Sebuah catatan mengenang guru kami, Al-Ustadz Dr. KH. Abdul Jalil, S.Th.I., M.S.I. bin Abdurrahman.
"Nurul Haq Thayyibah", begitu bunyi pesan watsap dari Syekh Jalil sebulan lalu, beberapa saat setelah kelahiran putri keduaku. Itu candaan sekaligus usulan nama dari beliau, menyesuaikan namaku ("zia/dhiya"; sinar, jadi "nur"; cahaya) dan tempatku beraktivitas (Qaryah Thayyibah).
Hari ini beliau wafat di usia 43 tahun, sebab sakit, setelah sekian lama berkhidmah kepada Al-Quran di Jogja. Teman-teman di Krapyak menyapanya dengan panggilan "syekh", setahuku sebab dua hal. Pertama, karena memang beliau alim betul dalam ilmu-ilmu Al-Quran; hapalan kuat, pemahaman rinci, dan sanad terpercaya. Kedua, karena masa kecil dan remaja beliau dilalui di Mekah.
Di satu sisi, kealiman tersebut menjadikan beliau andalan bagi para guru di Krapyak. Termasuk bagi guru kami, almarhum simbah Kiai Najib. Sehingga beliau masuk di lingkungan 'elit' para masyaikh. Di sisi lain, ke-'elit'-an itu tidak menjadi sekat bagi beliau untuk tetap dekat dengan kami, para santri jelata. Sering duduk bareng, guyon, ngajak makan, nraktir jajan, atau sekadar jalan-jalan.
Jaman di Krapyak dulu, Syekh Jalil -yang sudah sibuk mengajar di pondok dan kampus- pernah ngekos di dekat Kandang Menjangan, sepetak kamar sempit yang berseberangan dengan kosku. Saat itu kami sering ngobrol. Kadang di kosku, kadang di kos beliau. Tentang pondok, buku, film, dan pandangan-pandangan beliau terkait Quran, yang tentu saja aku lebih banyak menyimak dan bertanya.
Beliau sangat suka serial Khawatir dan Law Kana Baynana besutan Ahmad Shughairi yang sangat populer di Timur Tengah. Isinya mengangkat nilai-nilai Islami yang justru diamalkan di negara-negara nonmuslim. Kami sempat nonton bareng beberapa episodenya di kos beliau. Beliau berkhayal betapa indahnya jika nilai-nilai Islami itu diwujudkan dalam kehidupan kaum muslimin sendiri, berupa kebersihan, kedisiplinan, dan kejujuran. Serta berharap ada tayangan serupa di stasiun televisi kita.
Syekh Jalil kerap minta tolong padaku untuk menyunting artikel-artikel ilmiah beliau terkait Quran. Tentu saja kusanggupi bukan dalam rangka menolong, tapi melaksanakan perintah guru sekaligus belajar. Sebagai 'balasan', beliau sempat menghadiahiku beberapa buku. Ada tujuh judul, yaitu;
1. Khawathir an-Nafs, berisi 33 judul kumpulan puisi berbahasa Arab karya beliau sendiri.
2. Risalah fi al-Manthiq karya Syaikh Yasin al-Fadani. Saat itu aku tak tahu kenapa beliau memberiku kitab ini, baru beberapa tahun kemudian, setelah berrumah tangga aku ditakdirkan mengajar Sullamul Munawraq (ilmu manthiq dasar).
3. Min Hudal Quran, berisi esai-esai tentang perenungan sastrawi atas ayat-ayat Quran karya Amin al-Khuli.
4. Kudeta Mekah, berisi catatan investigatif tentang peristiwa pembajakan Masjidil Haram pada tahun 1400 hijriah, karya Yaroslav Trofimov.
5. Qawaidul Hisan, berisi kaidah-kaidah penafsiran Quran karya Syekh Abdurrahman as-Sa'di, salah satu ulama salafi kesohor Arab Saudi yang masyhur kisahnya ketika beradu argumen tentang air talang Ka'bah dengan Sayyid Alawi al-Maliki. Syekh Jalil bahkan menggelar pengajian kitab ini di rumah kontrakannya seminggu sekali, diikuti tujuh santri dan mahasiswa Tafsir-Hadits beliau, hanya aku yang bukan berlatar Tafsir-Hadits. Syekh Jalil pernah cerita, bahwa sebelum mengajar kitab ini, beliau mutolaah terlebih dahulu 3-5 kitab lainnya.
6. Beda Mazhab Satu Islam, esai-esai reflektif tentang sikap keberislaman karya Dr. Umar Shihab, saudara Prof. Dr. Quraish Shihab.
7. I am Malala, berisi autobiografi Malala Yousafzai, tokoh perjuangan hak anak dan perempuan dari Afghanistan. Dua judul terakhir ini beliau hadiahkan setelah aku beranak satu, dikirim via pos ke alamatku di Salatiga.
Cinta beliau kepada Quran tak usah dipertanyakan. Syekh Jalil sangat bersemangat dengan segala hal tentang Quran. Beliau berpandangan bahwa santri penghapal Quran semestinya juga mengaji -atau membaca- satu kitab dasar dalam tiga fan ilmu; Tajwid, Tafsir, dan 'Ulumul Qur'an. Biar ideal secara ilmu.
Syekh Jalil pernah menugasi kami membuat konsep acara ngaji santai tentang isu-isu kontemporer terkait Quran di komplek Madrasah Huffadh. Materi dan pengampunya beliau yang atur. Maka jadilah seminar tentatif beberapa bulan sekali, berjudul "Obrolan Santai Santri Huffadh". Alhamdulillah, seingatku acara ini berjalan sampai empat putaran, yaitu;
1. Manuskrip Al-Quran; Sejarah dan Perkembangannya, bersama Dr. Sahiron Syamsuddin.
2. Resepsi dalam Tradisi Quran di Indonesia, bersama Dr. Ahmad Rafiq.
3. Aspek Kebahasaan dalam Studi Quran, bersama Dr. KH. Hilmy Muhammad Hasbullah.
4. Mengintip Pengajian Quran di Aljazair, bersama Dr. KH. Afif Muhammad Hasbullah.
Acara-acara tersebut memang terkesan membawa "nuansa kampus" ke pesantren. Tapi ternyata Syekh Jalil juga melakukan hal sebaliknya, beliau membawa "nuansa pesantren" ke kampus. Misalnya tradisi ijazahan kitab, ijazah sanad hadits musalsal, beliau terapkan saat khataman perkuliahan akhir semester di kelas yang diampunya. Alasannya sederhana: biar tidak 'kering'.
Selepas boyong, aku masih sering dihubungi Syekh Jalil untuk menggarap beberapa hal. Seperti menyunting artikel dan menulis ulang biografi Mbah KH. Muhammad Munawwir. Akhir tahun lalu beliau juga masih mengajakku menggarap biografi Simbah Kiai Najib, bersama tim yang sedang beliau siapkan.
Hebatnya, di tengah kesibukan mengajar di berbagai komplek pondok Krapyak maupun berbagai kampus, beliau masih sempat menulis populer di Facebook. Selama beberapa tahun di bulan Ramadan, Syekh Jalil menulis seri "kulfeb" (kuliah fesbuk) tentang ilmu-ilmu Quran maupun pengalaman beliau sendiri.
Untungnya, di setiap status itu Syekh Jalil selalu menyertakan tanda pagar (#) sehingga bisa kita lacak sampai detik ini. Di antara serial kulfeb itu bisa dibaca melalui tagar-tagar ini:
#Guru_dari_Haramain_dan_Nusantara
#Dari_Haramain_ke_Yogyakarta
#Ilmu_Rasm_dan_Naqth_Mushaf
#Pengantar_Sejarah_Alquran
#Pengantar_Ilmu_Qiraat
#Seputar_Alquran
#Ngaji_Tibyan
Kadang-kadang beliau mention akun FB-ku di kolom komentar agar di-notice. Dulu tulisan-tulisan pendek beliau itu memang selalu kusalin, kurapikan, dan kumuat di web HuffadhKrapyak. Kami pernah berdiskusi panjang, beliau punya cita-cita membangun situs internet yang bisa jadi rujukan ilmu Al-Quran di Nusantara, membawa nama besar Krapyak, dengan bahasa yang ringan dan populer.
Kulfeb Syekh Jalil favoritku adalah serial tentang pengalaman mengaji beliau dari Mekah sampai ke Krapyak, tentang guru-guru beliau di Haramain dan Nusantara, seperti Kiai Aminuddin Benda, Kiai Ali Asyari, Syekh Damanhuri al-Bantani, Abah Masruri Benda, Pak Kiai Najib Krapyak, Abah Mukhlas Benda, Syekh Husni Tamrin al-Banjari, Syekh Muhammad Amin al-Harari, Syekh Abdus Sabhan Burma, dan Sayyid Hamid Alawi al-Kaf.
Kuharap teman-teman santri Madrasah Huffadh dan Ribathul Quran Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak bisa mengompilasi tulisan-tulisan lepas kulfeb beliau dan membukukannya. Eman-eman. Kukira itulah salah satu peninggalan berharga beliau yang bisa kita jaga dan lestarikan.
Ya Allah Ya Karim. Semoga istri dan putri-putri beliau sabar. Kami semua pun sabar. Ditinggal sosok yang ilmu dan hidupnya seberkilau beliau.
Satu pesan beliau yang betul-betul membekas bagiku terkait Quran adalah konsep tentang "Ahlul Quran". Bahwa sebutan itu mungkin saja bisa disandang siapapun yang mau menjaga Quran yang sudah ia punya, dengan setia nderes dan mengamalkan akhlak Qurani, meskipun hanya beberapa surat atau juz saja. Setiap muslim, kata beliau, wajib berinteraksi dengan Quran sesuai dengan kadar kemampuan masing-masing.
Terakhir, biar kukutip bagian akhir puisi beliau yang berjudul "Risalah lit Thalabah (1)" dari halaman 26 Khawather an-Nafs:
واذا سمعتم يا احبتي في الله
ان احدا منا قد فارق الحياة
Bila kau dengar kabar, duhai kawan
bahwa salah satu di antara kita telah berpisah dari kehidupan
ان لا تنسوه بدعوة صالحة
وهدية قراءة سورة الفاتحة
agar jangan kau lupakan ia dari doamu yang indah
serta hadiah limpahan surat Fatihah
هذه هي الحياة لقاء وداع فراق
عسى ان ننال شفاعة النبي يوم التلاق
ya beginilah hidup; bertemu, berpisah, pergi
semoga kita mendapat syafaat Nabi hari kiamat nanti.
___
Salatiga, Sabtu 1 Februari 2025.
Izin mengutip puisi beliau, salam kenal saya salah satu mahasiswa beliau dikampus
ReplyDelete