Setahun Pengalaman Pengidap GERD Melakoni Food Combining

Artikel ini kutulis dengan penuh rasa syukur atas segala karunia Gusti Allah, terutama anugerah kesehatan. Sebagai anak muda yang beberapa tahun lalu terhambat aktivitasnya sebab ambruk kambuhan, tentu bagiku kondisi sehat saat ini merupakan nikmat senikmat-nikmatnya. Selain sebagai bentuk tahadduts binni’mah, tulisan ini juga menjadi laporan non-formalku kepada kawan-kawan yang sering menanyakan kondisi kesehatanku, serta hasil dari pola makan yang kulakoni.

Di dalam tulisan ini, aku hanya ingin melukiskan bagaimana perkembangan kondisiku sejak pertama kali ambruk, menyadari GERD, mulai melakoni Food Combining, hingga saat ini bisa sembuh sedia kala. Tentu tidak akan kukisahkan secara detail, kronologi ambruk yang kualami sudah terrekam dalam tulisan sebelumnya: Kombinasi Makanan – Pengalaman dan Pengamalan

Memang ada banyak sekali metode penyembuhan dari penyakit, namun alhamdulillah Food Combining berjodoh buatku, dan nampaknya berjodoh pula dengan banyak orang lainnya. Lagipula Food Combining ini bukanlah metode penyembuhan, melainkan ‘hanya’ tata pola makan agar lebih baik, bagi yang berpenyakit bisa mendapat bonus; kesembuhan. Tentu dengan seizin Yang Maha Menyembuhkan. Jadi, bagi kawan-kawan yang punya metode lain atau tak sepaham dengan konsep Food Combining, mohon bisa menghargai upaya kami ini sebagai sebentuk ikhtiar.

~

Sejak akhir 2012 hingga pertengahan 2014, aku bolak-balik opname di rumah sakit. Di rumah sakit aku divonis thypus dan demam berdarah, pengobatan ala dokter pun kulakoni, plus terapi pijat refleksi. Memang manjur, tapi tak tahan lama, sehingga aku pun kembali ambruk. Gejala ringan yang kurasakan seperti layaknya pengidap maag, sering meriang, dan perut tak nyaman. Puncak penderitaan penyakitku adalah ketika harus ambruk di tempat-tempat publik dengan kondisi mengenaskan; perut serasa dikruwes-kruwes, seluruh tubuh kejang mendingin bak mau mati saja. Itu terjadi berkali-kali, di kampus, di musala rumah, di warung burjo, di asrama pesantren, di markas KKN, bahkan ketika perjalanan di dalam mobil. Kalau sudah ambruk, baru dua jam kemudian aku bisa jalan tertatih, dan baru tiga hari kemudian aku bisa berasa segar.

Rutinitas pun jelas terbengkalai. Kuliah terpaksa absen dua semester sebab perawatan di rumah, plus dua semester penuh bolos sebab sering kambuh. Ngaji pun amat tersendat, karena setoran hapalan membutuhkan konsentrasi, sedangkan pengidap GERD akan sangat susah untuk bisa konsentrasi dan fokus. Semua serba terhambat.

Medio Juni 2014, berkat saran seorang kawan, Nabilah, aku berkonsultasi dengan Bu Anung. Beliau pakar dan praktisi Food Combining yang kebetulan sedang berada di Jogja bersama suaminya. Kepada Bu Anung, kuceritakan semua yang kualami dari A sampai Z. Kemudian beliau menanggapi kisahku lalu menyimpulkan bahwa penyakit yang kuidap adalah GERD, bukan sekedar maag biasa.

Itu pertama kalinya kudengar nama aneh GERD, penyakit yang diidap banyak orang namun tak begitu populer. Tentang GERD, pernah kutuliskan juga di artikel ini: Horor GERD Si Maag Akut. Intinya, ada kelainan pada katup antara kerongkongan dan lambung yang diakibatkan oleh kesembronoan asupan dan gaya hidup. Gejalanya rupa-rupa; dada serasa panas terbakar, gangguan detak jantung, insomnia berat, migrain, vertigo, kecemasan berlebihan (anxiety), panik, paranoid, sesak napas, hingga kram perut dan kejang seperti yang kualami.

Kemudian Bu Anung menjelaskan tentang siklus Sirkadian tubuh secara runtut dan teoritis, lalu mulai mengarahkan pembicaraan tentang solusi kesehatan secara praktis, khususnya bagi penderita GERD, yakni Food Combining. Ini juga nama yang asing buatku, apa itu, semacam Multi Level Marketing? Panjang lebar Bu Anung memaparkan konsep dasar makanan, organ pencernaan, hingga praktek kombinasi makanan serasi alias Food Combining (FC) ini. Adapun prinsip-prinsip tentang FC ini sudah kutuliskan dalam artikel: Kombinasi Makanan – Sehat Tanpa Obat. Intinya, manusia adalah apa yang ia makan, berbagai macam penyakit yang muncul sebagian besar berhulu pada masalah pencernaan. Sehingga penyembuhan jangka panjang yang musti diupayakan pun harus dimulai daru ranah pencernaan, yakni tata pola makan.

BACA JUGA:
Horor GERD Si Maag Kronis - Penjelasan Singkat Tentang GERD
Kombinasi Makanan, Sehat Tanpa Obat - Penjelasan Singkat Tentang Pola Makan Food Combining
BERBAHAGIALAH - Catatan ngobrol bareng Dokter Paulus Andiran tentang hubungan kebahagiaan dan kesehatan
Kombinasi Makanan: Pengalaman dan Pengamalan - Catatan diary tentang GERD, pengobatan, praktik pola makan Food Combining, hingga pemulihan
FOOD COMBINING - Pengalaman para penyintas berbagai penyakit yang pulih sebab ikhtiar Food Combining

Esoknya, aku mulai mempraktekkan FC. Bangun tidur kuminum segelas perasan jeruk nipis hangat, pagi hari sarapan buah, agak siang pun ngemil buah. Makan siang, kulahap sepiring menu sayur dan protein, tanpa nasi. Sorenya, sering aku ngemil bubur kacang ijo tanpa pati untuk menunda lapar. Petangnya, aku makan malam dengan menu sepiring nasi sayur, tentu dengan porsi sayur yang lebih banyak daripada nasi. Sebelum tidur, kuminum segelas jus sayur, biasanya wortel atau tomat.

Sebagai anak kos, pada awalnya kurasakan pola makan ini cukup merepotkan. Aku harus belanja buah setiap lima hari sekali. Buah-buahan itu kusimpan dalam wadah gerabah bernama Zeer Pot atau Kulkas Tanpa Listrik untuk menjaga suhu buah agar tetap dingin dan tetap segar sampai seminggu. Pagi sebangun tidur harus repot menyeduh perasan jeruk nipis. Tiap ngampus pagi harinya, aku musti sedia dua hingga tiga butir buah untuk jaga-jaga biar tak kelaparan, juga selalu bawa sebotol air minum penetral panas kerongkongan. Malamnya aku rajin merajang dan ngejus sayur untuk diminum, kalau malas, kubeli di depot jus depan pondok. Selepas itu, langsung tidur dan selalu terbangun sebelum subuh.

Betul-betul merepotkan bagi sesosok pemuda lajang kos-kosan. Apalagi bila dibandingkan dengan gaya hidupku sebelumnya; sarapan senemunya, itupun kadang mbablas sampai siang. Konsumsi rokok dan kopi yang tak terkendali, begadang hampir tiap malam. Mie instan dan roti jadi asupan rutin saat kelaparan, belum lagi frekuensi keluyuran sok gagah.

Tiga hari kulakoni FC mulai terasa tak nyaman. Rasanya lapar seharian. Bagaimana tidak, biasanya makan nasi sehari tiga kali, langsung dikurani hanya sekali sehari. Sarapan buah pun rasanya belum cukup untuk ganjal perut. Baru setelah dua minggu, aku mulai terbiasa dan merasa lebih segar. Siang tak lagi ngantukan, malam pun bisa tidur nyenyak walau hanya empat sampai lima jam.

Makan buah sudah jadi kebiasaan sehari-hari, padahal dulu mungkin sebulan sekali ketemu buah. Air putih bisa habis sampai lima-enam botol sehari, padahal dulu hanya minum kalau habis makan, itupun berupa es teh dan sebangsanya. Asup-asupan pemanja selera semacam bakso, nasi goreng, susu jahe, es krim, mulai jarang kusentuh, hanya sebagai kudapan rekreasional, paling pol sebulan atau dua bulan sekali.

Masuk bulan Ramadhan 1435, tetap kulakoni pola makan ala FC ini. Saat sahur, jam tiga kusantap sepiring buah, biasanya apel dan pisang. Sejam kemudian, tepat sebelum imsak, kusantap sepiring nasi sayur dengan porsi kecil. Siang hari pun badan terasa enteng, tidak ngantukan, dan segar. Untuk menu berbuka, kuawali dengan segelas air putih, kemudian santap buah, misal empat sampai lima butir kurma atau segenggam apel. Lalu shalat Maghrib, setelah itu baru makan dengan menu sayur dan protein. Gaya makan semacam ini terasa nyaman di badan, saat tarawih pun tetap segar dan tak terasa berat. Setelah tarawih, biasanya aku ngemil buah lagi atau njajan kudapan semisal siomay tahu yang banyak dijual di sepanjang jalan pondok.

Selepas Syawal, aku mulai nyaman dan terbiasa dengan FC, walaupun kondisi fisik masih rapuh dan gampang meriang, apalagi kalau sudah kena angin malam. Belum lagi kondisi fisik yang lemah, tak kuat beraktivitas fisik yang membutuhkan energi besar, semisal kerja bakti ngecor pondok. Gejala-gejala GERD masih terasa, semisal rasa panas di tenggorokan, gemetar dan mendingin saat telat makan, dan yang paling jelas adalah kepanikan. Keadaan ini membuatku hampir pesimis. Kalau saja aku tak punya pengalaman ambruk berkali-kali yang begitu memalukan dan mengenaskan, mungkin aku sudah menyerah melakoni ikhtiar ini. Namun ingatan-ingatan traumatik itu membuatku bertahan dan kembali optimis menelateni FC.

Di warung, aku sering ditanya macam-macam karena menuku yang terkesan aneh bagi orang-orang. Hingga suatu hari ada tips dari Bu Warung Lengko yang selalu mengamati kepucatan wajahku setiap kali datang untuk makan malam. Dia menyarankanku untuk minum jamu kunyit temulawak tiap seperempat jam sebelum makan. Kuiyakan. Maka tiap sore saat aku datang, beliau sudah menyiapkan segelas kunyit temulawak untuk diminum. Kebetulan di samping Warung Lengko ada kios jamu yang selalu ramai tiap sore.

Ajaib! Seminggu berturut-turut kulakoni terapi itu, gejala-gejala GERD berangsur berkurang. Tidak ada lagi gemetar dan kepanikan saat tibanya jam makan. Sepertinya jamu yang kukonsumsi menjadi akselerator bagi proses FC yang sedang kujalani. Kalau FC berperan menata kembali dan memulihkan fungsi organ pencernaan, maka jamu kunyit temulawak itu yang berperan mengobati luka-lukanya. Memang, sebagaimana hasil endoskopi terakhir, ada luka di lambung dan usus dua belas jariku. Jadi, jamu menyembuhkan lukanya, dan pola makan FC memulihkan organ cerna agar tak terluka lagi. Perpaduan yang hebat.

Sebulan setelahnya, aku mulai merasa jauh lebih segar. Aktivitas mulai kembali normal. Pola makan tetap ala FC, ditambah lagi rutin olahraga; bersepeda. Setidaknya seminggu tiga kali gowes sekitaran Jogja, memang tak jauh-jauh, tapi lumayan bikin berkeringat dan menjaga kebugaran. Gaya hidup yang sama sekali baru, begitu terus kulakoni hingga sampai pada Ramadhan 1436.

Aku pulang kampung seminggu menjelang lebaran. Pola makan tetap kupertahankan. Selepas lebaran, pola makan mulai bubrah, ‘kembali’ seperti dahulu, meski tetap dengan porsi sedikit, karena memang dari dulu aku tak kuat makan banyak-banyak. Seminggu pertama lebaran kulalui makan semacam itu, tak terjadi apa-apa, aku baik-baik saja. Memang badan tidak sesegar ketika menjalani FC, namun gejala begah atau mual yang dulu sering kurasakan sudah tak muncul lagi. Padahal bagi pelaku FC, biasanya akan merasakan sensasi ekstrim jika libur dari FC-nya barang tiga sampai empat hari, apalagi sampai seminggu.

Maka kusimpulkan bahwa GERD-ku sudah pulih, sembuh total. Tapi tentu saja, aku tetap berhati-hati jangan sampai dia muncul lagi. Pola makan tetap kuusahakan sesuai prinsip-prinsip dasar FC, meski tak seketat pada awal praktek FC. Sarapan buah tetap kulakoni, meski kadang tetap makan pecel atau nasi sayur. Jeruk nipis hangat dan jus sayur tak kubuat hampir beberapa bulan ini, karena faktor malas saja, padahal efek kesegarannya luar biasa.

Hampir semua gejala GERD yang dulu kurasakan sudah hilang, semoga memang sudah betul-betul sembuh total tanpa sisa. Walaupun sudah sembuh, pola makan FC dan gaya hidup sehat ini patut untuk terus kulakoni meskipun sering bolos, agar tak berlebihan dalam melayani nafsu makan, dan tak pula menzalimi organ pencernaan dengan asupan sembarangan. Plus, upaya ini menjadi sebentuk rasa syukur dan penjagaanku atas nikmat kesehatan yang telah Gusti Allah anugerahkan.

Dan tentu saja, kuhaturkan terima kasih tak terhingga kepada Mukid, Salis, Irfan, dan kawan-kawan lain yang sering kurepoti saat kumat ambruk. Juga terima kasih kepada Yu Nabilah yang sudah jadi wasilah, serta tentu kepada Bu Anung atas waktu, saran dan arahan yang sangat berharga buatku. Juga untuk Bu Warung Lengko atas kesediaannya telaten menyiapkan jamu temulawak tiap sore. Terutama kepada kedua orang tua yang begitu sabar menghadapi tingkah polah dan segala macam kesemrawutanku. Terima kasih semuanya. Alhamdulillaah.


Selamat bersyukur dan salam sehat. Zia.
Yogyakarta, 17 September 2015

19 Comments

  1. senangnya mendengar kisah bapak... semoga selalu sehat ya

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah....sbg penderita GERD jg sy sangat terinspirasi dgn konsep FC nya...selama ini sy terlalu berfokus dgn obat2an medis yg sdh setahun ini harus sy konsumsi setiap hari...pernah sy cb tuk lebas dr obat tp gejala2 itu dtg lg dan membuat sy panik setiap kali gejala2 itu dtg....tq sharing dan smg allah senantiasa slalu memberikan kesehatan tuk kita semua...amiin

    ReplyDelete
  3. Saya izin copas salah satu artikelnya ya kang buat di blog saya..

    ReplyDelete
  4. Mas, apakah masnya dulu itu juga sering merasakan pegal tengkuk, leher, pundak dan bahu, selain masalah kembung, mual, sendawa heartburn dan lain-lain. Karena saya di vonis gerd sama dokter dan gejalanya juga seperti yang di sebutkan diatas.
    Terima kasih atas sharingnya, saya akan coba dulu jamu kunyit temulawaknya.

    Salam
    Firman

    ReplyDelete
  5. Menginspirasi sekali terima kasih..

    ReplyDelete
  6. Replies
    1. Mau tanya segelas Kunyit dan Temulawaknya kira-kira berapa ml ya? Dan perbandingan kunyit, temulawak dan airnya berapa? Lalu itu air jamunya panas atau tidak? Mohon pencerahannya

      Delete
  7. Alhamdulilah... melu seneng.

    ReplyDelete
  8. Mas boleh minta email nya?
    Soalnya ibu saya juga seorang yang divonis mengidap gerd. Namun belum periksa lebih lanjut.

    ReplyDelete
  9. Saya juga pengidap Gerd, mulai hari ini saya lakoni FC. Semoga saya jg bisa sembuh. Amin

    ReplyDelete
  10. Saya juga pengidap Gerd, mulai hari ini saya lakoni FC. Semoga saya jg bisa sembuh. Amin

    ReplyDelete
Sebelumnya Selanjutnya