Ngaji Quran Pada Mbah Najib

Secara formal, kalau ada santri sowan kepada almarhum Kiai Najib, kemudian matur mau mondok dan ngaji, maka dapat dipastikan si santri hendak menghapalkan atau mengkhatamkan Quran di hadapan beliau. Meskipun ujung-ujungnya ada yang kesampaian, ada pula yang tidak.

Memang sih, idealnya, santri yang ngaku murid Mbah Najib adalah ia yang; hapal Quran, lancar disimak, baik dalam simakan atau saat ngimami tarawih. Tapi ya bagaimana, tidak ada realita yang ideal di dunia ini. Santri yang tidak ideal pun harus tetap mengaku sebagai murid beliau. Kalau tidak, ya namanya "ngilang-ngilangke".

Ada yang tuntas hapalannya, khatam tiga puluh juz. Ada pula yang tidak. Ada yang khatam dan lanyah buat simakan, ada yang cukup khatam saja. Ada yang aktif mengimami, ada yang cukup buat deresan sendiri. Ada yang lanjut sampai qiroat tujuh, ada yang tertatih-tatih di masyhuroh. Itulah kenyataan yang jelas harus diterima.

Tapi, dari sekian banyak jenis santri beliau, baik yang ideal maupun tidak, pasti sepakat dan seirama, bahwa momen-momen ngaji kepada beliau adalah momen "ngaji Quran" dalam makna hakiki, lahir dan batin.

Secara lahir, ngaji Quran kepada beliau ya berupa mengaji teks-teks di mushaf. Baik berupa setoran hapalan jatah siang atau malam, menyimak talaqi pagi bakda subuh, ikut simakan siang selama Ramadan, atau ngalap berkah khataman selama dua puluh malam shalat tarawih.

Secara batin, ngaji Quran kepada beliau adalah menyaksikan dan menyerap tata-krama Qurani yang beliau teladankan dalam hidup. Bagi saya, tata krama Qurani paling nampak menonjol dalam diri beliau adalah komitmen, kesabaran, dan andhap asor.

Jika melihat beliau mengampu ngaji, memimpin wiridan, menghadiri undangan, ataupun menyiapkan pagelaran acara, sangat nampak ketelitian dan konsistensi beliau dalam segala hal. Bukan hanya bacaan Quran beliau yang tartil, kesehariannya pun tartil.

Jika melihat beliau berjalan, bertemu orang, menyambut tamu, berbincang dengan keluarga, bermain dengan cucu, maupun mengobrol dengan santri, sangat terlihat cerminan "hamba Yang Maha Pengasih". Sebagaimana disebut dalam surat Furqon itu, yang menjalani hidup di muka bumi dengan andhap asor, tidak neko-neko, dan menghadapi segala macam tantangan dengan tenang.

Jadi, julukan "Quran mlaku" dari para kiai kepada Mbah Yai Najib bukan semata-mata karena beliau sangat lanyah hapalan Qurannya, tetapi juga sebab tata-krama Qurani juga mewujud dalam jejak langkahnya. Lahul Fatihah.


__

Mendhak kaping sekawan (haul ke-4) KHR. Muhammad Najib Abdul Qadir Munawwir, Krapyak Yogyakarta. Malam Sabtu, 22 November 2024.

Post a Comment

Sebelumnya Selanjutnya