adalah tugas belajar dari kampus Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta untuk para mahasiswa doktoral. Sedangkan peserta dari program magister ada aku dan Heri, sebagai mahasiswa sponsoran beasiswa LPDP-BIB.


Senin malam sebelum keberangkatan, aku meriang, menggigil, nggreges, bahkan demam. Malam itu kutenggak parasetamol dan berkemul serapat mungkin. Paginya, badan lumayan ringan meski masih agak nggreges dan nggak berani mandi.


Hari pertama, Selasa, full perjalanan seharian. Jam 7 pagi mulai ngebis dua jam dari Salatiga ke Solo. Dari kampus UNU, kami serombongan dua belas orang mampir makan siang di restoran Mayar Cawas Klaten, lanjut tiga jam ke bandara YIA Kulonprogo. Cukup lama karena tanpa tol.


Setelah dua jam keliling bandara, kami terbang selama dua jam naik Air Asia ke bandara Sultan Abdul Aziz Subang Shah Alam, dipungkasi sejam perjalanan ke Hotel Citin yang berlokasi di seberang Masjid Jamek Sultan Abdul Samad dan Tugu River of Life. Melewati Dataran (alun-alun) Merdeka dan istana kesultanan Selangor yang luar biasa gede. Jam 11 malam waktu setempat kami baru bisa rebah di kamar hotel. Rasanya letih betul, untung bisa mandi air panas.


Malam pertama ini aku tak nyenyak tidur. Ternyata kecapekan, lapar, dan kedinginan hawa AC. Pasalnya, hidangan katering nasi lemak selama di pesawat tak berani kumakan semua. Baru pada jam 2-an aku bisa lelap setelah nyantap sebungkus nasi ayam porsi kuli, beli di warung India depan hotel seharga tujuh ringgit.


KUALA LUMPUR


Esok paginya, Rabu, lawatan dimulai dengan mengunjungi Perpustakaan Syed Muhammad Naquib Alattas di kampus ISTAC-IIUM Kuala Lumpur. Meski tidak bisa berjumpa Syed Naquib, tokoh pendidikan Islam legendaris yang sudah kukenal namanya sejak kuliah di Jogja, aku masih sangat bersyukur bisa berziarah ke tempat ini. Dari sana, kami lanjut mengunjungi Sekolah Indonesia Kuala Lumpur di area Kedutaan RI, di sini aku bertugas menemani belajar adik-adik kelas XI menulis gagasan.


Selesai acara di SIKL kami langsung cabut ke Melaka, tiga jam perjalanan via tol dari Kuala Lumpur. Kami mampir ke restoran di pusat kota buat makan siang, meskipun cukup telat dan sempat buatku panik kliyengan. Tentu kami juga mampir ke Menara Kembar Petronas di pusat kota Kuala Lumpur dan Red Square alias Rumah Merah di Banda Hilir Melaka, sekadar buat foto.


Tak lupa, kami juga mampir di Central Market Kuala Lumpur buat belanja oleh-oleh. Sisa duit 150 ringgit kuhabiskan di sini buat beli coklat buat istri dan kaos buat bocil. Ada satu kios yang menarik perhatianku, jualannya berbagai jenis dolanan tradisional khas Melayu. Pengen kuborong bola takraw mini, congklak, gasing, ular tangga, egrang batok, yang semuanya terbuat dari kayu pernisan cantik. Sayang harganya lumayan mahal-mahal.


MELAKA


Sesampai di Melaka, kami mampir makan malam di sebuah restoran China. Menu utamanya, ikan asam pedas, disebut-sebut sebagai hidangan khas Melaka yang kerap diburu orang-orang dari berbagai kota. Tentu saja menu ini kental minyak dan santan. Ternyata memang sedap betul, walau aku hanya berani nyicip sekunyah dua kunyah.


Jam 8 malam waktu setempat, kami baru bisa rehat di Hotel Sentral Melaka. Karena masih lumayan sore, teman-teman rombongan lanjut jalan-jalan belanja. Aku milih rebahan di kamar hotel, selonjor setelah sesiangan berkegiatan, sambil nonton siaran tv lokal. Malam kedua ini aku bisa tidur lelap.


Hari ketiga, Kamis, agenda terakhir kami berkunjung ke Universitas Islam Melaka. Satu jam perjalanan dari hotel, melalui bentangan kebun sawit, rumah-rumah ala kampung Upin-Ipin, masjid-masjid bergaya limasan, dan jalur pantai Selat Malaka yang lumayan sepi. Di Unimel, acara utama kami adalah forum ilmiah bertema pendidikan Islam.


Para mahasiswa doktoral dari UNU maupun Unimel bergantian mempresentasikan rancangan penelitian masing-masing. Salah satu riset yang dipaparkan dari Unimel adalah penelitian Cik Suhaimi yang mengukur sejauh mana prosentase penerapan syariah di Kerajaan Malaysia dalam kerangka maqashidus syariah. Dari pihak UNU, ada Pak Muhlasin yang mengangkat tema teknologi dalam pendidikan, Pak Agung tentang manajemen pesantren, hingga Pak Soleh tentang kiprah dakwah tokoh masyarakat.


Selama di Unimel ini aku lebih banyak menyimak. Sempat pula kuajak ngobrol Cik Suhaimi tentang kondisi keislaman di Malaysia. Kami pun asyik berbincang terkait kebijakan kerajaan, wewenang formal keagamaan, hingga pergerakan Wahabi dan liberal. Agaknya ia punya kecenderungan dalam hal kebijakan publik terkait isu keagamaan.


Oiya, selama di Malaysia, baik Kuala Lumpur maupun Melaka, susah kudapati orang merokok. Saat kulirik etalase rokok di 7Eleven, harga termurahnya 12 ringgit atau sekitar 39 ribu rupiah. Cukup mahal. Saat beli makanan bungkus juga tak kudapati steples, tetapi mereka memakai teknik segel kemasan yang unik. Sepenglihatanku, urusan sampah dan lalu lintas di sana juga jauh lebih terkendali dibanding kota-kota besar kita di sini.


Kegiatan di Unimel ini menjadi agenda terakhir kami. Selesai acara, kami langsung meluncur ke bandara KLIA di Sepang. Bandara internasional terbesar dan tersibuk se-Malaysia, yang sangkin luasnya bahkan ada hutan mini buatan di dalamnya. Setelah dua jam berkeliling bandara, akhirnya kami terbang naik Super Air Jet selama sejam setengah ke bandara Juanda, Sidoarjo.


PULANG


Dari bandara, kami makan malam di Bebek Goreng Haji Slamet Juanda, yang karyawannya lagi pada yasinan dwijumat di musola resto. Aku pesan ayam goreng dan sayur asem, sambil menahan letih dan kliyengan sebab kelaparan. Lalu lanjut ngetol ke Solo selama empat jam, sampai di kampus UNU jam 3 pagi. Rencananya aku mau nginap di kampus bareng Heri, dan balik ke Salatiga esok harinya. Eh tapi ada rejeki, Pak Agung dan istrinya mau ke Ungaran pagi itu juga. Maka aku pun nebeng mobil beliau.


Selama perjalanan pagi itu, Pak Agung banyak berkisah tentang latar belakangnya yang polisi kok ambil doktoral pendidikan Islam. Tentang pengalamannya ngaji. Tentang sulungnya yang lagi kuliah dan bontotnya yang sedang menghapal Quran. Tentang kegiatannya bersama istri menemani anak-anak komplek mengaji Quran tiap bakda maghrib. Kami sampai di Kalibening tepat sebelum wayah tarhim.


Kegiatan tiga hari ini jadi pengalaman dolan terjauh dan terlamaku sampai saat ini. Alhamdulillah bisa kulalui dengan lancar, sehat, dan tidak terjadi hal-hal yang kukuatirkan. Bahkan sepulang dari Malaysia, rasa lelahnya tidak secapek yang kurasakan tiap pulang kuliah Kamis-Jumat. Momen ini juga jadi pengalaman pertamaku naik pesawat dan masuk bandara. Internasional pula. Maka wajar bila aku terkesima melihat pemandangan multietnik di sana.


Betapa syukur kuhaturkan pada Gusti Allah atas nikmat kesehatan yang Ia anugerahkan. Alhamdulillah.  Mungkin kebiasaan momong bocah yang begitu aktif, rutinitas ngebis tiap pekan dan jalan kaki ringan tiap pagi, jadi wasilah pemulihan kebugaran tubuhku. Semoga bisa dolan-dolan lagi, terutama menunai rukun Islam kelima ke Tanah Suci. Insyaallah.


Salatiga, Mei 2024

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya