Oleh: @ziatuwel
Ketika Bu Umi maju wabup -dan kini jadi bupati- Tegal, aku ikut-ikutan dukung dan kampanyekan. Bukan sekedar karena dia satu kampung dan satu ormas. Aku tak se-chauvinis itu. Alasanku ikut-ikutan adalah sebab; (1) secara pribadi ia punya latar belakang ilmu politik dan sukses sebagai single parent, (2) secara sosial ia sukses berkiprah nyata selama sekian tahun di masyarakat, utamanya di organisasi kewanitaan.
Aku tak seskeptis Mas Novel Em Alam dalam menyikapi setiap orang yang memampang wajahnya di baliho pinggir jalan dalam rangka melamar jadi calon rakyat. Entah itu caleg, cekades, cabup, cagub, apalagi capres. Tapi kalau memang ada yang datang dan menyuruhku memilih atau berkampanye buatnya, akan kutanya dua hal;
(1) What is your technical skill? (2) What have you done for your society's prosperity?
Kau tak punya kecakapan teknis? Kau tak punya pengalaman kiprah? Terus apa alasanku memilihmu jadi pelayan rakyat? Lha wong memilih asisten rumah tangga atau pelayan toko saja punya kriteria kecakapan. Apalagi pelayan rakyat banyak.
Bagiku, kiprah nyata adalah bahan kampanye terbaik. Sebab rumusnya sederhana: bukan menjabat dulu baru berkiprah, tetapi berkiprah dulu baru menjabat. Jabatan hanya salah satu alat untuk mengembangkan kiprah yang sudah dia upayakan. Mau menjabat atau tidak, dia tetap akan berkiprah.
Maka kawan-kawan caleg, mulailah mengampanyekan kiprahmu. Bukan bin-mu, gurumu, dan tetek bengek identitasmu. Belum ada kiprah? Ya berkiprah dulu periode ini, ngapain kek, baru maju nyalon.
*Gambar: kondisi sepetak kebon sebelum ditanduri, dua mminggu setelah ditanduri, dan sebulan setelah ditinggal mudik
Ketika Bu Umi maju wabup -dan kini jadi bupati- Tegal, aku ikut-ikutan dukung dan kampanyekan. Bukan sekedar karena dia satu kampung dan satu ormas. Aku tak se-chauvinis itu. Alasanku ikut-ikutan adalah sebab; (1) secara pribadi ia punya latar belakang ilmu politik dan sukses sebagai single parent, (2) secara sosial ia sukses berkiprah nyata selama sekian tahun di masyarakat, utamanya di organisasi kewanitaan.
Aku tak seskeptis Mas Novel Em Alam dalam menyikapi setiap orang yang memampang wajahnya di baliho pinggir jalan dalam rangka melamar jadi calon rakyat. Entah itu caleg, cekades, cabup, cagub, apalagi capres. Tapi kalau memang ada yang datang dan menyuruhku memilih atau berkampanye buatnya, akan kutanya dua hal;
(1) What is your technical skill? (2) What have you done for your society's prosperity?
Kau tak punya kecakapan teknis? Kau tak punya pengalaman kiprah? Terus apa alasanku memilihmu jadi pelayan rakyat? Lha wong memilih asisten rumah tangga atau pelayan toko saja punya kriteria kecakapan. Apalagi pelayan rakyat banyak.
Bagiku, kiprah nyata adalah bahan kampanye terbaik. Sebab rumusnya sederhana: bukan menjabat dulu baru berkiprah, tetapi berkiprah dulu baru menjabat. Jabatan hanya salah satu alat untuk mengembangkan kiprah yang sudah dia upayakan. Mau menjabat atau tidak, dia tetap akan berkiprah.
Maka kawan-kawan caleg, mulailah mengampanyekan kiprahmu. Bukan bin-mu, gurumu, dan tetek bengek identitasmu. Belum ada kiprah? Ya berkiprah dulu periode ini, ngapain kek, baru maju nyalon.
*Gambar: kondisi sepetak kebon sebelum ditanduri, dua mminggu setelah ditanduri, dan sebulan setelah ditinggal mudik